Pembiayaan Pengelolaan Hutan Pengenaan Pajak dan Restribusi Air dan Udara Bersih

188

7.2.2 Pembiayaan Pengelolaan Hutan

Pengelolaan hutan di Provinsi Jawa Tengah sebagai sumberdaya tidak berbeda dengan pengelolaan sumberdaya yang lain memerlukan biaya untuk mengoptimalkan manfaat yang akan dicapai. Apalagi dalam pengelolaan hutan terdapat dampak negatif yang dapat menurunkan pendapatan wilayah, maka untuk mengoptimalkan manfaat sekaligus untuk mengurangi dampak negatif diperlukan biaya yang memadai. Dengan tersedianya biaya yang memadai maka upaya penanggulangan illegal logging, illegal trading, deforetasi dan erosi dapat dilaksanakan secara baik. Dengan demikian kebocoran pendapatan sektor kehutanan dapat diminimalisasi sehingga pada akhirnya pendapatan wilayah dan masyarakat meningkat. Hutan adalah kekayaan negara yang semua pihak dapat mengaksesnya atau dengan kata lain hutan sebagai barang publik, sehingga kurang menarik bagi individu intuk secara langsung bertanggung jawab dalam pengelolaan kekayaan tersebut meskipun yang bersangkutan menikmati hasil dan manfaat hutan. Tidak semua hasil dan manfaat hutan dapat langsung dinikmati individu tertentu, tetapi orang atau pihak lain yang tidak ikut serta membiayai atau menjaga juga akan menikmati hasil dan manfaat hutan. Individu yang mengelola sumberdaya hutan kesulitan menarik biaya dari orang atau pihak lain tersebut. Oleh karena itu Pemerintah harus bertanggungjawab secara keseluruhan dan mengatur sedemikian rupa dengan berbagai instrumen kebijakan dan mekanisme sehingga pihak-pihak yang memanfaatkan hutan dapat dengan sadar membayar kewajibannya.

7.2.3 Pengenaan Pajak dan Restribusi Air dan Udara Bersih

Meskipun pajak dan restribusi bersifat disinsentif, tetapi kebijakan ini perlu diterapkan mengingat air dan udara bersih dapat mengalami krisis ataupun tercemar bila tidak dijaga sumbernya Suparmoko, 2000. Oleh karena itu pajak dan restribusi air maupun udara bersih lebih diarahkan kepada pengendalian sumberdaya tersebut agar dipergunakan secara arif dan hemat. Dengan demikian pengenaan pajak dan restribusi tersebut dilakukan secara diskriminasi sesuai tingkat kearifan dan kehematan penggunaannya. Bagi konsumen yang arif dan hemat air dan udara bersih dapat dikenakan pajak dan restribusi yang ringan atau 189 bahkan nol tetapi bagi konsumen yang boros maka pajak dan restribusi yang harus ditanggung lebih besar. Mekanisme pengenaan pajak dan restribusi air atau udara bersih harus adil bijaksana sebab konsumen komoditi tersebut mempunyai preferensi kebutuhan yang beragam. Untuk petani, konsumsi air terbanyak untuk proses produksi padi sedangkan untuk industri, hotel dan usaha besar lainnya, konsumsi air terbanyak kegiatan bisnis. Bahkan khusus industri memiliki potensi kontribusi yang besar dalam pencemaran udara, sehingga konsumsi udara bersihnya menjadi yang paling besar. Dengan demikian undustri dan hotel dapat dikenakan pajak dan restribusi air dan udara bersih yang paling besar.

7.2.4 Optimalisasi Provisi Sumberdaya Hutan PSDH dan Dana