Usaha Produktif Pengertian dan Definisi Sektor Informal

27 keberlangsungan pendapatannya, 2 Adanya transfer pengetahuan baru bagi masyarakat, baik ilmu produksi, organisasi, manajemen maupun pemasaran, dapat diartikan sebagai pengembangan sumber daya manusia dan 3 Keterlibatan institusi-institusi pembangunan menjamin adanya transfer pengetahuan yang lebih luas bagi masyarakat lokal dan menjamin adanya proses pembelajaran masyarakat.

2.3.2. Usaha Produktif

Seringkali terjadi salah kaprah di kalangan birokrat tingkat pemerintahan daerah dalam mengartikan apa yang dimaksud dengan usaha produktif, sehingga terdapat beberapa sektor usaha yang seolah-olah tidak merupakan usaha produktif. Hal ini mengakibatkan sektor tersebut seringkali agak terpinggirkan dalam konteks pembangunan ekonomi. Oleh karenanya maka untuk menyamakan persepsi, terlebih dahulu perlu melihat pengertian dari produksi itu sendiri. Adapun yang dimaksud dengan produksi dalam ekonomi merupakan kegiatan manusia untuk menciptakan dan menambah nilai atau kegunaan suatu barang atau jasa dengan cara mengubah bentuk ataupun tidak Assauri, 1999. Kegunaan dibedakan atas dasar bentuk, tempat, waktu dan pemilikan, sehingga usaha perdagangan barang dan jasa pun merupakan usaha yang produktif.

