Ekonomi Wilayah Pembangunan Ekonomi Wilayah

14 masalah-masalah kemiskinan penduduk, tingkat pengangguran, dan perubahan- perubahan yang berarti atas penanggulangan masalah ketimpangan pendapatan”. Jika suatu negara telah mampu mengatasi masalah-masalah kemiskinan penduduk, tingkat pengangguran dan perubahan-perubahan yang berarti atas penanggulangan masalah ketimpangan pendapatan maka negara tersebut telah melakukan pembangunan. Jika salah satu dari ketiga masalah mendasar tersebut menjadi semakin buruk maka negara tersebut tidak bisa dikatakan melakukan pembangunan yang positif meskipun pendapatan perkapitanya mengalami peningkatan. Jadi pada intinya keberhasilan pembangunan ekonomi tidak hanya dengan mengukur atau melihat besarnya pendapatan nasional ataupun pendapatan per kapita saja, tetapi termasuk juga di dalamnya pemerataan disitribusi pendapatan di masyarakat.

2.1.2. Ekonomi Wilayah

Pembangunan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari kondisi suatu negara atau wilayah yang sangat mungkin berbeda-beda. Perbedaan tersebut menyebabkan kebijakan pembangunan ekonomi suatu negara atau wilayah harus berbeda-beda karena karakteristik spasial yang berbeda. Ilmu ekonomi wilayah membahas atau menganalisis kegiatan ekonomi suatu wilayah atau bagian wilayah secara keseluruhan atau melihat berbagai wilayah dengan potensinya yang beragam dan bagaimana mengatur suatu kebijakan yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi seluruh wilayah Tarigan, 2005 Teori regional adalah penjelasan tentang perilaku ekonomi di dalam ruang atau spasi, ekonomi regional adalah studi tentang perilaku ekonomi masyarakat dalam ruang di dalam suatu pengaturan spasial mengenai proses dan struktur ekonomi sebagai sub sistem dari perekonomian suatu negara Adisasmita 2005. Berdasarkan pendapat Tarigan dan Adisasmita di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi wilayah sebagai upaya untuk mengatasi masalah-masalah kemiskinan dan ketimpangan, tidak dapat berdiri sendiri atau terlepas dari perilaku ekonomi dalam ruang maupun spasialnya dan kaitan antar wilayah dengan sistem ekonomi di atasnya ekonomi nasional. 15

2.1.3. Pembangunan Ekonomi Wilayah

Pembangunan secara filosofis dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai altenatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Secara konseptual pembangunan adalah suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi dan pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada atau belum dilakukan sebelumnya Rustiadi et al, 2009. Menurut Todaro 2006, pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki yaitu kecukupan memenuhi kebutuhan pokok subsistence, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri self- esteem dan kebebasan freedom untuk memilih. Todaro 2006 berpendapat bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multi dimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusional, di samping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Pada hakekatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara material maupu n spiritual. Menurut Anwar 2001, perubahan total di atas secara incremental maupun paradigma adalah mengarahkan pembangunan kepada terjadinya pemerataan equity yang mendukung pertumbuhan ekonomi efficiency, dan berkelanjutan sustainability. Tanpa terjadinya pemerataan, efisiensi dan berkelanjutan maka pembangunan tersebut dapat menjadi bumerang bagi suatu wilayah. Di sisi lain, Jhingan 1983 menyatakan bahwa kemiskinan di suatu tempat merupakan bahaya bagi kemakmuran. Ketimpangan pendapatan yang terlalu jauh yang memungkinkan terjadi kemiskinan pada suatu wilayah dapat berkembang 16 pada pemiskinan wilayah-wilayah sekitarnya, yang ditandai dengan urbanisasi dan migrasi penduduk ke suatu wilayah secara terus-menerus dalam jumlah yang tidak terkendali, yang pada akhirnya menimbulkan kekumuhan dan kemiskinan di wilayah baru tersebut . Menurut Meier dan Baldwin dalam Jhingan 1983, pengkajian mengenai kemiskinan bangsa-bangsa bahkan terasa lebih mendesak dari pada pengkajian kemakmurannya. Prof. G. Myrdal dalam bukunya “Economic Theory and Underdevelopment Region “ mengatakan bahwa negara terbelakang seyogyanya tidak menerima tanpa kritik teori-teori ekonomi yang telah diwariskan, tetapi menyaring dan mencocokkan dengan kepentingan dan permasalahan sendiri, karena jika teori- teori tersebut hendak diterapkan tanpa kehati-hatian pada masalah yang dihadapi maka ia akan celaka Jhingan, 1983. Perlu menjadi perhatian serius bagi para pembuat kebijakan ekonomi adalah apa yang dikatakan Yujiro Hayami dalam bukunya “Development Economics From The Poverty to The Wealth of Nation” , bahwa 16 penduduk dunia ini mendapatkan 80 dari pendapatan dunia. Sebaliknya, 3.2 milyar penduduk atau hampir 60 dari populasi dunia, di negara-negara berpendapatan per kapita di bawah 700 mendapatkan 5 dari pendapatan dunia. Dengan demikian pelepasan diri dari kemiskinan melalui pembangunan ekonomi harus menjadi tujuan nasional bagi negara-negara berpendapatan rendah Hayami, 2001. Namun demikian, pengentasan kemiskinan bagi negara-negara berkembang bukan hanya diinginkan dalam konteks kemanusiaan tetapi juga diperlukan bagi negara-negara maju dimana kedamaian dan kesejahteraan sangat penting untuk menjaga stabilitas internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan pemahaman mengenai struktur dan mekanisme ekonomi pendapatan rendah Hayami, 2001.

2.2. Teori-Teori Lokasi

Dokumen yang terkait

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

7 70 295

Karakteristik dan permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) serta strategi penataan dan pemberdayaannya dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi wilayah di kota Bogor

1 43 649

Strategi Penataan Pedagang Kaki Lima di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor

1 15 207

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

0 29 145

POLA PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA SURAKARTA BERDASAR PADUAN KEPENTINGAN PKL, WARGA MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH KOTA

1 3 10

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 1 16

PENDAHULUAN STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkliwon).

0 1 8

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 2 17

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM PROGRAM RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN TAMAN PINANG.

3 35 100

DAMPAK SOSIAL EKONOMI PENATAAN LINGKUNGAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

0 0 9