23 di dalam hutan adalah nilai yang melekat pada keberadaan hutan sendiri,
misalnya pengatur cuaca, pengatur ata air, penghasil udara bersih, penyerap pencemaran udara, dan sebagainya. Selanjutnya use value dapat dipilah kembali
menjadi nilai atas dasar penggunaan langsung direct use value, nilai atas dasar penggunaan tidak langsung indirect use value, nilai atas dasar pilihan
penggunaan option use value, dan nilai yang diwariskan bequest value. Lebih lanjut menurut Pearce 1993, nilai non use value dapat dibedakan
menjadi nilai atas dasar keberadaannya existence value, dan dasar warisan generasi sebelumnya bequest value. Sebagai gambaran pembagian tersebut
adalah keberadaan sumberdaya hutan yang dilestarikan dapat memenuhi kebutuhan rekreasi dan kesenangan lain warisan dan juga keberadaan hutan
tersebut dapat memelihara sumberdaya hayati biodiversity. Pemilahan nilai ekonomi tersebut di atas dapat dilihat pada Gambar 5.
2.5 Peran Nilai Ekonomi Sumberdaya Hutan dan Perekonomian Wilayah
Nilai ekonomi sumberdaya hutan merupakan indikator yang berpengaruh terhadap kebijaksanaan, sikap dan tingkah laku semua pihak yang terlibat dalam
pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya hutan Supriadi, 1997. Penilaian ekonomi bukan suatu proses akhir tetapi mempunyai peran langsung dalam
pengambilan kebijaksanaan perekonomian wilayah. Disamping itu nilai ekonomi sumberdaya hutan juga berperan dalam berbagai hal antara lain mengidentifikasi
dan membandingkan antara biaya dengan keuntungan, sebagai informasi mengenai efisiensi investasi baik pada sektor pemerintah maupun swasta.
Pola interaksi antara nilai ekonomi dan kebijaksanaan perekonomian wilayah secara hipotetik disajikan dalam Gambar 6, dalam hal ini hutan dan
pengelolaannya diasumsikan berada pada posisi supply yang berperan sebagai sektor ekonomi. Produk atau output yang dihasilkan menjadi input terhadap
ekonomi yang menyebabkan : 1 berjalannya berbagai aktivitas produksi barang dan jasa, 2, terbukanya lapangan kerja dan 3 meningkatkan pendapatan
pemerintah dan masyarakat. Dalam perekonomian wilayah, nilai tersebut diukur secara agregat sebagai nilai tambah yang menjadi ukuran nilai kontribusi terhadap
pendapatan ekonomi wilayah PDRB.
24
Sumber : Pearce 1993 Lebih lanjut Supriadi 1997 menjelaskan bahwa dalam mekanisme pasar,
tingkah laku supply ditentukan oleh nilai atau harga, kenaikan harga akan merangsang supply berkurang. Demikian pula karakter pengelola kawasan hutan
mempunyai analogi bahwa upaya pelestarian hutan merupakan kebijaksanaan supply
yang dipengauhi oleh harga atau nilai manfaat produknya, sehingga kebijaksanaan alokasi dana untuk pengelolaan hutan akan sangat dipengaruhi
oleh besarnya nilai kontribusi atau nilai tambah yang dihasilkan dari sektor kehutanan sebagai gambaran nilai atau harga dari produk hutan tersebut.
Ditinjau dari aspek ekonomi wilayah, kehutanan berperan dalam penyediaan lapangan kerja dan pendapatan nasional. Hal tersebut tercermin dalam struktur
ekonomi kehutanan yang memiliki lima segmen kegiatan, yaitu yaitu : 1 proses produksi primer tanaman hutan, 2 pemanenan atau eksploitasi, 3 pengolahan
hasil hutan, 4 peredaran atau distribusi dan 5 konsumsi. Seluruh segmen kegiatan tersebut menyerap tenaga kerja yang cukup banyak Gregory, 1972.
Sumberdaya Hutan
Non Nilai Guna Nilai Guna
Nilai Guna langsung
Nilai Guna tak
langsung Nilai Guna
pilihan Nilai
Keberadaan Nilai
Warisan
CONTOH Hasil Kayu
dan Non Kayu
Asimilasi, Tata air, dan
Karbon Kebutuhan
Rekreasi Rekreasi
Generasi Mendatang
Pelestarian Sumberdaya
Hayati
Gambar 5. Diagram Nilai Sumberdaya Hutan
25
Sumber : Supriadi 1997
2.6 Metode Penilaian Ekonomi Sumberdaya Hutan