152
Tabel 81. Kondisi Kebersihan
No. Kondisi Kebersihan
Jumlah Persen
1. Bersih
31 25,83
2. Kotor
89 74,17
Total 120
100,00
Sumber : Data primer 2011 diolah
Hasil analisis menunjukkan bahwa mayoritas PKL dikategorikan kotor 74,17 . Hasil ini berimplikasi penting bagi strategi penataan PKL yang membutuhkan
keterlibatkan beberapa pihak secara langsung seperti Dinas Kebersihan dan Dinas Kesehatan terutama untuk memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap
masalah kebersihan dan kesehatan. Dalam konteks ini, Mehrotra and Mario 2002 menemukan bahwa masalah kesehatan PKL memerlukan intervensi publik
yaitu perhatian dari otoritas kota untuk memberikan bimbingan kepada PKL.
5.3.14. Keberadaan Usaha di Tempat Lain
Kepemilikan usaha PKL di tempat lain perlu juga dikaji. Pertanyaan ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi lebih lanjut jiwa kewirausahaan responden
pelaku PKL. Jika usahanya dipandang layak dan menguntungkan, biasanya mereka akan membangun usaha sejenis di tempat lain. Pertanyaan ini juga
berimplikasi pada strategi pengelolaa PKL dimana perlu pengaturan batas maksimal usaha PKL yang dapat dimiliki seseorang. Dengan demikian maka
jumlah PKL tidak melebihi ambang batas kapasitas maksimal yang dapat diterima di suatu tempat atau kota. Berdasarkan Perda No. 13 Tahun 2005, terdapat
larangan bagi PKL untuk mempunyai tempat usaha di lebih dari satu tempat yang bertujuan untuk membatasi jumlah PKL.
Tabel 82. Kepemilikan Usaha di Tempat Lain
No. Usaha di Tempat Lain
Jumlah Persen
1. Ya
14 11,67
2. Tidak
106 88,33
Total 120
100,00
Sumber : Data primer 2011 diolah
Sesuai tipologinya maka hasil analisis pada Tabel 82 menujukkan bahwa mayoritas PKL di kota Bogor tidak memiliki usaha sejenis di tempat lain
153
88,33 dan sisanya 11,67 memiliki usaha di tempat lain. Analisis lebih lanjut terhadap 14 responden yang memiliki lapak di tempat
lain menunjukkan bahwa secara rata-rata mereka memiliki 2 lapak. Lapak yang satu biasanya dioperasikan oleh kerabat atau orang lain yang diberi upah.
5.3.15. Registrasi PKL B18
Salah satu karakteristik sektor informal adalah tidak teregulasi atau tidak terdaftar dalam institusi resmi. Untuk menguji tesis ini, maka diajukan beberapa
pertanyaan terkait dengan apakah responden terdaftar dalam institusi pajak, pemerintah lokal, koperasi, paguyuban atau ormasLSM. Pertanyaan tersebut
mempunyai implikasi kebijakan bagi pengelolaan PKL di kota Bogor. Hasil analisis disajikan pada Tabel 83 yang menunjukkan bahwa mayoritas
respoden tidak terdaftar di kantor pajak 90,83 , namun bukan berarti mereka menghindari pajak. Richardson 1984 menyatakan bahwa motivasi utama
sebagai PKL adalah untuk mata pencaharian dan pendapatan dibandingkan keuntungan. Schneider 2002 menyatakan hal sebaliknya dimana salah satu
motivasi dalam menjalankan PKL adalah pajak. Kedua pendapat di atas dapat saja benar karena inti permasalahannya adalah
tidak atau belum terdaftar di kantor pajak sehingga sering disebut juga sebagai hidden economy
. Timalsina 2011 menyatakan bahwa karena dipandang sebagai aktivitas non profit, maka PKL atau lebih umumnya sektor informal tidak
berkontribusi dalam ekonomi nasional dalam sisi pajak. Implikasi kebijakannya adalah jika sektor ini ingin diformalkan maka kantor pajak atau pemerintah
daerahkota perlu melakukan pendataan pelaku sektor ini. Tabel 83. Registrasi PKL
No. Terdaftar di
Institusi Ya
Tidak Tidak
Tahu Total
1. Kantor pajak
1 0,83
109 90,83
10 8,33
120 2.
