121 kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan mempunyai dampak ganda yaitu
peningkatan aset pemerintah yang berupa hutan tanaman dan juga penciptaan lapangan kerja untuk masyarakat pedesaan. Kedua dampak tersebut dapat
secara langsung akan menentukan besarnya perhitungan PDRB wilayah.
2.2 Illegal Logging dan Illegal trading
Kegiatan illegal logging dan illegal trading termasuk aktivitas ekonomi pemanfaatan sumberdaya hutan yang transaksinya tidak melalui pasar legal.
Oleh karena itu dengan menggunakan pendekatan nilai kerugian yang diakibatkan oleh kedua kegiatan illegal tersebut maka dapat diketahui
besarnya aktivitas perekonomian yang ditimbulkannya. Nilai kerugian akibat illegal logging
tersedia dari data Laporan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, dimana pada tahun 2003 sebesar Rp 61.65 miliar. Rincian lengkap
nilai kerugian akibat illegal logging di Provinsi Jawa Tengah sebagaimana Lampiran 6.
Besarnya nilai kerugian illegal logging dan illegal trading akan bersifat additive
terhadap PDRB aktual, sebab selama ini kedua kegiatan tersebut tidak dimasukkan dalam perhitungan. Oleh karena itu dengan memasukkan kedua
kegiatan illegal ke dalam perhitungan PDRB maka dapat diartikan sebagai mendapatkan kembali rebound pendapatan yang hilang. Padahal
kenyataanya, pendapatan illegal tersebut tidak hilang melainkan hanya tidak tercatat. Hal tersebut terjadi karena pihak pelaku aktivitas illegal tetap merasa
untung meskipun aktivitas tersebut dilarang. Hasil penghitungan menunjukan bahwa ilegal logging terbesar terjadi
tahun 2001. Hal tersebut dapat dipahami bahwa sejak era reformasi berlangsung sejak 1998 ada kesempatan yang relatif bebas untuk menjarah
kekayaan negara termasuk hutan. Oleh karena itu baik kuantitas maupun kualitas pencurian kayu meningkat hingga tahun 2001 dimana pada saat itu
seolah-olah aparat tidak mampu mengatasi. Tetapi sejak tahun 2002 sampai saat ini besarnya ilegal logging di Provinsi Jawa Tengah cenderung menurun.
bahwa tahun 2004 jumlahnya hampir sama dengan tahun 1999. Illegal
122 logging
terjadi di Wilayah Provinsi Jawa Tengah khususnya kabupaten yang memiliki kawasan hutan.
Sedangkan nilai kerugian kegiatan illegal trading diproksi dari selisih kayu bulat yang tercatat dengan kayu yang diolah. Kayu bulat yang tercatat
adalah kayu yang diproduksi di wilayah Provinsi Jawa Tengah ditambah dengan kayu bulat yang masuk di wilayah tersebut. Oleh karena itu besarnya
illegal trading tersebut dapat berupa salah catat produksi dan salah catat
peredaran. Sementara itu kayu yang diolah di wilayah Provinsi Jawa Tengah adalah total pengolahan industri kayu primer. Sehingga selisih antara kayu
yang tercatat dengan kayu yang diolah merupakan kayu pasar gelap. Rincian lengkap proksi kegiatan illegal trading tersebut sebagaimana Lampiran 11.
Gambaran jumlah kayu salah catat produksi dan salah edar di Provinsi Jawa Tengah sebagaimana Tabel 36.
Tabel 36. Jumlah Kayu Salah Catat di Jawa Tengah 2003 No Uraian
Kayu Jati m3 Kayu Rimba
m3 A. Salah Catat Produksi
1 Stock akhir 2002
53 935 7 188
2 Stock awal 2003
68 272 6 387
Jumlah 14 337
801 B. Salah Catat Peredaran
1 Jumlah penjualan lokal
39 345 839 304
2 Jumlah pengolahan lokal
45 003 851 406
Jumlah 5 658
12 102 Faktor lain yang menjadi sumber kebocoran pendapatan adalah illegal
trading . Hal tersebut dimungkinkan karena di Pulau Jawa khususnya
Provinsi Jawa Tengah terdapat 2 dua sumber kayu yaitu: 1 kayu produksi Jawa Tengah terutama Perum Perhutani Unit I. dan 2 kayu masuk dari
luar Jawa. Kedua sumber kayu tersebut mungkin sekali salah catat. Kesalahan catat juga dapat dibuktikan dengan hasil penelitian Universitas
Gajah Mada 2004 yaitu dari total kayu bulat yang diolah di Propinsi tersebut pada tahun 2000 - 2003 rata-rata sebesar 2 500 000 m3 tetapi yang diproduksi
oleh Provinsi Jawa Tengah hanya 639 891 m3 jati 355 917 m3 dan rimba 283 974 m3. Selanjutnya berdasarkan catatan resmi peredaran kayu bulat
123 dari luar Jawa yang diterima oleh Jawa Tengah pada periode yang sama
hanya 769 107 m3. Dengan demikian terdapat pengolahan kayu bulat sebanyak 1 091 002 m3 tidak jelas dari mana asalnya. Sementara itu produksi
kayu rakyat Provinsi Jawa Tengah yang dicatat oleh Astratatmadja 2002 hanya 65 000 m3.
Hal-hal tersebut di atas juga menunjukkan adanya selisih produksi kayu bulat dengan pengolahan bahan baku industri yang cukup besar di
Provinsi Jawa Tengah. Selisih produksi kayu bulat dan pengolahan industri tersebut mengkibatkan terjadinya kelebihan permintaan over demand . Oleh
karena itu dengan adanya kelebihan permintaan kayu bulat di Provinsi Jawa Tengah maka dapat dipertanyakan bagaimana untuk menutupinya. Salah satu
jawaban dari pertanyaan tersebut tentunya adalah adanya pasokan kayu tidak resmi ilegal. baik ilegal logging maupun ilegal trading. Dalam hal ini
pihak-pihak yang terkait dengan pasokan kayu ilegal antara lain pencuri kayu, penebang liar, mapun petugas pemerintah yang terkait. Oleh karena itu
selama permintaan kayu masih lebih besar dibanding produksi yang tersedia maka ilegal logging dan ilegal trading masih akan terus berlangsung.
2.3 Kehilangan Nilai Tambah