Optimalisasi Provisi Sumberdaya Hutan PSDH dan Dana Pengenaan Denda Perusak Hutan dan Lingkungan

189 bahkan nol tetapi bagi konsumen yang boros maka pajak dan restribusi yang harus ditanggung lebih besar. Mekanisme pengenaan pajak dan restribusi air atau udara bersih harus adil bijaksana sebab konsumen komoditi tersebut mempunyai preferensi kebutuhan yang beragam. Untuk petani, konsumsi air terbanyak untuk proses produksi padi sedangkan untuk industri, hotel dan usaha besar lainnya, konsumsi air terbanyak kegiatan bisnis. Bahkan khusus industri memiliki potensi kontribusi yang besar dalam pencemaran udara, sehingga konsumsi udara bersihnya menjadi yang paling besar. Dengan demikian undustri dan hotel dapat dikenakan pajak dan restribusi air dan udara bersih yang paling besar.

7.2.4 Optimalisasi Provisi Sumberdaya Hutan PSDH dan Dana

ReboisasiDR Obyek pengenaan PSDH dan DR adalah terhadap hasil hutan kayu maupun non kayu. Instrumen kebijakan telah diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1998 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 yang meliputi mekanisme, tatacara, dan pengenaan serta penggunaan PSDH dan DR. Sedangkan tarif PSDH dan DR ditentukan secara periodik oleh Menteri Kehutanan. Dana PSDH dan DR disetor oleh wajib bayar yaitu pelaksana pemungutan hasil hutan kayu maupun non kayu. Penyetoran ditujukan kepada Pemerintah melalui Kas Negara. Selanjutnya, dana PSDH dan DR yang terkumpul di Kas Negara, dipergunakan oleh Pemerintah untuk membiayai pengelolaan hutan antara lain program Reboisasi dan Rehabilitasi hutan dan lahan, pengadaan sarana prasarana pengemanan dan perlindungan hutan, pendidikan dan pelatihan sumberdaya manusia dalam pengelolaan hutan dan lain sebagainya. Permasalahan yang menonjol dalam pengumpulan PSDH dan DR adalah pemungutan kepada wajib bayar belum optimal karena masih sering terjadi penyimpangan dan juga rendahnya tarif. Penyimpangan yang sering terjadi adalah manipulasi volume dan jenis hasil hutan, dan ketidak tepatan waktu bayar. Sedangkan besarnya tarif belum berimbang dengan rent dari hutan karena masih mempertimbangkan insentif bagi pelaksana pemungutan hasil hutan, sehingga 190 tarif masih undervalue. Oleh karena itu di masa yang akan datang upaya optimalisasi PSDH dan DR harus terus ditingkatkan.

7.2.5 Pengenaan Denda Perusak Hutan dan Lingkungan

Denda pada dasarnya instrumen pajak khusus yang dikenakan terhadap perusak sumberdaya hutan dan lingkungan. Besarnya denda tersebut harus lebih besar dibanding pajak biasa. Denda tersebut dimaksudkan untuk mencegah dan menurunkan tingkat kerusakan hutan yang dilakukan oleh pelaku pengelolaan hutan swasta, koperasi, badan hukum, maupun perorangan dengan cara menginternalkan biaya lingkungan yang semula ditanggung oleh masyarakat. Biaya lingkungan tersebut sebesar biaya eksternal dari penurunan kualitas lingkungan, produktivitas sumberdaya lahan maupun sumberdaya manusia Suparmoko, 2000. Di Provinsi Jawa Tengah terdapat aktivitas manusia yang merusak hutan yaitu perambahan hutan, perusakan tanaman, penggembalaan liar, kebakaran hutan dan illegal logging. Laju perusakan hutan selama perio de tahun 2000 – 2004 sekitar 4200- 6500 hektar per tahun dan denda perusak hutan sekitar Rp 50 juta – Rp 10 miliar Undang -Undang nomor 41 tahun 1999 maka dana yang terkumpul karena denda cukup besar. Pengenaan denda tidak boleh diskrinatif, maka jika pelakunya dapat dibuktikan maka dikenakan kepada siapa saja termasuk Perum Perhutani. Di samping itu di Provinsi Jawa Tengah terdapat bahaya perusakan lingkungan yaitu aktivitas pembukaan lahan untuk tebangan hutan, pertanian, pertambangan, perkebunan, perumahan dan sebagainya yang berdampak timbulnya erosi. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan tingkat erosi yang ditimbulkan oleh masing-masing aktivitas pembukaan lahan tersebut. Selanjutnya setiap pelakunya dikenakan denda sesuai ketentuan yang berlaku.

7.2.6 Asuransi Kerusakan dan Kebakaran Hutan