Fluktuasi Usaha Pengeluaran Aspek Keuangan dan Lain-Lain

165 Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi ditunjuk untuk memberikan ijin penggunaan lokasi, pembinaan dan penataan PKL. Pemerintah Kota Bogor mewajibkan pembayaran restribusi pemakaian kekayaan daerah, restribusi pelayanan sampah dan bagi PKL kuliner wajib membayar pajak restoran, tetapi tidak mewajibkan pembayaran lapak atau tempat usaha.

5.5.5. Fluktuasi Usaha

Tingkat pendapatan PKL rata-rata per hari tergantung pada waktu. Pada hari- hari biasa, tingkat pendapatan mereka sangat minim, tetapi pada hari libur atau pada waktu ada keramaian, tingkat pendapatan mereka akan naik tajam. Untuk mengetahui fluktuasi kegiatan usaha PKL pada ketiga tipologi, responden diminta memberikan penilaian terhadap kegiatan usahanya selama 12 bulan terakhir D11. Dalam penilaian ini, responden memberikan nilai 1 untuk bulan dengan minimum kegiatan, 2 untuk rata-rata dan 3 untuk kegiatan maksimal. Hasil analisis fluktuasi usaha disajikan pada Gambar 13. Gambar 13. Fluktuasi Kegiatan PKL selama 12 Bulan Terakhir Sumber : Data primer 2011 diolah Dari Gambar 13 nampak bahwa kegiatan PKL sangat fluktuatif setiap bulannya. Pada bulan Januari kegiatan berlangsung di atas rata-rata, kemungkinan terkait dengan meningkatnya kebutuhan di awal tahun. Pada bulan Pebruari mengalami penurunan drastis dan mulai meningkat lagi sampai Mei dan puncaknya dicapai pada bulan Desember akhir tahun. Analisis menggunakan regresi linier menghasilkan persamaan y = 0.004x + 2.002 R 2 = 0.057 dengan 166 nilai R 2 = 0,057 kecil dan datar. Hal ini dapat diartikan bahwa sebenarnya kegiatan tersebut berada di sekitar angka rata-rata tertentu sepanjang tahun.

