3 Tim pelaksana menyusun laporan dan hasilnya disampaikan kepada Kepala
Sanggar Kegiatan Belajar untuk ditelaah kembali. 4
Kepala Sanggar Kegiatan Belajar menelaah laporan analisa hasil pertemuan dan menunjuk tim pelaksana untuk memperbaiki pengelolaan kursus di
Sanggar Kegiatan Belajar. 5
Kepala Sanggar Kegiatan Belajar melakukan pengontrolan hasil perbaikan pengelolaan kursus yang dilakukan tim pelaksana secara berkala.
Proses pelaksanaan perbaikan mutu pengelolaan kursus dapat dilaksanakan sesuai dengan prosedur mutu, namun satu hal yang perlu diperhatikan adalah
lemahnya kemampuan pimpinan beserta karyawan di Sanggar Kegiatan Belajar untuk memperbaiki pengelolaan kursus berbasis life skill. Berdasarkan hasil sadap pendapat
yang dapat dicatat oleh peneliti selama mengikuti proses perbaikan pengelolaan adalah Kepala dan karyawan belum pernah memperoleh pelatihan manajemen mutu
sehingga belum memiliki pengalaman dalam melakukan audit mutu. Upaya untuk memberikan dukungan proses perbaikan pengelolaan kursus maka dilakukan orientasi
selama satu hari oleh Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Regional III Jateng dalam melakukan audit mutu.
4. Analisis dan Perbaikan Model
Sesuai dengan fakta selama pelaksanaan prosedur mutu di Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Semarang dan kesan dari para pelaksana program kursus yang
melaksanakan prosedur mutu pengelolaan kursus keterampilan berbasis life skill di
Sanggar Kegiatan Belajar, khususnya di Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Semarang, maka selama validasi operasional dapat diperoleh kesan dan masukan
sebagai berikut; 1 pada umumnya pihak yang terlibat merasa terbantu dengan adanya prosedur mutu, karena selain proses kerja disusun secara sistematis, jelas
pembagian peran masing-masing pihak dan dilengkapi dengan format-format sebagai dokumen kerja, 2 Pamong Belajar Sanggar Kegiatan Belajar sebagai tenaga
fungsional memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar dan mereka merasa senang karena akan dapat mengumpulkan angka kredit dari kegiatan ini dan memudahkan
memperoleh bukti fisik karena adanya dokumen mutu dari setiap prosedur mutu, 3 setiap langkah-langkah dalam prosedur mutu dapat dipahami, dan dilaksanakan oleh
setiap pelaksana, dan 4 mitra kerja yang terlibat pengelolaan program kursus ini dapat menepati komitmennya karena adanya transparansi dalam pengelolaan.
Dari beberapa kesan tersebut di atas terdapat beberapa perbaikan rincian kerja dari beberapa prosedur mutu. Perbaikan ini terdapat pengurangan dan beberapa
penambahan rincian kerja dan secara otomatis mempengaruhi diagram alir dari masing-masing prosedur. Beberapa perubahan tersebut dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel 4.64. Hasil Akhir Pengkajian Model Operasional
No Prosedur Mutu
Sebelum validasi
operasional Setelah
Validasi Operasional
Penambahan Pengurangan
langkah 1
Pembentukan tim pelaksana 9
9 Tetap
2 Identifikasi kebutuhan belajar
13 11
Kurang 2 3 Penyusunan
kurikulum dan
bahan ajar 8 8
Tetap 4
Rekrutmen calon sumber 9
9 Tetap
belajar dan calon warga belajar 5 Pengadaan
fasilitas pembelajaran
6 7 Tambah
1 6
Koordinasi dan orientasi 10
6 Kurang 4
7 Pelaksanaan pembelajaran
12 9
Kurang 3 8
Evaluasi hasil belajar 10
12 Tambahn 2
9 Penempatan lulusan
6 4
Kurang 2 10
Pembinaan lulusan 8
7 Kurang 1
11 Perbaikan mutu pengelolaan
10 6
Kurang 4 Jumlah
101 88
Tabel 4.64 mengindikasikan adanya kecenderungan penyederhanaan langkah dari prosedur mutu selama pelaksanaan validasi operasional yakni dari 101 sebelum
dilakukan validasi operasional, namun setelah dilaksanakan validasi operasional oleh Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Semarang menjadi 88 langkah untuk 11
prosedur mutu. Hal ini dapat dimaklumi karena kondisi lapangan membutuhkan adanya perbaikan agar pelaksanaan kursus keterampilan berbasis life skill di Sanggar
Kegiatan Belajar dapat dilaksanakan tanpa mengurangi mutu yang ditetapkan. Pengurangan dan penambahan langkah kegiatan dalam tahapan prosedur mutu
setelah prosedur validasi operasional empirik juga menunjukkan adanya respon positif tim pelaksana kursus berbasis life skill terhadap langkah-langkah prosedur
mutu yang diuji cobakan. Hal ini bukan berarti bahwa langkah-langkah kegiatan yang direncanakan menunjukkan adanya kelemahan tertentu, sebaliknya peneliti
memperoleh masukan penting dari tim pelaksana, agar langkah-langkah kegiatan pada tahapan prosedur mutu perlu diberikan penambahan jenis kegiatan tertentu
untuk menjembatani langkah kegiatan satu dengan lainnya. Demikian pula langkah kegiatan pada tahapan prosedur mutu tertentu yang mengalami pengurangan
menunjukkan adanya keinginan tim pelaksana untuk menyederhanakan langkah-
langkah kegiatan yang telah direncanakan agar dapat tercapai tanpa mengabaikan mutu atau adanya beberapa langkah yang sebenarnya dilapangan dapat dilakukan
dalam sekali langkah kegiatan tanpa mengurangi mutu kegitan itu sendiri. Melalui penambahan dan pengurangan langkah-langkah kegiatan berdasarkan masukan dari
tim pelaksana itu pada akhirnya dapat dirumuskan langkah-langkah kegiatan secara baku yang layak untuk dilaksanakan oleh setiap Sanggar Kegiatan Belajar.
C. Efektifitas Model Pengelolaan Kursus Keterampilan Berbasis Life skill
dengan Menerapkan Prosedur Mutu di Sanggar Kegiatan Belajar
Efektifitas model ini dilihat dari tiga variabel, yakni: 1. Kemampuan life skill warga belajar, 2. kemampuan tim pelaksana, dan 3 kepuasan pengguna
lulusan 1.
Kemampuan Life skill warga belajar
Model yang dikembangkan di dalam penelitian ini adalah pengelolaan program kursus berbasis life skill di Sanggar Kegiatan Belajar. Unsur-unsur yang
terkandung di dalam model ini mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, evaluasi, dan perbaikan mutu pengelolaan. Masing-masing unsur dalam
pengelolaan program kursus tersebut dikembangkan dan diimplementasikan dengan menerapkan prosedur mutu manajemen. Melalui pengembangan model seperti itu
diharapkan hasilnya efektif dalam mengembangkan life skill warga belajar dan kepuasan pengguna lulusan.