30 Lebih lanjut Sanim 2003 a menjelaskan dua pendekatan untuk melakukan
valuasi sumberdaya alam termasuk hutan yaitu :
a. Pendekatan Kurva Permintaan
Pendekatan kurva permintaan didasarkan pada Willingness to pay WTP sumberdaya alam tersebut. Pendekatan ini dapat dibedakan menjadi dua tipe
yaitu : 1. Permintaan diturunkan dari pernyataan preferensi, yaitu individu untuk
barang sumberdaya alam atau lingkungan diperoleh dari survey dengan menggunakan kuesioner.
2. Permintaan yang terungkap dari menganalisis pembelian barang tertentu di pasar yang memungkinkan dapat dinikmati jasa lingkungan tertentu secara
bersamaan.
b. Pendekatan Tidak Mendasarkan Kurva Permintaan
Pendekatan ini tidak memberikan penlaian ekonomi yang sejati, tetapi tetap sangat berguna dalam aplikasi valuasi sumberdaya alam.
Pendekatan ini terdiri atas : 1. Metode dosis–respon, yaitu menentukan data yang menghubungkan antara
respon manusia ataupun bukan manusia dengan berbagai tingkat pencemaran lingkungan.
2. Metode biaya pengganti yaitu mengestimasi biaya untuk menggantikan atau memulihkan asset lingkungan yang terdegradasi sehingga hilang jasa-
jasanya. Estimasi biaya tersebut digunakan mengukur manfaat restorasi. 3. Metode mitigasi menghindar, yaitu mengukur besarnya biaya untuk
menghindari pengaruh pencemaran. 4. Metode biaya kesempatan opportunity cost yaitu melakukan penilaian
manfaat lingkungan dengan menentukan nilai banchmark tertentu. Sebagai contoh biaya untuk melakukan konversi wetland menjadi lahan
pertanian intensif sebagi nilai benchmark, maka jika biaya konversi tersebut kurang dari benchmark maka dapat dikatakan tidak bermanfaat.
31
2.7 Hasil-Hasil Studi Nilai Ekonomi Sumberdaya Hutan
Pada kondisi umum nilai ekonomi sumberdaya hutan produksi dengan pendekatan biaya kegiatan pengelolaan hutan sebelum dikenakan pungutan
Rp 434 454 m3 untuk hutan rawa, dan sebesar Rp 688 714 m3 untuk hutan bukit. Adapun struktur biaya pengelolaan rata-rata belum memasukan pungutan
tersebut adalah : perencanaan + 3, pemanenan hasil hutan termasuk jalan ranting, sarad dan pemeliharaan jalan + 42, pembinaan hutan termasuk
penanaman tanah kosong, kiri kanan jalan + 9, kelola lingkungan dan sosial 2, penyusutan sarana prasarana + 31, umum dan administrasi + 13
Bahruni, 2003. Sementara itu manfaat tidak langsung Indirect Use Values dari kawasan
konservasi terpadu Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebagai penyedia air yang nilainya ekonominya sebesar Rp 4 341 miliar per tahun atau Rp 280 juta
per hektar. Nilai ekonomi tersebut didasarkan pada kesediaan masyarakat membayar agar air tetap secara teratur mendukung penyediaan air minum,
sanitasi, dan pertanian Darusman, 1993. Sedangkan menurut Kramer et al dalam Effendi 2001, nilai manfaat perlindungan air secara ekologis dari hutan
lindung di Ruteng Pulau Flores sebesar US 35 per kepala rumah tangga per tahun.
Nilai ekonomi jasa rekreasi kawasan konservasi dengan fungsi cagar biosfer Pulau Siberut Sumatera Barat yang diukur berdasarkan kesediaan wisatawan
membayar willingness to pay sebesar US 23 per kunjungan. Pembayaran jasa rekreasi tersebut untuk membayar tiket guna mendukung konservasi lingkungan
dan kebudayaan tradisional. Dukungan biaya dari pembayaran tiket masuk kawasan konservasi tersebut cukup besar dalam melaksanakan upaya-upaya
peletarian hutan tim Universitas Duke dalam Effendi 2001. Beberapa studi valuasi ekonomi sumberdaya hutan secara lebih rinci dari
1992 sampai dengan sekarang dapat dilihat pada Tabel 2. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan pada umumnya masih bersifat parsial, misalnya terbatas
manfaat air hutan lindung, jasa wisata hutan wisata, nilai kayu, dan sebagainya. Sehingga jika dikaitkan dengan perekonomian wilayah maka penelitian-penelitian
tersebut belum dapat diaplikasikan secara tepat.
32 Tabel 2. Beberapa Studi Penilaian Ekonomi Sumberdaya Lingkungan di
Indonesia
Tahun Lokasi Peneliti
Utama Metode
Hasil
1992 Wilayah Hutan
Negara di Jateng
Tatuh Pendekatan
Perilaku dan Dependensi
dengan Model Logit
Jumlah masyarakat di dalam dan disekitar hutan yang mengambil hasil hutan berupa
: - Kayu bakar = 82.5
- Makanan ternak = 66.9 1992 Wilayah
Hutan Tropis Indonesia
Sutopo Pendekatan
positive Economics
dengan Model Quasi - Rent
Nilai Sewa Rent Ekonomis Hutan Trpis Indonesia Rp. 104 336 m3 dimana
Pemerintah menerima 34 Rp 35 434 m3 dan Pengusaha menerima 66 Rp
68 902 m3
1992 Teluk Bintuni, Papua
Ruitenbeek Harga bayangan, pendekatan
produksi Nilai ekonomi total dari produksi lokal
yang dapat dan tidak dapat dipasarkan masing-masing sebesar Rp 5.1 juta dan 9
juta per tahun per kepala rumah tangga
1993 TN Gunung Gede
Pangrango Darusman
Model Input Output
Nilai manfaat air yang diberikan TNGP sebesar Rp 4.31miliartahun atau sekitar
Rp. 28 jutahatahun kepada masyarakat sekitar
1993 Taman Nasional dan
Hutan Wisata di Pulau
Jawa Bahruni
Metode Biaya Perjanan
Willingness to pay untuk jasa rekreasi hutan wisata dan taman nasional di Pulau
Jawa berkisar Rp 1.5 - 9.6 jutahatahun, dan khusus jawa tengah HW.Grojokan
Sewu adalah tertinggi yaitu Rp 9.6 jutahatahun
1995 TN Gunung Gede
Pangrango Susmianto .
Pendekatan Pengeluaran
Rekreasi mempengaruhi 13 sektor ekonomi dengan total pengeluaran
sebesar Rp 471 juta dari output atau penjualan, Rp 80 juta dari pendapatan
dan 155 orang pekerja
1996 TN Bukit Baka-Bukit
Raya, Kalteng
Kalbar Saunder
Contingent valuation
Nilai perlindungan diperkirakan sebesar Rp 10 miliar per tahun
1996 Sungai Ciliwung,
Jakarta Saunder
Contingent valuation
Manfaat ekonomi dari membaiknya kualitas air di Sungai Ciliwung
diperkirakan sebesar US 30 juta per tahun
1997 Siberut dan Ruteng
Kramer Pendekatan
produktivitas, biaya perjalanan
dan contingent valuation
Kesedian membayar untuk mendukung konservasi lingkungan dan kebudayaan
tradisional pulau Siberut sebesar US 23. Manfaat ekonomi perlindungan air di
Ruteng, Flores sebesar US 35 per kepala rumah tangga per tahun
1997 Hutan Lindung DAS
Citarum Hulu Supriyadi
Model Input - Output
Nilai total air dari hutan lindung dan hutan produksi seluas 76 273.19 ha pada
jumlah penduduk Kabupaten 3.3 juta jiwa adalah sebesar Rp. 54.5 milyar.
Kontribusi sektor hutan lindung terhadap total produk domestik regional bruto
PDRB 0.48 di wilayah ekonomi Kabupaten Bandung.
33 Tabel 2. lanjutan
Tahun Lokasi
Peneliti Utama
Metode Hasil
1998 Kebakaran Hutan
WWFEEPSE A
Produktivitas, ke- sehatan,
pengelu-aran dan benefit
transfer Kerugian ekonomi akibat kebaran hutan
sebesar US 4.5 miliar
1998 TN Gunung Leuser
ElfianWWF dan CIFOR
Pendekatan produktivitas dan
pengeluaran Nilai ekonomi air untuk irigasi, industri,
dan kebutuhan sehari-hari diperkirakan berni lai sebesar U 4.3 juta per tahun
1999 Kepulauan Togean,
Sulteng Cannon
Pendekatan produktivitas dan
pengeluaran Dengan tingkat diskon 5 selama 25
tahun, NPV dari ekowisata Rp 5.3 miliar dan kehutanan Rp 4.1 miliar.
2001 Provinsi Jambi dan
Kalimantan Tengah
Fahutan IPB dan Dephut
Nilai Ekonomi Total dan
analisis biaya manfaat
Nilai ekonomi total hutan lahan kering : Di Jambi : Rp 199.4 jutahatahun
Di Kalteng: Rp 124.3 jutahatahun Nilai ekonomi total hutan lahan basah :
Di Jambi : Rp 150.3 jutahatahun Di Kalteng: Rp 115.1 jutahatahun
2002 Kabupaten Blora Jawa
Tengah Yulianto
Model Spacial Auto Regressive
SAR Frekuansi rata-rata ilegal logging selama
1997 – 2002 sebanyak 9 807 kasustahun, dengan kerugian sebesar
Rp. 12.1 milyardtahun. Nilai kerugian akibat deforestasi sebesar Rp. 2.1
milyardtahun
2004 Hutan Mangrove di
Sulawesi Tenggara
Alfian Nilai Ekonomi
Total dan analisis biaya
manfaat Nilai ekonomi total hutan mangrove
sebesar Rp.8 315 hatahun
2004 Wilayah DAS Citanduy
Kabupaten Ciamis dan
Tasik Malaya Kirsfianti
Pendekatan Penjumlahan
CO
2
pada Agroforestry
Produksi CO
2
dari agroforestry sebanyak pada kisaran 19.2 – 85.7 tonhatahun
dengan rara-rata 41.6 tonhatahun
2004 Taman Nasional
Gunung Halimun
Jawa Barat Widada
Nilai Ekonomi Total dan
analisis biaya manfaat
Nilai ekonomi total NET TNGH adalah sebesar Rp 439.75 milyar per tahun,
terdiri dari nilai penyerapan karbon Rp 429.77 milyar 97.73, nilai ekowisata
Rp 1.27 milyar 0.29, nilai air domestik dan pertanian Rp 6.64 milyar 1.51,
nilai pelestarian Rp 0.67 milyar 0.15, nilai pilihan Rp 0.76 milyar 0.17, dan
nilai keberadaan sebesar Rp 0.64 milyar 0.15.
Keterangan: sumber Effendi 2001
34
2.8 Konsep Kelembagaan