5.5.6. Pengeluaran

Analisis lebih mendalam tentang kondisi keuangan dilakukan terhadap komponen pengeluaran yang terdiri dari biaya operasional, biaya resmi dan biaya tidak resmi. Penilaian dilakukan per hari dan dikonversi menjadi per bulan karena beberapa komponen dibayarkan bulanan. Selain itu juga dilakukan pembagian antara perhitungan yang menggunakan tenaga kerja dan bonus dengan yang tanpa biaya tenaga kerja dan bonus. Pembedaan ini diperlukan terkait hasil pada Tabel 85, dimana hanya sebagian PKL yang menggunakan tenaga kerja, sementara mayoritas tidak menggunakan tenaga kerja. Bila PKL menggunakan tenaga kerja maka komponen bonus akan dimasukkan dan sebaliknya jika tidak. Hasil analisis rata-rata item pengeluaran responden disajikan pada Tabel 97. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran PKL yang menggunakan tenaga kerja adalah Rp 4.601.342,- dan yang tidak menggunakan tenaga kerja sebesar Rp 2.525.820,-. Pada PKL yang menggunakan tenaga kerja, komponen terbesar pengeluaran adalah upah dan gaji pekerja yaitu sebesar 27,09 , sedangkan pada PKL yang tidak menggunakan tenaga kerja komponen terbesar adalah kuli angkut yaitu 22,78 . Pengamatan lebih mendalam menunjukkan bahwa komponen biaya resmi kebersihan dan restribusi lebih kecil dibandingkan biaya tidak resmi keamanan. Hasil ini mengindikasikan bahwa banyak pihak luar yang mengambil keuntungan dari keberadaan PKL. Biaya keamanan yang dimasukkan ke dalam komponen tidak resmi dapat berupa biaya untuk preman, satpam setempat, oknum satpol PP, oknum desa atau kecamatan dan sebagainya. Istilah keamanan dapat merujuk pada pengertian keamanan dari pencurian, tindakan penggusuran dan sebagainya. Implikasi bagi kebijakan adalah seharusnya biaya tidak resmi dapat diturunkan atau dihilangkan agar PKL mendapat keuntungan yang layak dan jika perlu dikonversi ke biaya resmi sehingga pendapatan pemerintah lebih besar untuk tujuan pembangunan. 167 Tabel 97. Rata-rata Pengeluaran Bulanan Responden No. Komponen Biaya Dengan Tenaga dan Bonus Rp Tanpa Tenaga dan Bonus Rp Biaya Operasional 1. Upah dan gaji pekerja 1.246.522 27,09 - - 2. Jaminan sosial asuransi yang berhubungan dengan pekerja, misalnya : jamsostek, asuransi jiwa dan kesehatan jika ada 615.000 13,37 3. Bonus pekerja 214.000 4,65 4. Minyak tanahLPG 243.172 5,28 243.172 9,63 5. Air 98.333 2,14 98.333 3,89 6. Listrik 78.696 1,71 78.696 3,12 7. Sewa tempat lapak dan peralatan 193.588 4,21 193.588 7,66 8. Transportasi 357.807 7,78 357.807 14,17 9. Makan 508.750 11,06 508.750 20,14 10. Komunikasi HP, telp. 166.750 3,62 166.750 6,60 11. Kuli angkut 575.455 12,51 575.455 22,78 12. Biaya perbaikan dan pemeliharan fasilitas usaha 166.583 3,62 166.583 6,60 Biaya Resmi 13. Kebersihan 46.686 1,01 46.686 1,85 14. Retribusi 90.000 1,96 90.000 3,56 Biaya Tidak Resmi 15. Keamanan 480.000 10,43 480.000 19,00 Total 4.601.342 100,00 2.525.820 100,00 Sumber : Data primer 2011 diolah Usaha PKL menjadi mata pencaharian utama bagi mereka yang terlibat di dalamnya. Untuk mengetahui keuntunganprofit PKL maka responden diberi pertanyaan mengenai berapa besar penghasilan yang dibawa pulang D16, yang dalam konteks ekonomi dapat dikatakan sebagai net profit atau pendapatan bersih. Dengan kelemahan PKL yang tidak memiliki pembukuan yang jelas Tabel 93 maka mereka tidak melakukan perhitungan profit bulanan, tetapi profit harian. Dengan demikian maka pengukuran terhadap pertanyaan tersebut adalah harian, yang hasil analisisnya disajikan pada Tabel 98. 