Implementasi Perda PKL di Bogor

202

7.3. Implementasi Perda PKL di Bogor

Implementasi Perda PKL dapat dilihat pada Tabel 113. Tabel tersebut menunjukkan bahwa sejauh ini pengelolaan PKL di kota Bogor masih berupa penertiban penggusuran danatau relokasi. Contoh lokasi yang ditertibkan adalah di depan Polwil Bogor. Di tempat tersebut selanjutnya dibangun pot-pot bunga, pagar besi yang ditumbuhi tanaman, dan pemasangan pengumuman Perda PKL. Cara ini bertujuan agar masyarakat mengetahui bahwa peruntukan lokasi tersebut bukan untuk PKL. Tabel 123. Beberapa Tindakan Pemerintah Kota Bogor terhadap PKL di beberapa Lokasi No. Lokasi Penataan Pelaksa naan Tindakan Hasil Analisis 1. Jalan MA Salmun, Dewi Sartika, dan Nyi Raja Permas Nopem ber 2007 • 4.000 PKL ditata dan dipindahkan ke lokasi lain • Mengembali-kan fungsi jalan seperti semula sebagai jalan raya dua jalur. • Membuat pot-pot bunga dan pagar besi yang ditumbuhi tanaman, memperbaiki badan jalan yang berlubang, serta memasang rambu dan mengatur arus lalulintas Kondusif Sejumlah PKL tetap berjualan di Jalan MA Salmun, Dewi Sartika, dan Nyi Raja Permas, meskipun jumlahnya tidak sebanyak sebelum ditertibkan dan belum mengguna- kan lapak berkonstruksi kayu. PKL di bawah awning di Jalan Nyi Raja Permas, sudah penuh kembali seperti sebelumnya 2. Taman Kencana Maret 2009 20 bangunan terpaksa dibongkar paksa puluhan petugas Satpol PP tanpa perlawanan Lokasi eks PKL berubah menjadi taman publik Sejumlah PKL berpindah ke sekitar kampus IPB Taman Kencana Sumber : BogorPlus.com Hasil analisis dan pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa untuk lokasi penataan Jalan MA Salmun, Dewi Sartika, dan Nyi Raja Permas, sebanyak 4.000 203 PKL ditata dan dipindahkan ke lokasi lain. Penataan ini tanpa perlawanan karena sudah dilakukan sosialisasi sejak awal. Namun demikian, setelah beberapa minggu penataan, sejumlah PKL kembali berjualan. Dewasa ini, jumlah PKL di Jalan MA Salmun, Dewi Sartika, dan Nyi Raja Permas tidak sebanyak sebelum ditertibkan dan belum menggunakan lapak berkonstruksi kayu, sedangkan di Jalan Nyi Raja Permas PKL di bawah awning sudah penuh kembali seperti sebelumnya. Pengamatan ini menunjukkan bahwa implementasi Perda melalui penggusuran dan relokasi belum mencapai hasil optimal dan tidak ada tindak lanjut dalam hal pemantauan PKL untuk tidak kembali ke lokasi yang sudah ditertibakan. Tindakan penggusuran pada dasarnya bukan merupakan solusi yang efektif meski tindakan tersebut dibenarkan oleh Perda. Penggusuran juga dilakukan pada tahun 2009 di Taman Kencana. Sebanyak 20 bangunan terpaksa dibongkar paksa puluhan petugas Satpol PP tanpa perlawanan, dan lokasi tersebut dirubah menjadi taman publik. Berdasarkan pengamatan di lapangan diketahui bahwa sebenarnya PKL bukan hilang tetapi berpindah ke lokasi di sekitar kampus IPB Taman Kencana dan masih menempati badan-banda jalan. Hal ini menunjukkan bahwa penggusuran bukan penyelesaian terbaik karena inti permasalahan PKL masih belum tersentuh kebijakan. Dalam menganalisis apa yang sudah dilakukan terhadap PKL di kota Bogor adalah perlu membandingkan dengan tindakan-tindakan yang sudah dilakukan di beberapa kota di Indonesia. Hasil perbandingan program dan pendekatan terhadap pengelolaan PKL di beberapa kota di Indonesia disajikan pada Tabel 124. Sama seperti kota Bogor, kota-kota besar dan metropolitan seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, dan Makassar masih menggunakan program penggusuran PKL dan relokasi ke tempat yang kurang strategis. Berbeda dengan keenam kota besar tersebut, Bogor tidak menerapkan retribusi yang mahal untuk sewa tempat. Kota-kota kecil seperti Blitar dan Kendari hanya melakukan relokasi PKL ke lokasi kurang strategis. Blitar menerapkan langkah lebih konkrit yaitu mengelola PKL melalui penyediaan tenda-tenda khusus sehingga PKL lebih tertata rapi. 204 Tabel 124. Program dan Pendekatan Pengelolaan PKL di Beberapa Kota di Indonesia Program dan Pendekatan Metropolitan dan Kota Besar Kota Menengah Kota Kecil N egat if Jaka rt a S ur aba ya B andung S em ar ang M eda n M aka ss ar B ogor B al ikpa pa n B lita r K enda ri Menggusur • • • • • • • ฀ ฀ ฀ Relokasi ke lokasi tidak strategis • • • • • • • ฀ • • Retribusi mahal untuk sewa tempat • • • • • • ฀ ฀ ฀ ฀ Keterangan: • = ada indikasi dukungan pemerintah kota ฀ = Tidak ada indikasi dukungan pemerintah kota Sumber : Kosasih 2007 Hasil analisis yang dilakukan Kosaih 2007 tersebut juga menunjukkan indikasi dukungan kepada pelaku ekonomi informal, baik dari pemerintah, swasta maupun LSM, walau umumnya masih bersifat parsial case-by-case. Skala dukungan juga tidak sebanding dengan skala permasalahan yang luar biasa besar sehingga kebijakan yang disusun belum menyentuh akar permasalahan yang dihadapi PKL. Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa kebijakan yang dilakukan di kota Bogor masih belum efektif dan efisien dalam mengelola PKL. Program atau pendekatan yang digunakan seharusnya mempertimbangkan terciptanya “enabling environment” yang dapat memberikan peluang bagi semua orang yang paling miskin sekalipun, baik warga maupun pendatang untuk mencari sumber penghidupan guna meningkatkan kesejahteraan tanpa merugikan orang lain. Disamping aspek ketertiban, keindahan, dan kenyamanan publik, penanganan PKL yang dilakukan harus tetap mempertimbangkan aspek kebutuhan ekonomi masyarakat, baik kepentingan pelaku PKL maupun kepentingan masyarakat konsumen. Konsep yang digunakan adalah konsep penataan dan penertiban. Hasil yang dicapai sejauh ini belum signifikan sehingga situasi dan kondisi PKL dalam kota relatif belum beranjak dari tahun-tahun sebelumnya. PKL masih memadati kawasan seputar pasar, terutama Pasar Kebon Kembang dan Pasar Bogor, karena tingginya aktivitas perekonomian di kawasan tersebut. Lokasi yang 205 juga dipadati PKL adalah seputar Air Mancur, Jembatan Merah, Jalan Pajajaran, Jalan Dewi Sartika, dan Jalan Surya kencana. Penertiban yang telah dilakukan sejauh ini lebih dititikberatkan pada upaya mengurangi gangguan PKL terhadap kelancaran lalu lintas dan pejalan kaki sehingga seperti Jalan MA Salmun, Jalan Merdeka, Jalan Dewi Sartika, dan Jalan Surya kencana bisa dilalui kendaraan. Pada beberapa kawasan yang berhasil dibebaskan dari PKL telah dibuat taman dan pagar untuk mencegah kembalinya PKL ke lokasi tersebut. Kegiatan penertiban PKL memang menjadi tantangan tersendiri di tengah belum idealnya jumlah personil Satpol PP dibandingkan jumlah penduduk. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaran Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa 1 orang Satpol PP melayani 400 orang penduduk. Dari ketentuan tersebut terlihat bahwa jumlah personil Satpol PP di kota Bogor masih belum ideal. Pada tahun 2010 nilai rasio hanya mencapai 0,025 atau satu orang personil Satpol PP melayani 3.975 penduduk. Dari hasil penelitian diketahui bahwa kesemrawutan yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh PKL, tetapi juga karena ketidak-konsistenan, ketidak-tegasan, persiapan yang kurang matang, kurangnya sosialisasi peraturan dari fihak pemerintah, serta banyaknya oknum yang memanfaaatkan keberadaan PKL untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Beberapa contoh kegagalan pemerintah dalam melaksanakan peraturan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat, adalah sebagai berikut: 1. Pemindahaan pedagang dan PKL dari Pasar Ramayana sekarang Bogor Trade Mall atau BTM ke Pasar Jambu Dua sekitar akhir tahun 1990-an masih menyisakan janji-janji pemerintah yang tidak dilaksanakan. Hal ini mengakibatkan pedagang kembali menjadi PKL di sekitar Pasar Bogor, Jalan Juanda, dan Jalan Suryakancana. 2. Banyaknya PKL di Jalan Pedati cenderung mematikan usaha ikan asin, padahal pada awalnya Lawang Saketeng dan Jalan Pedati merupakan pusat distributor ikan asin ke sebagian besar pelosok Jawa Barat. 206 3. Kegagalan relokasi PKL ke Pasar Yasmin yang mengakibatkan bangkrutnya para pedagang yang mengikuti aturan. 4. Kegagalan relokasi PKL di sekitar Taman Topi atau Jalan Dewi Sartika, Jalan Nyi Raja Permas, Jalan MA Salmun, Jalan Pabrik Gas serta Jalan Merdeka. Pembentukan PD Pasar pada tahun 2011 diharapkan dapat berpengaruh terhadap pengelolaan PKL di seputar kawasan pasar, melalui langkah penertiban dan optimalisasi pemanfaatan kios-kios dan lahan yang berada dalam pasar.

BAB VIII STRATEGI PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN

Dokumen yang terkait

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

7 70 295

Karakteristik dan permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL) serta strategi penataan dan pemberdayaannya dalam kaitan dengan pembangunan ekonomi wilayah di kota Bogor

1 43 649

Strategi Penataan Pedagang Kaki Lima di Jalan Dewi Sartika Kota Bogor

1 15 207

Kajian Penataan Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota Tasikmalaya Secara Partisipatif

0 29 145

POLA PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KOTA SURAKARTA BERDASAR PADUAN KEPENTINGAN PKL, WARGA MASYARAKAT, DAN PEMERINTAH KOTA

1 3 10

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 1 16

PENDAHULUAN STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkliwon).

0 1 8

STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA STRATEGI KOMUNIKASI PEMBANGUNAN MANUSIAWI DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (Studi Kasus Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kawasan Pasarkl

0 2 17

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DALAM PROGRAM RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN TAMAN PINANG.

3 35 100

DAMPAK SOSIAL EKONOMI PENATAAN LINGKUNGAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL)

0 0 9