2.3.3. Pengertian dan Definisi Sektor Informal

Tinjauan mengenai sektor informal diawali dari dikotomi pemahaman antara ekonomi informal versus ekonomi formal economy yang telah banyak mendapatkan kritikan. Hal ini terutama disebabkan karena adanya kesulitan dalam membuat batasan yang jelas antar kedua tipe ekonomi ini. “Sektor informal” bukanlah benar-benar suatu sektor seperti yang lazimnya dipahami dalam konteks formal seperti sektor pertanian, finansial, manufakturing dan sebagainya, bahkan aktivitas informal terdapat pada beberapa sektor ekonomi. Oleh karenanya, istilah “ekonomi informal” semakin banyak digunakan dibandingkan istilah sektor informal. Lemahnya batasan yang jelas antar ekonomi formal dan informal terjadi karena beberapa kriteria atau kondisi yang digunakan untuk membedakan apakah suatu aktivitas ekonomi dipandang sebagai formal atau informal. Di antara kriteria ini adalah status administratif dari aktivitas ekonomi terdaftar atau tidak, 28 teregulasi atau tidak, status legal legal-ilegal, penerimaan melalui norma-norma bersama, kepermanenannya permanen atau tidak permanen, memiliki domisili yang tetap atau tidak, status membayar pajak pembayar pajak-bukan pembayar pajak, komprehensivitas organisasi terstruktur-tidak terstruktur dan beberapa kondisi lainnya URDI, ILO 2005. Konsep “sektor informal“ diperkenalkan oleh Keith Hart, ahli ekonomi dari Inggris yang melakukan penelitian tentang kegiatan ekonomi di daerah perkotaan Ghana Nurul 2009. ILO membedakan sektor informal dengan sektor formal dilihat dari sisi apa yang ada di kedua sektor tersebut. Istilah ini mengacu pada kegiatan-kegiatan ekonomi berskala kecil dan tidak terdaftar ILO, 2002 dalam Nurul, 2009. Istilah “ekonomi informal” kemudian diperkenalkan sebagai istilah baru yang mengikutsertakan tipe-tipe kesempatan kerja informal yang tidak tercakup dalam definisi statistik ”sektor informal”. Istilah baru ini mencakup, baik unit usaha maupun hubungan kerja ILO, 2002 dalam Nurul, 2009. Dalam konteks yang berbeda dan menggunakan perspektif yang berbeda, sektor informal dikenal dengan beberapa nama. Sektor ini sering disebut sebagai ekonomi informal, ekonomi tidak teregulasi, sektor tidak terorganisasi atau lapangan kerja tidak teramati. Tipikal sektor ini menunjukkan unit ekonomi dan pekerja yang terlibat dalam beragam aktivitas komersil dan pekerjaan di luar realisme pekerjaan formal Williams dan Windebank, 1998 dalam Suharto, 2003. Di sebagian negara-negara maju dan berkembang aktivitas sektor informal tidak dimasukkan ke dalam statistika lapangan kerja nasional Suharto, 2003. Dalam upaya membawa sektor ini untuk mendapat perhatian nasional dan menghilangkan ketakutan akan tingginya level pengangguran, sekarang sudah umum di beberapa negara maju dan berkembang memasukkan sektor informal ke dalam figur nasional Fortes et al, 1989; Williams Windebank, 1998. Karena aktivitasnya yang sebagian besar tidak tercatat dan tidak terdaftar dalam neraca pendapatan nasional, maka sektor ini tetap dianggap tidak penting dan tidak tersentuh. Bahkan jika aktivitas ini terdaftar, dalam banyak hal sektor informal tidak mengikuti regulasi perlindungan tenaga kerja, provisi jaminan kerja, dan tindakan proteksi di tempat kerja ILO, 1998; UNDP, 1997; Williams Windebank, 1998. 29 Ekonomi informal - dengan PKL sebagai wajah utamanya - dikenal dengan beragam nama dan definisi. Ekonomi ini disebut sebagai irregular economy Ferman dan Ferman, 1973, subterranean economy Gutmann, 1977, underground economy Simon dan Witte, 1982; Houston, 1987, black economy Dilnot Morris, 1981, shadow economy Frey, Weck Pommerehen, 1982; Cassel Cichy, 1986 dan informal economy McCrohan Smith, 1986. Beberapa media juga memberikan istilah beragam seperti invissible economy, hidden economy, submerged economy, irregular economy, non official economy, unrecorded economy atau clandestine economy US Department of Labor, 1992. Selain keberagaman definisi dan istilah ini, batas antara ekonomi formal dan informal juga cenderung kabur. Kondisi ini terkait tiga hal. Pertama, karena beberapa kriteria atau kondisi yang dapat digunakan untuk membedakan apakah suatu aktivitas ekonomi dipandang sebagai formal atau informal. Kedua, beberapa aktivitas ekonomi di negara berkembang menunjukkan kombinasi dari kondisi tersebut. Misalnya, aktivitas ekonomi tertentu bisa jadi memiliki domisili yang jelas, terdaftar pada salah satu badan pemerintah, dan secara teratur membayar retribusi tertentu, membayar fee untuk layanan pemerintah tertentu namun masih dipandang sebagai informal karena tidak adanya status legal. Ketiga, keterkaitan yang kuat antara ekonomi informal dan formal. Beberapa aktivitas ekonomi informal seperti industri rumah tangga kecil menyalurkan produknya ke kesatuan bisnis formal, dengan atau tanpa kontrak formal. Beberapa pemilik properti komersil formal “mengijinkan” penyedia makanan informal untuk berjualan di propertinya agar dapat menyediakan makanan bagi pegawai atau konsumennya. Juga ada PKL atau usaha kecil yang dijalankan dari bawah oleh bisnis yang dari besaran ekonominya tidak dapat dipandang sebagai usaha kecil dan sebaiknya dipandang menjadi entitas ekonomi formal. Lee dan Eyraud 2007 yang mengkaji perubahan kondisi lapangan kerja di Asia dan Pasifik menyimpulkan bahwa lapangan kerja di Asia semakin “terinformalkan”. Di Indonesia sendiri, ekonomi informal tumbuh pesat selama beberapa tahun terakhir seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. 30 Tabel 4. Lapangan Kerja menurut Aktivitas Ekonomi di Indonesia Ekonomi Tahun dalam 1996 1998 2000 2002 2004 2006 Formal 37.2 34.6 35.1 30.4 30.3 30.2 Informal 62.8 65.4 64.9 69.6 69.7 69.8 Sumber : Lee dan Eyraud 2007 Data ini mengindikasikan bahwa dalam satu dekade terakhir, lapangan kerja sektor formal menunjukkan tren semakin menurun, sedangkan lapangan kerja informal menunjukkan tren semakin meningkat. Tren ini terjadi khususnya karena kegagalan ekonomi formal dalam menyerap pengangguran dan yang belum bekerja termasuk meningkatnya angkatan kerja baru. Uraian di atas menunjukkan bahwa sektor informal mencakup berbagai sektor dalam perekonomian, seperti sektor informal di sektor pertanian, manufaktur, perdagangan barang dan jasa, dan sebagainya sehingga penggunaan istilah sektor informal dapat menimbulkan kerancuan dalam pengertiannya yang selanjutnya berimplikasi pada penataan dan pemberdayaannya. Demikian pula halnya jika untuk sektor informal digunakan istilah atau nama ekonomi informal. Jika digunakan istilah atau nama ekonomi maka pengertiannya akan sangat luas, padahal bukan itu maksud dari istilah sektor informal Wiliams Windebanki, 1998; Suharto, 2003.

2.3.4. Pedagang Kaki Lima PKL

Dokumen yang terkait

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

7 70 295

Karakteristik dan permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) serta strategi penataan dan pemberdayaannya dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi wilayah di kota Bogor

1 43 649

Strategi Penataan Pedagang Kaki Lima di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor

1 15 207

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

0 29 145

POLA PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA SURAKARTA BERDASAR PADUAN KEPENTINGAN PKL, WARGA MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH KOTA

1 3 10

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 1 16

PENDAHULUAN STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkliwon).

0 1 8

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 2 17

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM PROGRAM RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN TAMAN PINANG.

3 35 100

DAMPAK SOSIAL EKONOMI PENATAAN LINGKUNGAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

0 0 9