Pemerataan Hak Kelola Hutan

193 merupakan lahan sawah, hutan dan kebun yang subur, produktif, dan rawan erosi. Sehingga setelah lahan berubah fungsi maka terjadi penurunan produksi dari tahun ke tahun. Sebagai contoh pada tahun 2003, terjadi penurunan produksi padi sebesar 7. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka kebijakan yang perlu dilakukan agar dicapai manfaat lahan yang optimal perlu dilakukan alokasi penggunaan lahan secara tepat baik menyangkut lokasi dan jenis peruntukkannya. Alokasi penggunaan lahan yang tepat akan mempermudah perencanaan produksi secara mantap sehingga target yang telah ditetapkan akan mudah tercapai. Di samping itu alokasi lahan secara tepat akan mendorong pelaksanaan konservasi lahan termasuk hutan sehingga dampak kerusahan lahan misalnya erosi dapat kendalikan secara optimal.

7.2.10 Pemerataan Hak Kelola Hutan

Keberhasilan pengelolaan kawasan hutan untuk mendukung pembangunan regional maupun nasional ditunjukkan kontribusinya terhadap pendapatan wilayah yang optimal, kelestariannya terjamin, dan kelembagaannya mantap. Apakah pengelolaan hutan di Provinsi Jawa Tengah telah telah berhasil?. Jawaban atas pertanyaan tersebut masih bersifat subyektif yaitu kontribusinya terhadap pendapatan wilayah hanya 2.80 sementara persentase luas hutan terhadap luas daratan provinsi sebesar 19. Kelestarian hasil hutan masih belum menggembirakan karena sejak tahun 1998 hingga 2003 cenderung turun volume dan nilainya. Kelembagaan pengelolaan kawasan hutan di Provinsi Jawa Tengah masih didominasi oleh Pemerintah Pusat, yaitu Perum Perhutani Unit I BUMN, Balai Konservasi Sumberdaya Alam Semarang dan Balai Taman Nasional Karimun Jawa Unit Pelaksana Teknis Departemen Kehutanan. Sementara itu belum ada lembaga masyarakat di provinsi tersebut yang diberikan wewenang pengelolaan kawasan hutan. Oleh karena itu hak kelola kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah sepenuhnya masih di tangan pemerintah. Hal tersebut apakah efektif?. Kenyataan yang terjadi adalah bahwa penebangan pohon secara liar illegal logging, dan perambahan kawasan hutan di Provinsi Jawa Tengah tetap terjadi meskipun telah diupayakan pencegahannya dengan berbagai cara. 194 Bahkan menurut kuantitas maupun kualitas pencurian kayu meningkat sejak tahun 1998 hingga tahun 2001 dimana pada saat itu seolah-olah aparat tidak mampu mengatasi Yulianto, 2002. Tetapi tahun 2002 dan 2003 aktivitas penebangan pohon secara liar illegal logging , dan perambahan kawasan hutan sudah cenderung menurun namun jumlahnya tetap besar. Berdasarkan pengalaman empiris diberbagai tempat provinsi bahwa paradigma lama pengelolaan hutan oleh pemerintah kurang efektif, maka terdapat paradigma baru pengelolaan hutan oleh masyarakat menjadi alternatif yang dapat dipertimbangkan untuk diterapkan. Paradigma baru tersebut diharapkan dapat mencapai pemerataan hak kelola hutan, sehingga pengelolaan hutan dapat optimal mendukung pembangunan masyarakat. Menurut FAO 2005, pengelolaan hutan oleh masyarakat memang excellence. Beberapa faktor yang membuat excellence tersebut adalah penguatan hak -hak penguasaan dan tenurial, mata pencaharian masyarakat yang tergantung pada hutan, membangun kelembagaan dan kerangka kerja pengelolaan, manajemen ekosistem, partisipasi masyarakat, aplikasi manajemen bisnis, dan rencana manajemen secara formal. Selanjutnya menurut Haeruman 2005 , masyarakat lokal memang seharusnya memperoleh kesempatan lebih besar untuk mengelola hutan, baik hutan milik maupun hutan negara. Di Jawa Tengah, hutan rakyat pada lahan