168 Tabel 98. Penghasilan Yang dibawa Pulang Harian No. Tipologi Penghasilan Yang dibawa Pulang Harian Rata-rata Rp 1. Pasar tumpah 85.132 2. Pasar sayur malam 81.500 3. Pasar kuliner 110.485 Sumber : Data primer 2011 diolah Penghasilan yang dibawa pulang harian adalah saldo uang atau kas harian setelah dikurangi pengeluaran-pengeluaran dan modal operasional harian atau harga beli barang yang terjual penghasilan harian yang dibawa kerumah. Analisis terhadap tiga tipologi yang dikaji menunjukkan tipologi pasar kuliner memiliki pendapatan bersih rata-rata tertinggi yaitu sebesar Rp 110.485,- diikuti oleh pasar tumpah Rp 85.132,- dan pasar sayur malam Rp 81.500,-. Hasil ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Suharto 2003 yang mengkaji sektor informal di Bandung, dimana sektor informal dibagi menjadi sektor pangan, barang dan jasa. Kisaran pendapatan yang digunakan adalah interval Rp 10.000,- dari mulai kisaran terendah Rp 0,- sampai Rp 10.000,- hingga kisaran tertinggi lebih dari Rp 40.000,-. Suharto 2003 menemukan bahwa sektor barang pasar tumpah dan sayur malam memiliki pendapatan lebih tinggi dibandingkan sektor pangan dalam hal ini pasar kuliner. Perbedaan ini terkait dengan perbedaan nilai uang tahun 2002 dan tahun 2011 dimana penelitian ini berlangsung. Penghasilan yang dibawa pulang harian rata-rata di atas tidak dapat diartikan bahwa tipologi pasar kuliner lebih menguntungkan dibandingkan dua tipologi lainnya. Hasil di atas bersifat deskriptif dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut terkait dengan kelayakan usaha menurut tipologi PKL. Studi kelayakan akan lebih baik jika memperhitungakan resiko dengan menggunakan analisis sensitivitas. Mengingat tidak adanya data yang valid dari Pemerintah Kota Bogor maka studi tersebut sebaiknya menggunakan data primer dengan jumlah sampel lebih besar. Sebagian besar penghasilan yang dibawa pulang digunakan untuk kebutuhan konsumsi dan pengeluaran rumah tangga lainnya. Dalam penelitian ini pengukuran pengeluaran rumah tangga didekati dengan kebutuhan konsumsi harian karena konsumsi merupakan komponen terbesar pengeluaran rumah 169 tangga. Hasil analisis pengeluaran rumah tangga D17 disajikan pada Tabel 99. Tabel 99. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga RT Harian No. Tipologi Pengeluaran Konsumsi RT Harian Rata-rata Rp 1. Pasar tumpah 36.711 2. Pasar sayur malam 30.000 3. Pasar kuliner 35.900 Sumber : Data primer 2011 diolah Hasil analisis menunjukkan bahwa pengeluaran konsumsi harian rata-rata pasar tumpah Rp 36.711,- lebih besar dibandingkan pasar kuliner Rp 30.000,- dan pasar sayur malam Rp 35.900,-. Namun demikian, jumlah pengeluaran konsumsi sebenarnya tergantung pada jumlah anggota keluarga. Semakin banyak tanggungan keluarga maka akan semakin besar pengeluaran konsumsi yang diperlukan. Kombinasi Tabel 98 dan Tabel 99 menghasilkan pendapatan bersih Penghasilan – Konsumsi RT harian PKL di kota Bogor Tabel 100. Tabel 100 menunjukkan bahwa pasar kuliner memiliki pendapatan bersih harian tertinggi Rp 74.585,- dibandingkan pasar sayur malam Rp 51.500,- dan pasar tumpah Rp 48.421,-. Perhitungan ini masih kasar karena belum dikurangi pengeluaran- pengeluaran lain, tetapi setidaknya mengindikasikan bahwa usaha PKL mampu memberikan pendapatan yang mencukupi bagi para pelakunya. Tabel 100. Pendapatan bersih PKL Harian Rata-rata No. Tipologi Rerata Pendapatan Rp Rerata Konsumsi Rumah Tangga Rp Net Rp 1. Pasar tumpah 85.132 36.711 48.421 2. Pasar sayur malam 81.500 30.000 51.500 3. Pasar kuliner 110.485 35.900 74.585 Sumber : Data primer 2011 diolah

5.6. Permasalahan dan Prospek

Dokumen yang terkait

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

7 70 295

Karakteristik dan permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) serta strategi penataan dan pemberdayaannya dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi wilayah di kota Bogor

1 43 649

Strategi Penataan Pedagang Kaki Lima di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor

1 15 207

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

0 29 145

POLA PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA SURAKARTA BERDASAR PADUAN KEPENTINGAN PKL, WARGA MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH KOTA

1 3 10

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 1 16

PENDAHULUAN STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkliwon).

0 1 8

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 2 17

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM PROGRAM RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN TAMAN PINANG.

3 35 100

DAMPAK SOSIAL EKONOMI PENATAAN LINGKUNGAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

0 0 9