Konsep Sistem Neraca Sosial Ekonomi.

44 lebih rendah dalam suatu daerah terhadap output, harga dan pendapatan daerah lainnya. 7. Model Input-Output merupakan alat analisis yang tidak lengkap untuk menjelaskan atau memprediksi perubahan struktural, misalnya masuknya industri-industri baru, sehingga industri lama menjadi hilang. 8. Kelemahan -kelemahan yang bersumber dari asumsinya yaitu : a. Tidak adanya keterkaitan sumberdaya, artinya selalu ekses kapasitas, sehingga penawaran masing-masing komoditi elastis sempurna. Sedangkan kenyataannya masalah ekonomi adalah ditandai dengan keterbatasan sumberdaya. b. Dalam Input-Output tidak diperlukan adanya persediaan inventory bila berpegang pada asumsi ekses penawaran. c. Penggunaan teknologi maju dan tradisional tidak dapat dibedakan, karena asumsinya hanya menggunakan satu macarn teknologi. d. Sektor yang telah berkembang pesat dan sektor yang belurti berkembang sukar dibedakan, karena nilai dari nasil analisis adalah berupa rasio. Dengan demikian analisis Input-Output tidak mengenal adanya economics of scale .

2.11 Konsep Sistem Neraca Sosial Ekonomi.

Sistem Neraca Sosial Ekonomi SNSE atau sering disebut Social Accounting Matrixs SAM merupakan sebuah matriks yang merangkum neraca sosial dan ekonomi secara menyeluruh. Kumpulan-kumpulan neraca account tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni kelompok neraca endogen dan kelompok neraca eksogen. Secara garis besar kelompok neraca endogen dibagi dalam tiga blok : blok neraca faktor produksi, blok neraca institusi menyingkat penulisan, ketiga blok tersebut selanjutnya akan disebut sebagai blok Faktor Produksi, blok Institusi dan blok Kegiatan Produksi BPS, 2003. Blok- blok tersebut dapat diilustrasikan sebagaimana Tabel 3. Strategi pertumbuhan ekonomi merupakan strategi yang banyak dirujuk oleh banyak negara dalam melakukan pembangunan ekonomi. Target utama strategi pertumbuhan ekonomi tersebut adalah peningkatan output sektor-sektor ekonomi yang dominan sehingga dengan demikian pendapatan nasional negara 45 bersangkutan akan meningkat. Dan melalui proses penetesan ke bawah trickle down effect hasil-hasil pembangunan yang diperoleh dengan strategi pertumbuhan ekonomi kemudian diharapkan akan mengalir kepada masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat secara umum menjadi meningkat. Tabel 3. Kerangka Dasar Sistem Neraca Sosial Ekonomi Pengeluaran Neraca Endogen Faktor Produksi Institusi Kegiatan Produksi Neraca Eksogen Total 1 2 3 4 5 Faktor Produksi 1 T 13 Distribusi Nilai Tambah X 1 Pendapatan Eksogen Fakt. Prod. Y 1 Jumlah Pendapatan Fakt. Prod Institusi 2 T 21 Pendapatan Institusi dari Faktor Produksi T 22 Transfer Antar Institusi X 2 Pendapatan Institusi Dari Eksogen Y 2 Jumlah Pendapatan Institusi N e r a c a E n d o g e n Kegiatan Produksi 3 T 32 Permintaan Akhir Domestik T 33 Transaksi Antar Keg. I-O X 3 Ekspor dan Investasi Y 3 Jumlah Output Kegiatan Produksi Neraca Eksogen 4 L 1 Peng. Ekso. Fakt. Prod. L 2 Tabungan L 3 Impor Pjk Tak langsung R Trans. Antar Eksogen Juml. Pend. Eksogen p e n e r i m a a n Jumlah 5 Y 1 Juml. Pengl. Fakt. Prod. Y 2 Juml. Penl. Institusi Y 3 Juml. Pengl. Keg. Prod. Juml. Pengl. Eksogen Sumber : Thorbecke, 1988 : 210, dimodifikasi dalam BPS 2003 SNSE merupakan salah satu cara yang lain untuk memantau masalah pemerataan atau distribusi pendapatan dan masalah ketenagakerjaan di suatu wilayah baik negara ataupun bag ian suatu negara propinsi, kabupaten. Instrumen ini dibangun dalam matrix yang terdiri dari kolom dan baris yang menunjukkan arus uang finansial masuk dan keluar pada berbagai sector dalam perekonomian. SNSE merupakan sistem social account dengan single entry, dimana dapat digunakan untuk menelusuri arus keuangan dalam perekonomian. Disamping itu SNSE dapat pula digunakan untuk menganalisa dampak suatu kebijakan, memprediksi dan menguji keterkaitan antara aspek social dan pembangunan ekonomi Allen 1998, dalam Kinslein 2003. 46 Titik awal penyusunan kerangka SNSE dalam menjelaskan hubungan ekonomi dan sosial masyarakat dimulai dari kenyataan bahwa masyarakat mempunyai kebutuhan dasar basic needs and wants yang harus dipenuhi melalui pembelian sejumlah komoditas. Total permintaan efektif terhadap paket komoditas tersebut kemudian dipenuhi oleh sektor-sektor produksi yang menghasilkan berbagai output atau produk. Untuk dapat menghasilkan output tersebut, sektor produksi membutuhkan faktor-faktor prod uksi, seperti tenagakerja, modal dan sebagainya. Permintaan turunan derived demand terhadap faktor produksi tenagakerja memberikan balas jasa berupa upah dan gaji; sedangkan terhadap faktor produksi modal memberikan balas jasa berupa keuntungan, dividen, bunga, sewa rumah, dsb disebut juga sebagai pendapatan kapital. Distribusi pendapatan yang diterima masing-masing faktor produksi dan dirinci menurut sektor ekonomi yang menghasilkan disebut sebagai distribusi pendapatan faktorial. Jumlah upah dan gaji ditambah dengan pendapatan kapital akan menghasilkan nilai tambah value added ; dan total nilai tambah tersebut dikenal sebagai PDB atau PDRB.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kajian Penelitian Peranan Ekonomi Kehutanan

