185 Berdasarkan kenyataan tersebut dapat dijelaskan bahwa dengan mengurangi
erosi sebesar 5 maka kenaikkan output sebesar Rp 1.00 miliar atau sekitar 0.6 dari PDRB Provinsi Jawa Tengah.
7.2 Implikasi Kebijakan.
7.2.1 Penghargaan Produk Hasil Hutan dan Manfaat Hutan
Sumberdaya hutan secara totalitas di Propinsi Jawa Tengah telah memberi berbagai manfaat ekonomi bagi masyarakat berupa barangbahan untuk sandang,
pangan, dan papan serta jasa lingkungan yang cukup dirasakan oleh masyarakat. Secara kuantitatif manfaat eko nomi hutan di Provinsi Jawa Tengah mencapai
2.8 dari total output atau sekitar 5.3 dari PDRB wilayah tersebut. Sebagai gambaran untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat dilihat tingkat harga–harga
hasil hutan di provinsi tersebut sebagaimana Tabel 58. Tabel 58. Harga Nominal Hasil Hutan di Provinsi Jawa Tengah T ahun
2003 No
Hasil Hutan Harga Nominal
Rp 1000 Keterangan
1. Kayu Jati
1 668.60m3 logs
2 Kayu rimba
250.70m3 logs
3 Gondorukem
3 516.58ton -
5. Terpentin
3 940.27ton -
6 Kayu putih
76.46kg -
7 Kopal
5 773.9ton butiran
8 Rotan
1.50btg -
9 Madu
10.00kg -
10 Air dari hutan
0liter Belum dihargai
11 Udara bersih
0ton Belum dihargai
12 Jasa wisata hutan
0 – 1000pengunjung
- 13
Flora dan fauna hutan
pm
Tidak jelas 14
Jasa penelitilian
pm
Belum dihargai
186 Harga-harga tersebut di atas sepintas cukup tinggi tetapi bila
diperhitungkan nilai perolehan yang terdiri dari penanaman Rp 5 jutaha, pemeliharaan 1.5 juta per tahun, dan eksploitasi Rp 100.000,-m3 Perum
Perhutani, 2004, maka harga kayu tersebut relatif rendah. Apalagi bila diperhitungkan dampak negatif dari kegiatan eksploitasi hutan, maka nilai kayu
saat ini masih sangat rendah. Sementara itu nilai hasil hutan non kayu yang bersifat hasil sampingan maka harga-harga tersebut di atas cukup prospektif
sebagai sumber pendapatan. Selanjutnya hasil air, udara bersih, flora dan fauna hutan, jasa penelitian dan lainnya sampai saat ini belum dihargai. Hal tersebut
terjadi karena belum ada mekanisme penghargaan hasil-has il tersebut. Harga-harga tersebut di atas sepintas cukup tinggi tetapi bila
diperhitungkan nilai perolehan yang terdiri dari penanaman Rp 5 jutaha, pemeliharaan 1.5 juta per tahun, dan eksploitasi Rp 100.000,-m3 Perum
Perhutani, 2004, maka harga kayu tersebut relatif rendah. Apalagi bila diperhitungkan dampak negatif dari kegiatan eksploitasi hutan, maka nilai kayu
saat ini masih sangat rendah. Sementara itu nilai hasil hutan non kayu yang bersifat hasil sampingan maka harga-harga tersebut di atas cukup prospektif
sebagai sumber pendapatan. Selanjutnya hasil air, udara bersih, flora dan fauna hutan, jasa penelitian dan lainnya sampai saat ini belum dihargai. Hal tersebut
terjadi karena belum ada mekanisme penghargaan hasil-hasil tersebut. Penghargaan terhadap hasil dan manfaat hutan dapat tempuh melalui
beberapa mekanisme langsung maupun tidak langsung. Mekanisme penghargaan langsung dapat ditempuh melalui intervensi pemerintah terhadap pasar, misalnya
kontrol kualitas dan kuantitas hasil dan man faat hutan. Sedangkan mekanisme tidak langsung dapat ditempuh melalui pengenaan pungutan dan pajak terhadap
hasil dan manfaat hutan Suparmoko, 2000. Namun demikian mekanisme penghargaan hasil dan dan manfaat hutan
tersebut tidak mudah diterapkan karena akan terkendala adanya anggapan masyarakat bahwa hutan adalah anugerah Tuhan, sehingga tidak perlu dilakukan
pembayaran bagi siapa-siapa yang memanfaatkan. Anggapan tersebut mengakibatkan terjadinya eksploitasi hutan yang berlebihan. Meskipun terdapat
dana yang terkumpul dari pungutan dan retribusi tetapi tidak cukup untuk
187 mengadakan reboisasi dan pemeliharaan sumberdaya hutan. Oleh karena itu
anggapan “hutan adalah anugerah Tuhan” harus dirubah menjadi “hutan adalah amanah dari Tuhan” untuk dijaga, dihargai, dan dimanfaatkan secara bijaksana.
Penghargaan produk hasil hutan dan manfaat hutan harus terus ditingkatkan sebab kehutanan hutan dan industrinya mempunyai beberapa keunggulan dalam
menunjang pembangunan yang berkelanjutan FAO, 1974 dalam Darusman 1995. Keunggulan kehutanan tersebut dicirikan beberapa hal antara lain:
a. Kayu adalah adalah bahan baku yang multi guna dan diperlukan oleh banyak jenis industri dan juga dapat diproses dalam wujud kayu semula seperti : kayu
gergajian, kayu lapis atau dalam wujud serpihan dan serat seperti papan partikel, kertas dan lain sebagainya. Bahkan dapat dalam wujud bahan kimia
seperti alkohol, gula, rayon, dan sebagainya. b. Konsumsi dan pasar hasil hutan selalu berkembang dengan stabil, baik pada
masyarakat berp enghasilan tinggi maupun yang menengah dan rendah. Sehingga prospek dan penanaman modal dalam dunia usaha kehutanan dan
industrinya sangat baik dan beresiko rendah dimasa sekarang maupun yang akan datang.
c. Kebanyakan hasil hutan olahan masih berupa barang setengah jadi dan merupakan bahan baku berbagai jenis industri lanjutan. Dengan demikian
dapat memberi dampak penggandaan ekonomi yang besar terhadap pembangunan wilayah. Disamping itu, bahan baku industri pengolahan hasil
hutan hampir seluruhnya berasal dari dalam negeri, sehingga akan memberikan dampak penghematan devisa negara.
d. Tingkat teknologi dan kemampuan sumberdaya manusia yang dibutuhkan dalam kegiatan kehutanan dan industrinya bersifat fleksibel pada tingkat yang
rendah sampai dengan yang tingkat tinggi, sehingga selalu dapat mendukung setiap tahap pembangunan.
e. Kehutanan bersifat menyebar dari pusat kota hingga ke pelosok wilayah karena sifat proses produksinya yang harus mendekati sumber bahan baku
atau mendekati pasar atau pembeli. Sehingga pembangunan kehutanan dapat menjadi nukleus bagi perkembangan ekonomi di desa-desa dan pemerataan
pembangunan.
188
7.2.2 Pembiayaan Pengelolaan Hutan