Pemerintah Daerah 4
3,33 105
87,50 11
9,17 120
3. Koperasi
3 2,50
106 88,33
11 9,17
120 4.
Paguyuban 44
36,67 74
61,67 2
1,67 120
5. OrmasLSM
0,00 109
90,83 11
9,17 120
Sumber : Data primer 2011 diolah
154
Hasil analisis juga menunjukkan bahwa mayoritas respoden tidak terdaftar di pemerintahan daerah 87,50 . Dalam penelitian ini yang dimaksud terdaftar
adalah sudah diberi ijin penggunaan lokasi. Data Disperindagkop kota Bogor per 25 Nopember 2008 seperti tertera pada Tabel 84 menunjukkan jumlah PKL yang
sudah terdaftar di Disperindag sangat kecil dibandingkan jumlah PKL yang ada di kota Bogor.
Tabel 84. Rekapitulasi PKL yang Sudah Mendapatkan Ijin Penggunaan Lokasi PKL per 28 Nopember 2008
No. Lokasi
Jumlah PKL berijin
1. Jl. Pajajaran samping Balitnak IPB
32 2.
Gg. Selot samping SMAN 1 Bogor 30
3. Seputar Air Mancur
30 4.
Jl. Pengadilan samping DTKP 40
5. Jl. Pajajaran samping Damkar
21 6.
Jl. Otista 14
Jumlah 167
Sumber : Disperindagkop 2011
Di sisi lain data yang didapatkan dari Disperindagkop hanya berisi daftar PKL tahun 2005. Belum terdapat update versi terbaru untuk data ini. Dengan
metodologi yang kurang tepat dan jumlah sampel yang kurang representatif, pada tahun 2010 konsultan PT. Oxalis Subur 2010 melakukan penelitian untuk
memetakan PKL dengan menggunakan GIS. Hasil penelitian tersebut ternyata semakin mengaburkan pemetaan PKL. Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa
diperlukan pendaftaran ulang secara detil, PKL di kota Bogor. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mayoritas respoden tidak terdaftar
di koperasi 88,33 . Koperasi adalah organisasi otonom yang berada dalam lingkungan sosial ekonomi dan sistem yang memungkinkan setiap
individukelompok orang merumuskan tujuan-tujuannya secara otonom dan mewujudkan tujuan itu melalui aktivitas ekonomi yang dilaksanakan secara
bersama. Kegiatan koperasi dilandasiprinsip gerakan ekonomi rakyat berdasarkan asas kekeluargaan. Yang dimaksud koperasi dalam penelitian ini adalah koperasi
hasil bentukan PKL atau Pemerintah Kota sebagai wadah organisasi PKL.
155
Dengan kata lain mayoritas PKL belum memiliki wadah yang dapat digunakan untuk menyalurkan aspirasinya.
Mayoritas respoden tidak terdaftar di paguyuban 61,67 namun cukup banyak yang terdaftar di paguyuban 36,67. Paguyuban dapat diartikan sebagai
perkumpulan yang bersifat kekeluargaan, didirikan oleh orang-orang yang sepaham sedarah untuk membina persatuan kerukunan di antara para
anggotanya. Dalam konteks PKL, paguyuban biasanya bersifat lokasional misalnya paguyuban PKL Pasar Anyar atau asal daerah paguyuban pedagang
Minang, Batak. Paguyuban dapat digunakan untuk menyalurkan aspirasi politis bagi anggota, sebagaiwadah berkeluarga dan mengatasi kesulitan finansial
anggotanya. Mayoritas respoden tidak terdaftar di LSM 90,83 . Dikaitkan dengan
paguyuban, maka paguyuban lebih berperan sebagai wadah PKL dalam menyalurkan aspirasinya. Hasil ini juga menunjukkan kurangnya peran LSM
lokal dalam mewadahi atau memberdayakan PKL di kota Bogor. Peranserta LSM akan sangat membantu PKL dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka
hadapi.
5.4. Pekerja dan Kompensasi