BAB III METODE PENELITIAN
Dalam Rencana Strategis Kota Bogor tahun 1999-2009 seperti yang tercantum dalam Perda No. 1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah,
fungsi Kota Bogor adalah : 1 Sebagai kota perdagangan, 2 Sebagai kota industri, 3. Sebagai kota permukiman, 4 Wisata ilmiah, dan 5 Kota
pendidikan. Fungsi ini menentukan arah perkembangan kota Bogor dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Fungsi pertama sampai ketiga memiliki
konsekuensi pembangunan kota Bogor yang mengakomodasi perdagangan, industri, dan pemukiman yang dicirikan dengan pesatnya pertumbuhan ketiga
sektor ini, dengan tumbuh suburnya outlet-outlet perdagangan di sepanjang Jalan Pajajaran, pembangunan ruko-ruko baru di Loji, dan pembangunan pusat-pusat
perbelanjaan.
3.1. Kerangka Pemikiran
Dalam konteks pembangunan kota Bogor, kinerja pembangunan ekonomi kota ini didukung oleh dua sektor yaitu sektor formal dan sektor informal.
Terdapat koneksi yang erat antara sektor informal dan formal, baik pada level ekonomi lokal, nasional maupun global melalui jejaring sub kontrak dan rantai
komoditas Brown, 2005. Namun demikian kedua sektor ini memiliki karakteristik berbeda sehingga perlakuan kebijakan terhadap kedua sektor inipun
berbeda. Sektor informal perkotaan dicerminkan oleh Pedagang Kaki Lima PKL
sebagai wajah utamanya. Scheneider 2002 menyatakan bahwa ekonomi informal adalah fenomena komplek, terdapat baik di negara maju maupun berkembang.
Ekonomi informal sendiri mengalami pertumbuhan yang sangat cepat di negara- negara berkembang. Umumnya diyakini bahwa pertumbuhan sektor ini dipicu
oleh meningkatnya pengangguran di negara-negara berkembang. Pertumbuhan sektor informal PKL di perkotaan memiliki dua sisi koin yang
berbeda. Pada sisi koin positif, PKL mampu menjadi katup penyelamat ekonomi melalui kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja dan bila dikelola dapat
82 memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Pada sisi koin
lainnya keberadaannya berada di ruang publik seperti badan-badan jalan dan trotoar dan tidak menyisakan cukup ruang bagi pejalan kaki. Kondisi ini menjadi
perhatian publik karena menciptakan masalah kemacetan dan menghambat pergerakan orang di pedestrian, dan menciptakan lingkungan kotor dan kurang
sehat. PKL yang menempati ruang dan jalan publik juga dapat menciptakan masalah sosial seperti hadirnya pencopet, pencuri, dan sebagainya. Situasi ini
menciptakan masalah dalam pengelolaan, pembangunan dan merusak morfologi kota. Kedua sisi ini seharusnya dapat dikelola oleh pemerintah kota sehingga
PKL dapat diakomodasi dan tidak bertentangan dengan konsep ruang urban sebagai place for people bagi seluruh warga kota. Dengan demikian diperlukan
kajian PKL secara komprehensif untuk dapat merumuskan strategi penataan dan pemberdayaan yang tepat bagi keberadaan PKL.
Studi komprehensif terhadap PKL di kota Bogor sebaiknya mencakup aspek- aspek : 1 karakteristik pelaku PKL demografis, usaha, pekerja dan kompensasi,
keuangan, permasalahan dan prospek, 2 Persepsi terhadap PKL persepsi Pemkot, toko pesaing, pemasok, dan masyarakat, 3 Kontribusi PKL terhadap
ekonomi wilayah faktor yang mempengaruhi pendapatan PKL, dan 4 Analisis kebijakan yang sudah ada dan implementasinya Perda PKL, regulasi PKL, dan
Keputusan Walikota tentang PKL. Untuk dapat menangkap aspek-aspek di atas, diperlukan alat analisis yang
tepat. Karakteristik PKL dan persepsi dapat dianalisis secara deskriptif menggunakan persentase dan rata-rata. Kontribusi PKL terhadap ekonomi wilayah
dapat dianalisis menggunakan analisis regresi dan deskriptif, sedangkan analisis kebijakan dapat dilakukan secara deskriptif. Dengan alat-alat analisis ini
diharapkan didapatkan gambaran yang komprehensif terhadap PKL di kota Bogor. Hasil analisis di atas dapat dijadikan masukan dalam penyusunan strategi
penataan dan pemberdayaan PKL di kota Bogor. Namun demikian, penyusunan strategi juga seyogyanya memperhatikan faktor internal dan eksternal yang
berkembang di lingkungan pemerintah kota Bogor. Analisis SWOT dapat menangkap kedua faktor ini dan merumuskan strategi melalui matrik SWOT.
Strategi yang dihasilkan dalam analisis SWOT standar bersifat subyektif karena
83 ditentukan oleh peneliti.. Dalam penelitian ini, pembobotan faktor-faktor analisis
SWOT menggunakan teknik perbandingan berpasangan yang diakomodasi dari metode Analytical Hierarchy Process AHP berdasarkan opini berbagai pihak
wakil pemerintah kota, wakil dinas terkait, ahli dan pemerhati sektor informal dan akademisi. Kombinasi kedua metode ini sering disebut sebagai A’WOT dan
dapat menurunkan aspek subyektivitas dalam penetapan strategi. Melaui metode ini diharapkan dapat dihasilkan strategi penataan dan pemberdayaan PKL yang
pada gilirannya menghasilkan pembangunan perkotaan yang humanistik. Berdasarkan uraian di atas, kerangka pemikiran penelitian disusun sebagaimana
pada Gambar 11 .
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian