Keberadaan Usaha di Tempat Lain B4 Pemilihan Lokasi B5

142

5.3.4. Keberadaan Usaha di Tempat Lain B4

Eksplorasi lebih lanjut terhadap pernah-tidaknya responden berusaha atau berjualan di tempat lain menunjukkan bahwa mayoritas responden 55,00 pernah berjualan di tempat lain dan sisanya 45,00 belum pernah berusaha di tempat lain. Dengan kata lain mereka berpindah ke lokasi sekarang. Perpindahan ini karena penggusuran, lokasi yang lebih ramai dan menguntungkan, lebih dekat dengan tempat tinggal atau alasan-alasan lain. Hasil analisis pernah-tidaknya responden berusaha atau berjualan di tempat lain disajikan pada Tabel 70. Tabel 70. Pernah-Tidaknya Responden Berusaha atau Berjualan di Tempat Lain No. Pernah Usaha di Tempat Lain Jumlah Persen 1. Ya 66 55,00 2. Tidak 54 45,00 Total 120 100,00 Sumber : Data primer 2011 diolah

5.3.5. Pemilihan Lokasi B5

Keberhasilan usaha PKL sangat tergantung pada keputusan pemilihan lokasi. Untuk mengetahui kisaran jawaban yang lebih luas, maka responden dapat menjawab lebih dari satu jawaban. Hasil analisis faktor pemilihan lokasi disajikan pada Tabel 71. Tabel 71. Alasan Pemilihan Lokasi Seluruh Sampel No. Alasan Memilih Lokasi Jumlah Persen 1. Ramaisering dikunjungi pembeli 80 44,44 2. Pendapatan memuaskan 17 9,44 3. Biaya transportasi murahdekat rumah 33 18,33 4. Berkumpul dengan usaha sejenis 10 5,56 5. Tidak mampu beli kios 25 13,89 6. Kios resmi penuh 3 1,67 7. Lainnya 12 6,67 Total 180 100,00 Sumber : Data primer 2011 diolah Hasil analisis pada Tabel 71 menunjukkan bahwa mayoritas responden 44,44 memilih lokasi dengan pertimbangan ramai atau sering dikunjungi pembeli. Urutan berikutnya adalah biaya transportasi murahdekat rumah 18,33 , tidak 143 mampu membeli kios 13,89 , pendapatan memuaskan 9,44 , pertimbangan lainnya 6,67 , berkumpul dengan usaha sejenis 5,56 , dan kios resmi penuh 1,67 . Pertimbangan ramai atau sering dikunjungi pembeli paling banyak menjadi alasan responden. Hal ini berkaitan dengan salah satu fungsi pemasaran, yaitu mendekatkan komoditi pada konsumen place utility. Dengan demikian, aktivitas kegiatan perdagangan sektor informal akan hadir di lokasi-lokasi keramaian seperti pada kawasan perdagangan, perkantoran, pendidikan, perumahan, dan lokasi-lokasi strategis lainnya. Bromley dalam Manning dan Effendi 1996 menggunakan studi pedagang sektor informal di Cali, Colombo, menyatakan bahwa para pedagang sektor informal dijumpai di semua sektor kota, terutama berpusat di tengah kota dan pusat-pusat hiburan lainnya ketika ada pertunjukan, sehingga menarik sejumlah besar penduduk. Kecenderungan penggunaan ruang kota bagi aktivitas usaha PKL tidak lepas dari keberadaan sektor formal di suatu lokasi. McGee dan Yeung 1977 menyatakan bahwa pada umumnya PKL cenderung berlokasi secara mengelompok pada area yang memiliki tingkat intensitas aktivitas yang tinggi, seperti pada simpul-simpul jalur transportasi atau lokasi-lokasi yang memiliki aktivitas hiburan, pasar, maupun ruang terbuka. Studi yang dilakukan oleh Joedo 1977 dalam Widjajanti 2000 menemukan bahwa lokasi yang diminati aktivitas perdagangan sektor informal, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1. Terdapat akumulasi orang yang melakukan kegiatan bersama-sama pada waktu yang relatif sama sepanjang hari. Ciri ini bisa kita jumpai di lokasi- lokasi perdagangan, pendidikan, dan perkantoran. 2. Berada pada kawasan tertentu yang merupakan pusat kegiatan perekonomian kota dan pusat non ekonomi perkotaan, tetapi sering dikunjungi dalam jumlah besar. Kondisi ini merupakan ciri dari lokasi-lokasi wisata atau ruang- ruang rekreatif kota, seperti taman kota dan lapangan olah raga yang biasa ramai di hari libur. 3. Mempunyai kemudahan untuk terjadinya hubungan antara pedagang dengan calon pembeli, walaupun dilakukan dalam ruang yang relatif sempit. 144 4. Tidak memerlukan ketersediaan fasilitas dan utilitas pelayanan umum. Transportasi murahdekat rumah juga menjadi pertimbangan responden dalam memilih lokasi usaha. Hasil penelitian Rachbini dan Hamid 1994 mengenai PKL di Jakarta dan Surabaya mengemukakan bahwa ada korelasi yang tinggi antara tingkat mobilitas tempat usaha dengan mobilitas tempat tinggal. Dengan kata lain mobilitas tempat tinggal terjadi karena mobilitas tempat usaha dan bukan sebaliknya. Massa pedagang dan jasa informal harus mengikuti dan bertempat tinggal di mana saja dan ke mana gerobak alat dagangannya akan dipangkalkan. Mereka harus dekat dengan tempat usaha. Jika tidak, mereka akan dililit oleh masalah ongkos transportasi dan kesulitan-kesulitan lain menyangkut cara membawa dan menyimpan alat-alat usahanya. Dalam teori lokasi yang mengemukakan tentang transportasi disebutkan bahwa penting untuk menentukan lokasi sehingga diperoleh biaya angkutan minimum Djojodipuro, 1992. Hal ini berkaitan pula dengan ketersediaan sarana transportasi, baik bagi PKL bersangkutan maupun bagi pembelikonsumen. Aktivitas perekonomian kota umumnya merupakan tempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan pelaku kegiatan.

5.3.6. Jenis Barang Dagangan B6

Dokumen yang terkait

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

7 70 295

Karakteristik dan permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) serta strategi penataan dan pemberdayaannya dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi wilayah di kota Bogor

1 43 649

Strategi Penataan Pedagang Kaki Lima di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor

1 15 207

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

0 29 145

POLA PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA SURAKARTA BERDASAR PADUAN KEPENTINGAN PKL, WARGA MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH KOTA

1 3 10

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 1 16

PENDAHULUAN STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkliwon).

0 1 8

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 2 17

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM PROGRAM RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN TAMAN PINANG.

3 35 100

DAMPAK SOSIAL EKONOMI PENATAAN LINGKUNGAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

0 0 9