BAB VII ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA
DI KOTA BOGOR
Dalam menganalisis kebijakan pengelolaan PKL di kota Bogor terdapat dua issu penting saling kontradiktif yang perlu dikaji yaitu apakah PKL menciptakan
peluang peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat kecil perkotaan atau tantangan bagi pengelolaan pembangunan perkotaan. Di satu sisi, PKL menjadi
sumber penting mata pencaharian bagi sebagian penduduk di wilayah perkotaan dan menyediakan barang lebih murah kepada. Di sisi lain, terdapat issu yang
berhubungan dengan manajemen perkotaan dan pengendalian penurunan kualitas lingkungan kota terkait meningkatnya aktivitas PKL yang menghadirkan
tantangan bagi pembangunan perkotaan. Terjadi konfrontasi antara otoritas kota dan PKL dalam hal perijinan, pajak, penggunaan tempat publik, trotoar dan badan
jalan serta meningkatnya masalah-masalah sosial. Dalam menganalisis kebijakan pengelolaan PKL di kota Bogor, aspek-aspek
yang dianalisis mencakup peraturan daerah Perda yang berlaku terkait PKL di kota Bogor, Keputusan Walikota Bogor terkait PKL, dan implementasi kedua
kebijakan tersebut. Implementasinya dianalisis dalam konteks efektivitas pelaksanaan dan hasilnya dibandingkan dengan implementasi di beberapa kota
lain di Indonesia. Analisis juga dilakukan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan
PKL. Metode analisis yang digunakan adalah studi literatur, wawancara intensif dan mendalam dengan pihak yang relevan seperti Satuan Polisi Pamong Praja
Satpol PP; Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Disperindagkop; Dinas Tata Kota dan Pertamanan DTKP; Dinas Kebersihan dan Lingkungan
Hidup DLHK; serta Dinas Lalulintas dan Angkutan Jalan DLLAJ.
7.1. Peraturan Daerah Pengelolaan PKL
Pemerintah Kota Bogor telah mensahkan Perda yang berhubungan dengan Penataan PKL yaitu Perda No. 13 tahun 2005. Perda tersebut antara lain
mengatur penataan dan pengaturan yakni pasal 2 ayat 1 mengenai penunjukan
198 lokasi dimana kegiatan usaha PKL dapat dilakukan di daerah. Ayat 2
menyebutkan bahwa lokasi PKL ditentukan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk, kecuali untuk lokasi di dalam lingkungan instansi pemerintah,
lingkungan sekolah, lingkungan tempat peribadatan, sekitar lokasi pasar, parit dan tanggul, taman kota dan jalur hijau, monumen dan taman pahlawan, di sekeliling
Kebun Raya dan Istana Bogor, dan di seluruh badan jalan. Dalam pasal 3 disebutkan, setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL
pada lokasi yang dilarang untuk digunakan PKL. Perda juga mengatur jenis komoditi. Pada pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa
jenis komoditi yang diperdagangkan oleh PKL berupa barang dan atau jasa kecuali, daging, ikan dan telur, palawija dan bumbu, sayuran, tahu dan tempe,
sembako, pakan ternak serta unggas dan atau ternak kecil. Bangunan dan jenis tempat usaha diatur dalam pasal 5 ayat 1: bentuk bangunan tidak
permanensementara, yang bentuk dan jenisnya diatur Walikota. Ayat 2 mengatur jenis tempat usaha yang terdiri dari lesehan, gelaran, tenda, gerobak
beroda, motor, dan mobil. Waktu berjualan diatur dalam pasal 6 bahwa penetapan waktu berjualan PKL
diatur oleh Walikota. Pasal 7 mengatur mekanisme perizinan, yaitu pasal 7 ayat 1: setiap PKL yang akan menggunakan izin usaha wajib mendapat izin tertulis
Walikota atau pejabat yang ditunjuk; ayat 2: setiap PKL hanya dapat memiliki satu izin; ayat 3: izin diberikan dalam jangka waktu satu tahun dan dapat
diperpanjang. Permohonan izin PKL disebutkan dalam pasal 8 ayat 2: harus melampirkan
tanda penduduk kota Bogor, pasfoto terbaru ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar, dan mengisi formulir yang memuat nama, alamattempat tinggallama tinggal,
jenis usaha yang dimohon, tempat usaha yang dimohon, luas tempat usaha, waktu usaha, perlengkapan yang digunakan, surat pernyataan persetujuan dari pemilik
tanah, dan jumlah modal usaha. Selain itu harus membuat pernyatan belum memiliki tempat usaha, membuat surat pernyataan kesanggupan untuk menjaga
ketertiban, keamanan, kesehatan, kebersihan, dan keindahan serta fungsi fasilitas umum. Harus membuat surat pernyataan tidak akan memperdagangkan barang
ilegal, tidak akan merombak, menambah dan mengubah fungsi serta fasilitas yang
199 ada di tempat atau lokasi PKL, kesanggupan mengosongkan atau mengembalikan
atau menyerahkan lokasi PKL kepada Pemerintah Kota tanpa syarat apapun apabila lokasi dimaksud sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Pemerintah Kota, dan
lokasi usaha tidak ditempati selama satu tahun. Hal lain yang diatur antara lain perpanjangan izin pasal 11; pajak dan
retribusi pasal 12; hak, kewajiban, dan larangan pasal 13, 14, dan pasal 15. Yang menarik adalah bahwa Perda ini juga mengatur tentang pembinaan,
pemberdayaan, dan pengembangan pasal 16; dan peran-serta masyarakat pasal 18. Selain itu, Perda juga mengatur tentang ketentuan pidana, bahwa setiap orang
yang melanggar ketentuan dalam pasal 2 ayat 2, pasal 3, pasal 4, pasal 5, pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 11, pasal 12, pasal 14 dan pasal 15, dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta yang dibayarkan langsung ke rekening kas daerah setelah ditetapkan oleh Hakim
Sidang Pegadilan Negeri Bogor. Sanksi administrasi diatur dalam pasal 20, 21, 22 dan 23.
Perda di atas sudah secara rinci dan lengkap mengatur pengelolaan PKL. Permasalahannya terletak pada implementasi yang melibatkan beberapa pihak
yang berhubungan dengan pengelolaan PKL. Selain itu, keterlibatan pihak-pihak lain yang berkepentingan juga perlu dianalisis. Sejauh ini tindakan yang
dilakukan Pemerintah Kota Bogor berupa penertiban penggusuran dan relokasi PKL sehingga implementasi Perda tersebut perlu dianalisis.
7.2. Pihak-pihak yang Terkait