Proses Perencanaan Kursus Keterampilan dengan Penerapan Prosedur

sasaran; 2 hasil kerja dapat dikumpulkan dan didokumentasi, dan 3 semua pihak yang terlibat dapat memerankan tugas dan tanggung jawabnya serta dapat merasakan manfaatnya. Gambaran pelaksanaan ujicoba prosedur mutu di Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut:

a. Proses Perencanaan Kursus Keterampilan dengan Penerapan Prosedur

Mutu Pembentukan Tim Pelaksana, Prosedur Mutu Identifikasi Ke-butuhan dan Prosedur Mutu Penyusunan Kurikulum dan Bahan Ajar Proses perencanaan dilakukan dengan cara: pertama: membentuk tim pelaksana program. Tim inilah yang menjadi motor pelaksanaan kegiatan dengan membuat rencana kerja yang biasa disebut desain kegiatan, langkah kedua melakukan identifikasi kebutuhan untuk mengumpulkan fakta-fakta dan informasi dilapangan apa kebutuhan belajar yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri, dan langkah ketiga menyusun kurikulum dan bahan ajar yang relevan dengan kebutuhan dunia usaha dan industri tersebut. Proses perencanaan ini sesuai dengan definisi Uber Silalahi 2002: 159 bahwa perencanaan sebagai satu proses penetapan tujuan setting objectives yang akan dicapai dan memutuskan strategi dan taktik untuk mencapainya, dan pendapat Terry 2003:44 bahwa proses perencanaan harus didasarkan atas fakta-fakta dan informasi dan tidak atas emosi dan keinginan. Oleh karena proses pelaksanaan perencanaan yang didahului dengan pembentukan tim serta melakukan identifikasi kebutuhan belajar merupakan langkah tepat untuk memperoleh fakta dan informasi dalam upaya menentukan tujuan kursus dan merumuskan strategi untuk mencapai tujuan kursus termasuk menyusun kurikulum dan bahan ajar untuk pembelajaran. Informasi yang sangat berharga berdasarkan wawancara peneliti dengan pihak Sanggar Kegiatan Belajar pada tanggal 25 Nopember 2007 seperti di-ungkapkan Supandi, sebagai Kepala Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Semarang sebagai berikut: “Dengan panduan pengelolaan kursus ini saya dan tim pelaksana dapat merencanakan program kursus secara tepat karena didukung dengan data hasil identifikasi dan dapat menentukan strategi yang tepat, dengan demikian hasilnya dapat dipastikan sesuai dengan tujuan penyelenggaraan kursus, selain itu tim dapat menyusun kurikulum dan bahan ajar sesuai kebutuhan pasar kerja, bukan berdasarkan pendapat tim tetapi kebutuhan lapangan atau hasil identifikasi kebutuhan belajar”. Pendapat ini didukung oleh saudara Priyo Prasetyo Sigit, Sebagai sekretaris tim pelaksana program kursus keterampilan berbasis life skill di Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Semarang sebagai berikut: “Pelajaran yang sangat berharga dari proses perencanaan ini adalah penyiapan tim pelaksana yang partisipatif, penggalian data dan informasi dari identifikasi serta kita dapat memperoleh mitra kerja dan users yang benar-benar dapat diandalkan, juga proses ini dapat mendorong para pamong belajar seperti saya untuk belajar melakukan perencanaan yang benar bukan merencanakan rencana atau data bohong-bohongan” Pelaksanaan proses perencanaan ini menerapkan 30 rincian kerja dari 3 prosedur mutu setelah dilakukan ujicoba lapangan terdapat perubahan dalam pelaksanaan menjadi 28 rincian kerja. Rincian kerja yang berkurang adalah rincian kerja pada identifikasi kebutuhan belajar. Pengurangan rinican kerja ini karena terdapat beberapa rinican kerja yang sebenarnya dapat dilakukan dalam sekali kegiatan di lapangan yakni rincian kerja tentang laporan dan penyampaian laporan kepada pimpinan. Sedangkan dokumen kerja yang dapat dikumpulkan sebanyak 9 jenis yang terdiri dari dokumen prosedur mutu pembentukan tim pelaksana 2 dokumen, prosedur mutu identifikasi kebutuhan 4 dokumen dan penyusun kurikulum dan bahan ajar 3 dokumen.

b. Proses Pengorganisasian Kursus Keterampilan dengan Penerapan Pro-sedur