Model Input-Output Standar Manfaat Hutan dalam Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto

139 yang kehidupannya tergantung dari keberadaan hutan. Dan, ekonomi makro yang dipengaruhi sektor kehutanan adalah kemampuan ekonomi daerah maupun ekonomi nasional. Ketiga, penyediaan jasa lingkungan hidup dan lingkungan sosial masyarakat yang berupa jasa wisata, air, udara bersih dan sebagainya. Keempat , penyedia sarana untuk kegiatan illegal baik logging maupun trading serta aktivitas dampak erosi dan deforestasi. Lebih lanjut, keempat hal tersebut dapat dirinci secara lebih detail menjadi 18 variabel yang dalam proses pengolahan data dengan metoda Input–Output I- O diberikan istilah sektor atau lapangan usaha. Pada penyusunan Tabel Input- Output Provinsi Jawa Tengah standar, manfaat hutan pada perekonomian terinci dalam 7 variabelsektor yaitu 2 dua variabel yang berupa hasil kayu, hasil non kayu, jasa wisata yang dikelompokkan sebagai sektor produksi kehutanan dan 5 lima variabel yang berupa industri penggergajian, industri kayu lapis, industri bahan bangunan dari kayu, dan industri barang lain yang berbahan baku kayu, serta jasa wisata. Kelima varibel terakhir tersebut termasuk dalam kelompokkan sektor produksi non kehutanan.

6.2.1 Model Input-Output Standar

Pada Tabel Input-Output Provinsi Jawa Tengah tahun 2000 yang kemudian dilakukan penyesuaian RAS ke tahun 2003 sebagaimana Lampiran 14, dapat diketahui bahwa variabel sektor kehutanan yang menjadi faktor produksi dalam perekonomian terbatas pada hasil kayu bulat, hasil hutan non kayu getah, madu, arang, bambu dan lain -lain, dan jasa wisata hutan. Sektor jasa wisata itupun berdasarkan standard klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia masuk dalam faktor produksi non kehutanan. Berdasarkan Tabel Input-Output Provinsi Jawa Tengah standar peran sektor kehutanan sebesar Rp 1.80 triliun atau sekitar 0.52 dari total output provinsi tersebut sebesar Rp 342.15 triliun. Dari Lampiran 14 dapat dilihat bahwa dari seluruh nilai produksi bruto yang dihasilkan di provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 342.15 triliun, sekitar Rp171.31 triliun atau sebesar 50.07 persen diturunkan dalam bentuk nilai tambah bruto. Sementara itu bila dilihat dari aspek pendapatan nilai tambah bruto yang sebesar Rp Rp171.31 triliun adalah merupakan balas jasa atau kompensasi yang 140 dibayarkan ke faktor produksi tenaga kerja adalah sebesar Rp 110.91 triliun, sebesar Rp 50.65 triliun merupakan kompensasi yang dibayarkan terhadap penggunaan kapital, termasuk pula didalamnya keuntungan usaha, dan sisanya Rp 9.75 triliun merupakan komponen pajak tidak langsung neto. Apabila dilihat output per sektor, maka sektor perdagangan, restoran dan hotel merupakan sektor yang mempunyai nilai tambah terbesar. Output sektor perdagangan, restoran dan hotel mencapai Rp 66.05 triliun. Kemudian sektor yang kedua dan ketiga terbesar yang menciptakan output di propinsi Jawa Tengah adalah sektor Industri lainnya, yang terdiri dari industri tekstile, industri kertas, industri kimia, industri logam, industri mesin dan industri yang belum terkelompokan, serta industri makanan. Besar output pada tahun 2003 untuk kedua sektor tersebut masing-masing sebesar Rp 64.93 triliun dan Rp 45.95 triliun. Kemudian output untuk kegiatan sektor yang berkaitan dengan sumberdaya hutan, masing-masing outputnya adalah sebagai berikut; sektor hutan selain kayu Rp 968.10 miliar, sektor kayu Rp 770.39 miliar dan sektor jasa lingkungan sebesar Rp 83.0 miliar. Rincian lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 43. Tabel 43. Sepuluh Sektor Terbesar Beserta Sektor Kehutanan Menurut Peringkat Output di Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2003 Nilai Rangkin g Kode Sektor juta Rp Persen 1 19 Perdagangan, Restoran, dan Hotel 66 052 037 19.09 2 15 Industri Pengolahan Lainnya 64 934 285 18.77 3 13 Industri Makanan dan Minuman 45 954 243 13.37 4 8 Industri Migas 30 116 766 9.24 5 14 Tanaman bahan makanan 29 741 143 8.70 6 22 Jasa lainnya 25 552 180 7.39 7 20 Angkutan dan Komunikasi 18 769 932 5.43 8 18 Konstruksi 17 059 763 4.93 9 21 Bank, Lembaga Keuangan Lainnya 10 327 551 2.98 10 10 Peternakan 9 191 747 2.83 18 2 Hasil non kayu 968 097 0.28 20 1 Kayu 770 394 0.22 21 3 Jasa lingkungan 83 006 0.02 Sektor Lainnya 23 341 224 6.75 Total 342 152 829 100.00 Bila dilihat dari penciptaan nilai tambah brutonya, maka dari lampiran 14 atau tabel 44, dapat diketahui bahwa sektor perdagangan, restoran dan hotel masih 141 menempati peringkat tertinggi dengan peranannya yang mencapai 23.62 persen terhadap total nilai tambah bruto yang besarnya Rp171.31 triliun. Pada tabel yang sama dapat juga diketahui sektor tanaman bahan makanan menghasilkan nilai tambah sebesar Rp 24.30 triliun atau sekitar 15.14 persen dari total nilai tambah bruto, sehingga berada pada posisi kedua dalam menghasilkan nilai tambah bruto. Peringkat ketiga ditempati oleh sektor industri makanan dan minuman dengan sumbangan 13.37 persen terhadap penciptaan nilai tambah total Jawa Tengah. Sementara itu, sektor hasil hutan selain kayu, sektor kayu, dan sektor jasa lingkungan secara berturut-turut menempati peringkat ke 15, 17, dan 22 dari keseluruhan sektor yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Adapun besar nilai tambah bruto yang disumbangkan oleh ketiga sektor tersebut dalam pembentukan PDRB propinsi Jawa Tengah tahun 2003 masing-masing sebesar Rp 694.1 miliar, Rp 438.8 miliar dan Rp 3.7 miliar. Tabel 44. Sepuluh Sektor Terbesar beserta Sektor Kehutanan Menurut Peringkat Nilai Tambah di Jawa Tengah Tahun 2003 Nilai Rangking Kode Sektor juta Rp Persen 1 19 Perdagangan, Restoran, dan Hotel 41 376 911 23.62 2 8 Tanaman bahan makanan 24 295 163 15.14 3 13 Industri Makanan dan Minuman 23 120 282 13.37 4 22 Jasa lainnya 14 821 224 8.46 5 15 Industri Pengolahan Lainnya 14 416 164 8.23 6 14 Industri Migas 14 137 150 8.07 7 20 Angkutan dan Komunikasi 9 899 010 5.65 8 18 Konstruksi 6 972 031 3.98 9 21 Bank, Lembaga Keuangan Lainnya 6 448 467 3.68 10 10 Peternakan 5 727 776 3.62 15 2 Hasil non kayu 694 137 0.40 17 1 Kayu 438 813 0.25 22 3 Jasa lingkungan 3 718 0.00 Lainnya 9 668 315 5.52 Total 171 309 623 100.00 Besaran nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh suatu sektor merupakan balas jasa faktor produksi karena adanya aktivitas produksi di suatu sektor. Dalam Tabel Input-Output, nilai tambah dirinci menurut upah dan gaji, surplus usaha sewa tanah, bunga dan keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung neto. Besarnya nilai tambah pada masing-masing sektor akan ditentukan oleh besarnya 142 output nilai produksi yang dihasilkan dan perbandingan antara nilai tambah terhadap outputnya. Oleh sebab itu, suatu sektor yang memiliki output yang besar belum tentu memiliki nilai tambah yang besar pula karena penciptaan nilai tambah juga ditentukan oleh perbandingan nilai tambah terhadap output yang disebut dengan efisiensi Bila dibandingkan antara peringkat output dan nilai tambah dengan klasifikasi 22 sektor, maka sektor kehutanan tidak termasuk dalam kelompok sepuluh terbesar peringkat nilai tambah, maupun peringkat output Hal ini menunjukkan bahwa sektor kehutanan bukan merupakan sektor utama atau sektor kunci key sektor di Provinsi Jawa Tengah.

6.2.2 Membangun Kerangka Model Input-Output Modifikasi