milik 550 773.8 hektar sudah menyebar luas pada 29 kabupaten di wilayah tersebut. Hutan rakyat tersebut telah mampu mensuplai bahan baku kayu bari industri pengolahan baik yang berskla kecil maupun skala besar di wilayah tersebut, sehingga mampu memberikan dorongan yang signifikan dalam perekonomian masyarakat. Dengan dapat mengambil contoh pada kasus tersebut di atas, apabila sebagian hak pengelolaan hutan negara diserahkan kepada masyarakat, maka kerawanan terhadap kegiatan illegal logging dan perambahan kawasan hutan di Provinsi Jawa Tengah dapat di atasi. Meskipun demikian, pengalihan sebagian hak kelola hutan kepada masyarakat mempunyai kelemahan antara lain: 1 mekanisme pengalihan kepada siapa yang berhak tidak jelas, 2 masyarakat didalam dan disekitar hutan mempunyai karakteristik miskin, pendidikan rendah, tergantung alam, tidak merata kepemilikan lahan, dan sebagainya. Oleh karena itu pengalihan sebag ian hak kelola tersebut harus dikondisikan terlebih dahulu 195 hingga masyarakat siap menerimanya. Salah satu yang harus dikondisikan adalah masyarakat dalam kelembagaan komunal, sehingga hak kelola hutan adalah hak komunal Runge, 1992. Menurut Nugroho 2004, penyerahan sebagian hak kelola hutan negara kepada masyarakat harus melalui hak komunal, sebab hak komunal memiliki keuntungan-keuntungan yaitu : a. Hak komunal sulit untuk di pecah -pecah, dijual atau diwariskan sehingga keutuhannya dapat dipertahankan. Apabila diberikan dalam bentuk hak individu kemungkinan akan dijual lebih besar b. Pihak diluar komunitas sulit masuk baik untuk tujuan pengambilan manfaat maupun hak karena akan segera terdeteksi oleh anggota komunitas sehingga gangguan terhadap sumberdaya dapat diketahui secara dini. c. Tingkat partisipasi masyarakat dalam mengamankan hutan dapat dibangun, baik pengaman dan perambahan maupun dari kebakaran hutan serta gangguan lainnya. d. Dengan hak komunal para anggota kelompok dapat memanfaatkan sumberdaya hutan, sehingga kesejahteraan sosial dapat lebih ditingkatkan. e. Ekses open access resources seperti mahalnya biaya eksklusi dan ketidakmampuan pemerintah dalam menegakkan hukum dan ketertiban dapat dihindari. Namun demikian hak komunal juga mempunyai permasalahan antara lain : 1 jumlah anggota kelompok yang terlau banyak dan beragam maka akan memunculkan perilaku penumpang gratis free rider, tetapi anggota kelompok yang terlalu sedikit akan menghadapi kendala kemampuan pelaksanaan dan investasi, 2 kesenjangan kepemilikan informasi dan distribusi kekuasaan dari masing-masing anggota kelompok dalam pembuatan kesepakatan maka akan memunculkan perilaku otoriter dari yang kuat kepada yang lemah, 3 kesulitan membuat keputusan bersama apabila hak komunal tersebut diserahkan kepada margaklan tertentu. Dengan adanya permasalahan tersebut maka dapat dipertimbangkan bahwa penerima sebagian hak kelola hutan adalah desa, sehingga keputusan -keputusan alokasi sumberdaya hutan ditentukan oleh penduduk desa melalui rembug desa. 196 Di samping itu penyerahan sebagian hak kelola hutan negara harus melalui suatu tahapan baik proses maupun waktu. Proses pengelolaan hutan dimulai dari perencanaan areal, penanaman, pemeliharaan, penebangan atau pemungutan hasil dan sebagainya. Oleh karena itu penyerahan sebagian hak kelola dapat dilakukan secara bertahap proses tersebut sesuai keseiapan dari komunitas masing-masing. Selanjutnya penyerahan sebagian hak kelola tersebut tidak dalam satu waktu tertentu melainkan dalam kurun waktu yang cukup agar kelompok tidak kelebihan beban.

7.2.11 Reorientasi Produksi Hutan