199 ada di tempat atau lokasi PKL, kesanggupan mengosongkan atau mengembalikan
atau menyerahkan lokasi PKL kepada Pemerintah Kota tanpa syarat apapun apabila lokasi dimaksud sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Pemerintah Kota, dan
lokasi usaha tidak ditempati selama satu tahun. Hal lain yang diatur antara lain perpanjangan izin pasal 11; pajak dan
retribusi pasal 12; hak, kewajiban, dan larangan pasal 13, 14, dan pasal 15. Yang menarik adalah bahwa Perda ini juga mengatur tentang pembinaan,
pemberdayaan, dan pengembangan pasal 16; dan peran-serta masyarakat pasal 18. Selain itu, Perda juga mengatur tentang ketentuan pidana, bahwa setiap orang
yang melanggar ketentuan dalam pasal 2 ayat 2, pasal 3, pasal 4, pasal 5, pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 11, pasal 12, pasal 14 dan pasal 15, dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta yang dibayarkan langsung ke rekening kas daerah setelah ditetapkan oleh Hakim
Sidang Pegadilan Negeri Bogor. Sanksi administrasi diatur dalam pasal 20, 21, 22 dan 23.
Perda di atas sudah secara rinci dan lengkap mengatur pengelolaan PKL. Permasalahannya terletak pada implementasi yang melibatkan beberapa pihak
yang berhubungan dengan pengelolaan PKL. Selain itu, keterlibatan pihak-pihak lain yang berkepentingan juga perlu dianalisis. Sejauh ini tindakan yang
dilakukan Pemerintah Kota Bogor berupa penertiban penggusuran dan relokasi PKL sehingga implementasi Perda tersebut perlu dianalisis.
7.2. Pihak-pihak yang Terkait
Penataan PKL melibatkan secara langsung lembaga terkait yang tergabung dalam Tim Penataan PKL Kota Bogor, meliputi Satuan Polisi Pamong Praja
Satpol PP, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Disperindagkop, Dinas Tata Kota dan Pertamanan DTKP, Dinas Kebersihan dan Lingkungan
Hidup DLHK, serta Dinas Lalulintas dan Angkutan Jalan DLLAJ. Hasil analisis pada Bab 5 menunjukkan perlunya keterlibatan beberapa pihak
lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tabel 122 menjustifikasi beberapa hasil penelitian terdahulu dan hasil penelitian ini tentang keterlibatan
pihak selain yang disebutkan di atas.
200 Tabel 122. Perlunya Keterlibatan Pihak-pihak Lain
No. Peneliti
Judul Hasil
Analisis
1 ILO
2006 Indonesia :
Extension of Social Insurance Coverage
to the Informal Economy;
ILO Subregional Office for South
East Asia; Asian Decent Work
Decade; 2006-2015 Keterbatasan
jaring pengaman sosial bagi sektor
informal .
Perlunya melibatkan
dinas sosial
2 Straub
2003 Informal Sector: The
Credit Market Channel
Dengan menurun- kan ketergantung-
an PKL terhadap mekanisme kredit
informal akan berdampak
penting terhadap kesejahteraan.
Manfaat potensial program micro-
credit
bagi PKL. Perlunya
keterlibatan lembaga
keuangan seperti bank,
lembaga keuangan
mikro
3 The Ford
Foundation 2010
Roundtable on Microinsurance
Services in The Informal
Economy: The Role of
Microfinance Institutions
Beberapa lembaga pembiayaan
mikro, grup riset, akademisi, LSM,
lembaga networks dan akar rumput
bekerja sama membangun
mekanisme proteksi sosial
melalui layanan asuransi mikro
Perlunya keterlibatan
LSM, institusi akar rumput
dalam membangun
mekanisme perlindungan
sosial
4 Yahya et
al. 2003
Pemberdayaan Masyarakat Sektor
Informal di Perkotaan Studi
Kasus Pelaksanaan Proyek
Penanggulangan Kemiskinan di
Perkotaan [P2KP] di Kelurahan Kasin
Kecamatan Klojen Kota Malang
Proses pemberdayaan
melalui social learning
dengan media institusi
lokal yang dibentuk atas
prakarsa masyarakat
Perlunya keterlibatan
LSM
201
Hasil kajian literatur di atas menunjukkan perlunya keterlibatan pihak-pihak lain dalam pengelolaan PKL. ILO 2006
menemukan lemahnya jaring pengaman sosial bagi sektor informal termasuk PKL sehingga dalam
pengelolaan PKL membutuhkan peran serta dinas sosial. Straub 2003 menemukan manfaat potensial program micro-credit bagi PKL, sehingga peran
lembaga finansial penyedia kredit mikro juga diperlukan. Ford Foundation 2010 dan Yahya 2003 menunjukkan perlunya keterlibatan LSM dan institusi akar
rumput dalam membangun mekanisme perlindungan sosial. Dalam konteks hasil penelitian ini Bab 5, PKL rentan terhadap masalah
kesehatan, dengan demikian ada kebutuhan keterlibatan secara tidak langsung dari dinas kesehatan. Tabel 42 menunjukkan bahwa PKL lemah atau rendah dalam hal
pendidikan sehingga perlu juga melibatkan dinas pendidikan. Tabel 76 menunjukkan bahwa PKL rentan dalam jaminan asuransi tenaga kerja sehingga
perlu melibatkan pihak atau lembaga asuransi ketenagakerjaan. Dari analisis regresi pada Bab 6 diketahui bahwa pendapatan PKL tidak
berpengaruh terhadap tingkat pendidikan anggota keluarga dan tingkat kesehatan. Hal ini mengindikasikan bahwa kebanyakan PKL merasa tidak terlalu penting
untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Mereka menganggap sekolah cukup sampai tingkat SLTA, yang terlihat dari persentase terbesar pendidikan anggota
keluarga adalah SLTA. Dengan demikian diperlukan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya mencapai pendidikan yang lebih
tinggi. Analisis regresi memperlihatkan bahwa pendapatan PKL berpengaruh nyata
terhadap tingkat konsumsi rumah tangga, pendapatan bersih D16 menunjukkan nilai yang cukup besar, yang pada akhirnya dipergunakan untuk hal-hal konsumtif
dan bukan untuk invstasi. Kondisi demikian menyebabkan perlunya pemerintah memberikan penyuluhanpemberdayaan kepada mereka untuk merubah pola pikir
agar mempunyai keinginan untuk meningkatkan status usahanya. Tidak sedikit PKL yang berfikiran maju dan berhasil menjadi pengusaha formal yang cukup
besar. Karenanya dalam rangka pemberdayaan diperlukan keterlibatan akademisi serta keterlibataan LSM yang terkait.
202
7.3. Implementasi Perda PKL di Bogor