Kehilangan Nilai Tambah Deforestasi

123 dari luar Jawa yang diterima oleh Jawa Tengah pada periode yang sama hanya 769 107 m3. Dengan demikian terdapat pengolahan kayu bulat sebanyak 1 091 002 m3 tidak jelas dari mana asalnya. Sementara itu produksi kayu rakyat Provinsi Jawa Tengah yang dicatat oleh Astratatmadja 2002 hanya 65 000 m3. Hal-hal tersebut di atas juga menunjukkan adanya selisih produksi kayu bulat dengan pengolahan bahan baku industri yang cukup besar di Provinsi Jawa Tengah. Selisih produksi kayu bulat dan pengolahan industri tersebut mengkibatkan terjadinya kelebihan permintaan over demand . Oleh karena itu dengan adanya kelebihan permintaan kayu bulat di Provinsi Jawa Tengah maka dapat dipertanyakan bagaimana untuk menutupinya. Salah satu jawaban dari pertanyaan tersebut tentunya adalah adanya pasokan kayu tidak resmi ilegal. baik ilegal logging maupun ilegal trading. Dalam hal ini pihak-pihak yang terkait dengan pasokan kayu ilegal antara lain pencuri kayu, penebang liar, mapun petugas pemerintah yang terkait. Oleh karena itu selama permintaan kayu masih lebih besar dibanding produksi yang tersedia maka ilegal logging dan ilegal trading masih akan terus berlangsung.

2.3 Kehilangan Nilai Tambah

Kehilangan nilai tambah merupakan ekspektasi nilai tambah yang dapat dihasilkan apabila produk dari hasil hutan langsung diolah di wilayah Propinsi Jawa Tengah. Ekspektasi ini menggambarkan nilai kegiatan yang akan muncul dari kegiatan lanjutan pengolahan kayu, baik kegiatan industri pengolahan kayunya maupun jasa-jasa penunjang pengolahan tersebut. Nilai ini diperoleh dari turunan jumlah kayu yang langsung diperdagangkan ke luar wilayah. Kehilangan nilai tambah merupakan aktivitas ekonomi yang terjadi dari peredaran kayu bulat yang berasal dari produksi Provinsi Jawa Tengah yang diolah di luar wilayah provinsi tersebut. Oleh karena itu dalam perhitungan PDRB sektoral maupun regional kehilangan nilai tambah yang bersifat additive dari kondisi aktual. 124 Bersarnya kehilangan nilai tambah dihitung berdasarkan jumlah kayu hasil hutan Jawa Tengah yang yang tidak diolah di provinsi sendiri dikalikan faktor nilai tambah hasil penelitian Darusman 1989. Jumlah kayu yang tidak diolah di Jawa Tengah tahun 2003 terdiri dari kayu jati sebanyak 1600 m3 dan kayu rimba sebanyak 250 m3, dan faktor nilai tambah sebesar 7.9. maka nilai tambah yang hilang sebesar Rp 217 juta. Nilai tersebut secara umum relatif kecil. Hal tersebut disebabkan hasil hutan khususnya kayu bulat produksi Provinsi Jawa Tengah yang dibawa ke luar wilayah relatif kecil yaitu kayu jati hanya berkisar 8000 – 21000 m3 dan kayu rimba hanya berkisar 35000 – 76000 m3 dibanding kayu bulat yang diolah di provinsi tersebut sekitar 2 500 000 m3 per tahun. Rincian kehilangan nilai tambah di Provinsi Jawa Tengah tahun 1999 sampai dengan 2003 sebagaimana Lampiran 9.

2.4 Deforestasi

Deforestasi merupakan kegiatan perusakan kawasan hutan yang meliputi perambahan kawasan, perusakan tanaman, pengembalaan liar, dan kebakaran hutan. Deforestasi dapat digolongkan sebagai aktivitas ekonomi sebab kegiatan tersebut bersifat pengurangan kapital lahan dan atau pohon hutan. Sehingga apabila deforestasi terjadi stock kapital akan berkurang. Nilai kerugian akibat deforestasi perambahan hutan, dan kerusakan lahan hutan yang lain menggunakan hasil perhitungan Perum Perhutani Jawa Tengah. Data kerugian tersebut tersedia lengkap untuk setiap tahunnya, karena Perum Perhutani mempunyai kepentingan terhadap keutuhan kapital yang dimilikinya. Nilai kerugian deforestasi pada tahun 1999 sebesar Rp 33.46 miliar cenderung turun hingga tahun 2003 hanya sekitar Rp 10.48 miliar. Rincian lengkap nilai kerugian deforestasi selama 5 tahun terakhir sebagaimana Lampiran 4. Permasalahan untuk dimasukkan dalam perhitungan PDRB adalah tidak jelasnya siapa yang membayar nilai kerugian deforestasi. Hal tersebut disebabkan deforestasi bersifat majemuk baik dari sisi penyebab maupun akibatnya. Sebagai contoh perambahan hutan yang disebabkan oleh masyarakat yang memerlukan timpat tinggal, untuk usaha dan sebagainya, 125 yang sulit ditentukan siapa yang bertanggung jawab. Di samping itu akibat yang ditimbulkan harus ditanggung pihak mana juga sulit ditentukan. Dengan demikian deforestasi dalam perekonomian bersifat komplek dan menyeluruh.

2.5 Efisiensi Kelembagaan