Peranan ekonomi kehutanan antara lain dapat ditunjukkan oleh kontribusi manfaat pengusahaan hutan alam dalam peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja, dan nilai tambah serta peningkatan pertumbuhan ekonomi Astana dan Erwidodo, 2001. Menurut Badan Pusat Statistik 2004, devisa negara Indonesia dari produk hasil hutan selama periode 1991 – 2001 berkisar US 3.46 – 5.43 miliar dimana setiap tahun meningkat 5 - 10. Peningkatan tersebut berdasarkan nilai ekspor, tetapi volume ekspor hasil hutan tersebut cenderung turun. Lebih lanjut menurut Haeruman 2005, nilai devisa produk hasil hutan sejak tahun 1990 – 1997 sebesar 30 dari nilai ekspor industri nasional. Sedangkan pada saat krisis tahun 1998 – 2002, nilai devisa hasil hutan berkisar 12 dari total produk industri. Berdasarkan pengalaman empiris, sektor kehutanan mampu menggerakkan sektor lain. Hasil hutan memberi dukungan modal dan teknologi yang berasal dari impor dan dukungan modal bagi pembangunan infrastruktur industri di dalam negeri. Di samping itu sektor kehutanan juga mendukung penyediaan lahan seluas 30 juta ha kawasan hutan yang dapat dikonversi untuk pertanian, perkebunan, transmigrasi dan lai-lain Pada kegiatan konversi hutan untuk keperluan non kehutanan, kawasan hutan mampu menyediakan kayu melalui ijin pemanfaatan kayu IPK, dimana sejak tahun 1994 sampai tahun 1999 produksi hasil kayu IPK sebesar 5 –10 juta m3 yang nilainya sekitar Rp 1.75 triliun Haeruman, 2005. Sektor kehutanan secara nyata mempu memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pendapatan wilayah. Kontribusi sektor hutan lindung terhadap produk domestik regional bruto PDRB mempunyai share sebesar Rp 54 502 juta, atau 0.48 di wilayah ekonomi Kabupaten-Kotamadya Bandung. Nilai share tersebut lebih besar dibanding kontribusi sektor hutan produksi yang besarnya Rp 8 744 juta atau 0.08. Efisiensi sektor hutan lindung menempati peringkat paling tinggi dibandingkan terhadap efis iensi sektor lainnya. dimana