Prosedur Mutu dalam Manajemen Mutu

4. Prosedur Mutu dalam Manajemen Mutu

Manajemen mutu dijalankan di dalam suatu organisasi untuk menjamin konsistensi hasil yang diinginkan sesuai dengan persyaratan yang harus diikuti oleh organisasi tersebut. Upaya untuk menjamin konsistensi hasil tersebut disusun prosedur mutu yang mengarahkan kebijakan-kebijakan dan proses-proses dalam suatu organisasi. Prosedur mutu dalam manajemen mutu harus: 1 disusun dan ditetapkan, 2 didokumentasikan, 3 diukur dan diawasi dipelihara, dan 4 ditingkatkan improvement. Prosedur mutu merupakan panduan mutu manual mutu yang disusun secara sistematis sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi dalam upaya mencapai tujuan. Prosedur kerja juga merupakan instruksi kerja yang terdokumentasi secara baku yang menunjukkan sasaran kinerja organisasi dan juga pada semua fungsi dalam organisasi Panduan ISO 9001-2000. Prosedur kerja dapat menunjukkan tingkat kinerja sebuah organisasi dan sifatnya berkembang sesuai perkembangan kondisi internal dan eksternal. Fungsi prosedur mutu diantaranya: 1 mengembangkan dan mengidentifikasi proses yang perlu dilakukan oleh organisasi untuk menghasilkan produkjasa organisasi tersebut; 2 mengatur interaksi antar proses-proses; 3 menetapkan kebijakan-kebijakan dan aturan pelaksanaan proses; 4 menuangkan kebijakan dan aturan pelaksanaan proses dalam dokumentasi; 5 menerapkan dan menjalankan proses sesuai dokumentasi yang ditetapkan, dan 6 meningkatkan dan mengembangkan proses sesuai kebutuhan dan sasaran organisasi. Oleh karena itu panduan mutu dalam setiap organisasi minimal memiliki ciri sebagai berikut: 1 merupakan blueprint proses kerja organisasi core bisnis; 2 disusun secara sistematis; 3 berisi seperangkat syarat, langkah dan dokumen kerja minimal; 4 menjamin tujuan organisasi sesuai persyaratan yang diinginkan, dan 5 dapat dipergunakan sebagai alat control. D. Penelitian yang Relevan Sampai saat ini belum banyak penelitian yang dilakukan mengenai program penyelenggaraan kursus berbasis life skill. Di bawah ini ada satu penelitian yang mungkin mendekati penelitian ini, namun bukan masalah penyelenggaraan kursus berbasis life skill. Hasil penelitian Sarbiran 2002: 54 yang memfokuskan pada pendidikan kejuruan dan kecakapan hidup pada mahasiswa menyimpulkan bahwa: 1 adanya kecenderungan menggunakan istilah kecakapan daripada keterampilan, karena keterampilan merupakan istilah operasional yang dapat diukur dan dievaluasi; 2 kecakapan seseorang sangat dipengaruhi oleh keterampilan yang dikuasai. Penelitian Sarbiran ini sangat bermakna dengan penelitian penulis karena terungkap bahwa ada kecenderungan prioritas kecakapan hidup yang dititikberatkan pada aspek pemberian keterampilan untuk bekerja disamping beberapa aspek kecakapan hidup lain. Dalam penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian Sarbiran, yakni prioritas pembekalan berbagai kecakapan hidup personal, sosial, akademik, dan vokational skill sebagai keseluruhan kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk memasuki dunia kerja atau menciptakan lapangan kerja baru. Hasil penelitian BPPLSP Regional III tahun 2005 di beberapa perusahaan dan lembaga yang menggunakan lulusan kursus garment user merekomendasi antara lain: 1 lembaga penyelenggara kursus perlu melakukan perubahan strategi penyelenggaraannya dari yang bersifat pasif pelayanan pembelajaran yang bersifat instan menjadi aktif pengembang program pembelajaran hasil ramuan; 2 melakukan identifikasi kebutuhan kepada user lulusan, mengembangkan kurikulum pembelajaran, mengembangan metode pembelajaran dan menyusun pola evaluasi; 3 proses menyelenggarakan kursus perlu disesuaikan dengan kebutuhan pasar sehingga lulusan kursus dapat diserap pasar kerja dan atau berusaha mandiri.

E. Kerangka Berpikir