165
6.3.2 Distribusi Pendapatan Rumah Tangga
Distribusi pendapatan rumah tangga masyarakat dapat digambarkan melalui distribusi pendapatan rumah tangga. Sebagaimana diketahui bahwa
pendapatan rumah tangga dapat digolongkan menjadi 3 sumber penerimaan yaitu: 1 pendapatan berupa upah dan gaji yang merupakan balas jasa bagi tenaga kerja,
2 pendapatan kapital, seperti bunga, dividen, sewa rumah, dan lain-lain sebagai balas jasa terhadap modal returns to capital, dan 3 penerimaan transfer, seperti
penerimaan rumah tangga dari hibah atau sumbangan. Selanjutnya rumah tangga menggunakan pendapatan tersebut untuk keperluan-keperluan antara lain 1
konsumsi akhir barang dan jasa, 2 pembayaran pajak langsung, 3 pembayaran transfer, dan 4 tabungan. Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana
sebagaimana Lampiran 18, sumber-sumber pendapatan dan pola pengeluaran rumah tangga kehutanan secara agregat di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2003
secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 52. Tabel 52. Sumber Pendapatan Menurut Golongan Rumah Tangga
Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 juta Rp
Rumah Tangga Sumber Pendapatan
Dibayar Tak Dibayar
Jumlah PDRB
Upah dan gaji 221 214
176 027 397 241
1 508 525 Pendapatan kapital
40 273 64 711
104 984 6 914 585
Tranfer 305 596
80 436 386 032
- Jumlah
567 083 321 174
888 257 8 423 137
Dari tabel tersebut dapat diperlihatkan pendapatan rumah tangga kehutanan di Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 888.26 miliar, diperoleh dari upah dan gaji
sebesar 44.72, balas jasa kapital sebesar 11.82 dan transfer sebesar 12.74. Jika pendapatan rumah tangga tersebut dibandingkan dengan pendapatan sektor
kehutanan PDRB sebesar RP 8.42 triliun, maka pendapatan sektor kehutanan yang dinikmati keluarga hanya sekitar 11. Dengan demikian sebanyak Rp 7.53
triliun atau sekitar 89 dari pendaptan sektor kehutanan dinikmati industri dan pengusaha kehutanan serta sektor lain non kehutanan.
Memang pendapatan sektoral kehutanan tersebut di atas tidak hanya terdistribusi untuk tenaga kerja saja melainkan juga untuk pengembalian kapital
dan keuntungan investor. Tetapi jika menggunakan kriteria analisis proyek yang
166 lazim yang unsur tenaga kerja sebesar 30 maka rumah tangga yang hanya
menikmati pendapatan sektoral sebesar 11 masih jauh dari kelaziman tersebut. Hal tersebut menunjukkan adanya ketimpangan pendapatan masyarakat di Jawa
Tengah khususnya antara pekerja sektor kehutanan dengan tuannya. Ketimpangan pendapatan tersebut disebabkan oleh struktur pengupahan yang
lebih berpihak kepada industri pengusaha kehutanan. Ketimpangan pendapatan masyarakat dapat ditunjukan dengan perbandingan
besaran pendapatan disposibel perkapita masing-masing golongan rumahtangga sebagaimana Lampiran 21. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 21 tersebut,
pendapatan disposibel perkapita terendah terjadi pada golongan rumah tangga buruh pertanian selain kehutanan, dengan besar pendapatan perkapita rata-rata
sebesar Rp 5.27 juta per tahun. Sedangkan pendapatan disposibel perkapita tertinggi diperoleh rumahtangga bukan pertanian golongan atas, dengan besar
pendapatan disposibel rata-rata mencapai Rp 11.22 juta per tahun. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketimpangan pendapatan masyarakat di Provinsi
Jawa Tengah pada tahun 2003 mencapai 1.0 : 2.1 satu berbanding dua. Ketimpangan pendapatan juga terjadi pada golongan rumah tangga non
pertanian di Provinsi Jawa Tengah. Total pendapatan untuk golongan tersebut sebanyak 34.1 dari toal pendapatan rumah tangga yang mencapai Rp 239.5
triliun tetapi jumlah anggota rumah tangga golongan tersebut mencapai 37.0 persen dari total penduduk yang mencapai 32.0 juta jiwa. Dengan demikian
pendapatan per kapita untuk golongan rumahtangga ini menjadi lebih rendah lagi. Lebih lanjut bahwa pendapatan kapital rumah tangga kehutanan lebih besar
dibanding upah dan gaji disebabkan sektor kehutanan mempunyai hasil sampingan yang berupa air dan udara bersih yang terdistribusi sebagai pendapatan
kapital. Dengan demikian rumah tangga sektor kehutanan juga menikmati hasil yang proses produksinya tidak menggunakan faktor input.
Dari toral pendapatan sektor rumah tangga kehutanan di Provinsi Jawa Tengah sebagaimana Tabel 53 sebesar Rp 888.26 miliar, dikeluarkan berdasarkan
pemenuhan kebutuhan barang jasa yang dikonsumsi akhir sebesar 53.58, pembayaran pajak sebesar 1.63, transfer sebesar 9.25 dan ditabung sebesar
35.54. Berdasarkan pola pengeluaran tersebut maka rumah tangga kehutanan
167 di Provinsi Jawa Tengah senang membelanjakan pendapatannya untuk membeli
barang dan jasa di perlukan sehari-hari baik untuk proses produksi maupun untuk investasi rumah tangga dalam bentuk barang keperluan rumah tangga.
Tabel 53. Pola Pengeluaran Menurut Golongan Rumah Tangga Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003
juta Rp Pengeluaran
RT Dibayar RT Tak
Dibayar Jumlah
Persen Konsumsi akhir
327 168 148 770
475 938 53.58
Pajak langsung 6 310
8 198 14 508
1.63 Tranfer
39 869 42 263
82 132 9.25
Tabungan 193 736
121 943 315 679
35.54 Jumlah
567 083 321 174
888 257 100.00
6.3.3 Multiplier Sektor Kehutanan