160 Provinsi Jawa Tengah. Dari total pendapat an sebesar Rp Rp 177.39 triliun yang
bocor keluar Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp. 22.41 triliun atau sekitar 12.63. Kebocoran dari pendapatan kapital sebesar Rp 13.06 triliun atau sekitar 7.36
dan kebocoran dari pendapatan tenaga kerja sebesar Rp 9.35 triliun atau sekitar 5.27.
Kebocoran tersebut terjadi karena terdapat modal yang dioperasikan di Provinsi Jawa Tengah berasal dari luar Provinsi Jawa Tengah. Sebagai efeknya.
balas jasa yang diperoleh oleh faktor produksi tersebut juga mengalir kembali ke luar Provinsi Jawa Tengah. Misalnya faktor produksi modal yang ditanamkan di
Provinsi Jawa Tengah ternyata ada yang berasal dari luar Provinsi Jawa Tengah. sehingga balas jasa modal returns to capital yang diterima juga mengalir
kembali ke daerah mana modal tadi berasal. Dalam kasus ini. kebocoran regional dapat juga berarti adanya pengiriman returns to capital kepada
perusahaan -perusahaan induk yang berdomisili di luar Provinsi Jawa Tengah. Sebagai akibat adanya kebocoran regional tersebut maka tidak semua PDRB
Provinsi Jawa Tengah dapat dinikmati oleh penduduk atau masyarakat di provinsi ini.
Walaupun terdapat kasus kebocoran regional. Provinsi Jawa Tengah juga mempunyai pendapatan yang berasal dari luar provinsi, sebagai akibat adanya
modal yang ditanam diinvestasikan di luar provinsi. Pendapatan modal Provinsi Jawa Tengah yang ditanam diinvestasikan di luar provinsi mengalirkan
pendapatan returns to capital sekitar Rp 19.86 triliun. Dengan perkataan lain. net faktor income
Provinsi Jawa Tengah bernilai positif. yaitu Rp 2.55 triliun dari faktor produksi modal.
6.2.7 Kebocoran Pendapatan Sektor Kehutanan
Sektor kehutanan merupakan salah satu sektor yang berpengaruh dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan perkembangan pembangunan
perekonomian di Provinsi Jawa Tengah sejak dahulu kala didominasi oleh sektor- sektor yang berbasis sumberdaya alam pertanian pangan. perkebunan. kehutanan.
peternakan. perikanan dan lain-lain. Dan sektor industrinya pun yang memberikan kontribusi pada pembangunan perekonomian juga tergantung pada
161 hasil-hasil sumberdaya alam. Oleh karena itu konsep pembangunan
perekonomian wilayah Provinsi Jawa Tengah lebih dekat dengan konsep berbasis sumberdaya. dimana pertumbuhan ekonomi wilayah sangat dipengaruhi oleh
kekayaan alam termasuk kehutanan di wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi pada awalnya timbul akibat dari kemampuan wilayah tersebut menghasilkan
barang dan jasa dari hasil-hasil sumberdaya alam untuk keperluan domestiknya dan juga mengekspornya menju al keluar wilayah dengan harga dan kualitas
yang bersaing. Kemampuan ekspor tersebut akan menciptakan menciptakan pendapatan wilayah yang bersangkutan. Selanjutnya. melalui efek multiplier akan
memperluas pendapatan wilayah yang bersangkutan. Khusus kemampuan sektor kehutanan dalam menghasilkan barang dan jasa untuk mendukung pendapatan
wilayah Provinsi Jawa Tengah terjadi kebocoran sektor yang berujung pada penurunan pendapatan dari sektor tersebut. Kebocoran -kebocoran sektor tersebut
antara lain deforestasi, erosi, ilegal logging, ilegal trading , dan efisiensi kelembagaan.
Dari total pendapatan sektor kehutanan berdasarkan biaya faktor at faktor costs
. yaitu sebesar Rp 8.42 triliun terdapat kebocoran sektor sebesar Rp 2.54 triliun atau sekitar 30.17. Oleh karena itu kebocoran pendapatan sektor
kehutanan tersebut lebih tinggi dibanding sektor-sektor lain. Hal ini dapat dipahami sebab sektor kehutanan mempunyai kontribusi kebocoran yang sangat
besar dari erosi yang jumlahnya sekitar 25 dari seluru h kebocoran kehutanan. Oleh karena itu guna meningkatan pendapatan dari sektor kehutanan tersebut
maka prioritas utamanya adalah mengatasi erosi. Rincian kebocoran pendapatan dari sektor kehutanan tersebut sebagaimana Tabel 51.
Berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana Tabel 51 terdapat 3 tiga faktor utama yang menyebabkan kebocoran pendapatan sektor kehutanan yaitu
kerugian erosi, efisiensi kelembagaan, dan illegal trading . Sementara itu 3 tiga faktor lainnya yaitu deforestasi, illegal logging dan kehilangan nilai tambah
merupakan pendorong faktor utama kebocoran tersebut. Uraian mengenai lingkup dan dampak dari masing-masing faktor kebocoran pendapatan dari sektor
kehutanan tersebut telah disajikan pada awal Bab ini.
162 Tabel 51. Kebocoran Pendapatan Sektor Kehutanan Provinsi Jawa
Tengah 2003 No
Sumber Kebocoran Nilai Kebocoran
Jt Rp Persen thdp PDRB
sektor kehutanan 1
Deforestasi 10 484.49
0.01 2
Erosi 2 131 970.00
25.31 3
Ilegal Logging 61 649.61
0.71 4
Ilegal Trading 114 080.18
1.35 5
Kehilangan Nilai Tambah 900.30
0.01 6
Efisiensi Kelembagaan 218 030.70
2.78 JUMLAH
2 537 115.28 30.17
Deforestasi dan illegal logging merupakan pendorong meningkatnya laju erosi. Sebab, dengan adanya deforestasi perambahan kawasan, perusakan
tanaman, pengembalaan liar, dan kebakaran hutan dan illegal logging secara langsung berimplikasi terhadap besarnya erosi. Perambahan kawasan hutan
adalah aktivitas membuka dan menduduki kawasan hutan tanpa ijin dari pihak yang berwenang, sehingg a lahan kurang terpelihara dari bahaya erosi dan bahaya
tanah longsor. Selanjutnya perusakan tanaman jelas akan mengurangi tingkat penutupan tajuk sehingga lahan menjadi terbuka. Selanjutnya, pengembalaan liar
dapat mengakibatkan permukaan tanah rawan erosi karena terinjak -injak oleh ternak. Demikian juga, kebakaran hutan akan mengakibatkan hilangnya tanaman
yang menutup permukaan lahan. Deforestasi dan erosi merupakan unsur kebocoran ekonomi yang tidak ada
pihak manapun mendapat limpahan surplus. Yang terjadi justru semua sektor harus menanggung kerugian yang ditimbulkan. Oleh karena itu deforestasi dan
erosi merupakan item yang penting dalam penghitungan PDRB hijau. Dalam penghitungan PDRB hijau sebagaimana telah diuraikan pada sub bab terdahulu
yang dapat dimasukkan dalam penghitungan. Nilai kerugian akibat erosi dari hutan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2003
sebesar Rp 2.13 triliun. Nilai kerugian tersebut pada dasarnya biaya yang harus ditanggung oleh semua pihak yang memanfaatkan kawasan hutan. Disamping
intansi kehutanan. pihak-pihak yang memanfaatkan kawasan hutan cukup banyak yaitu pertanian. perkebunan. peternakan. pertambangan. perikanan dan
sebagainya. Para pihak tersebut sulit ditentukan tanggungjawabnya sehingga
163 kerugian erosi tidak pernah dibayar. Oleh karena itu nilai kerugian erosi
merupakan nilai negatif dalam perekonomian. Sebagaimana telah diuraikan pada Sub Bab terdahulu bahwa salah satu
faktor yang menyebabkan kebocoran pendapatan di Provinsi Jawa Tengah adalah illegal logging
. Menurut Yulianto 2002, latar belakang atau penyebab illegal logging
di Provinsi Jawa Tengah antara lain : 1 kondisi sosial ekonomi masyarakat yang masih sangat rendah, 2 sistem pengawasan dan pengamanan
hutan yang kurang efektif, 3 struktur pasar dan industri kayu yang tidak seimbang dimana permintaan jauh lebih tinggi dibanding produksi, 4 penegakan
hukum yang tidak tegas dan kurang adil, 5 penyelewengan atau moral hazard aparat pemerintah baik sipil maupun militer, 6 terbatasnya akses masyarakat
untuk ikut mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hutan , dan 7 karakteristik potensi hutan di Jawa Tengah yang mudah dicuri.
6.3. Manfaat Hutan Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat