Proses Pelaksanaan Pembelajaran Kursus Keterampilan dengan Penera-pan

penggalangan dukungan dan pembagian tanggung jawab dalam upaya menciptakan tim yang tangguh dan siap untuk mencapai tujuan. Proses pengorganisasian yang dilakukan oleh Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Semarang dalam bentuk penerapan 3 prosedur mutu dengan 25 rincian kerja, yakni: 1 9 rincian kerja pengadaan fasilitas pembelajaran, 2 6 rincian kerja rekrutmen calon warga belajar dan calon sumber belajar, dan 3 10 rincian kerja orientasi dan koordinasi. Setelah dilakukan ujicoba lapangan terdapat pe-rubahan menjadi 22 rincian kerja. Prosedur mutu yang bertambah 1 rincian kerja yakni pengadaan fasilitas sedangkan yang berkurang adalah rincian kerja pada orientasi dan koordinasi. Pengurangan rinican kerja ini karena terdapat beberapa rinican kerja yang sebenarnya dapat dilakukan dalam sekali kegiatan di lapangan yakni rincian kerja tentang tugas dan tanggung jawab masing-masing petugas pelaksana. Sedangkan dokumen kerja yang dapat dikumpulkan sebanyak 10 jenis yang terdiri dari dokumen prosedur mutu rekrutmen calon sumber dan warga belajar 3 dokumen, prosedur mutu pengadaan fasilitas belajar 4 dokumen dan dokumen mutu prosedur mutu orientasi dan koordinasi 3 dokumen.

c. Proses Pelaksanaan Pembelajaran Kursus Keterampilan dengan Penera-pan

Prosedur Mutu Pembelajaran, Prosedur Mutu Evaluasi dan Prosedur Mutu Penempatan Lulusan. Proses pelaksanaan kursus dilakukan dengan cara: pertama :melaksanakan proses pembelajaran kursus, langkah kedua: melaksanakan evaluasi, dan ketiga melakukan penempatan lulusan. Proses ini memberikan gambaran bahwa proses pelaksanaan kursus berupaya memberikan berbagai pengetahuan, sikap dan ke- terampilan dan dilakukan evaluasi sesuai standar kompetensi yang sudah di-tetapkan serta bagi yang dinilai berkompeten disalurkan di dunia kerja counter handphone. Kata kunci dari proses pelaksanaan ini adalah proses pembelajaran life skill dan sesuai dengan standar kompetensi serta penempatan lulusan ke dunia kerja atau usaha mandiri. Hal ini sesuai dengan isi panduan umum pe-nyelenggaraan program life skill yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah tahun 2003 halaman 8 menyebutkan bahwa tujuan diselenggarakan-nya life skill adalah meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan sikap warga belajar di bidang pekerjaan atau usaha tertentu sesuai dengan bakat dan minatnya sehingga mereka memiliki bekal kemampuan untuk bekerja atau berusaha mandiri yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Selanjutnya pada pedoman pe-nyelenggaraan life skill untuk lembaga penyelenggara kursus Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah 2003:9 disebutkan bahwa penyelenggara kursus keterampilan berbasis life skill wajib menyalurkan lulusan ke dunia kerja dan atau usaha mandiri agar peserta didik memiliki pekerjaan dan penghasilan yang layak. Panduan ini juga relevan dengan empat pilar pendidikan yang dipaparkan Unesco 1993 yaitu learning to know belajar untuk memperoleh pengetahuan, learning to do belajar untuk dapat melakukan pekerjaan, learning to be belajar untuk dapat menjadikan dirinya sebagai orang berguna, learning to live together belajar untuk hiudp bersama orang lain. Prinsip tersebut memiliki makna yang luas dan relevan dengan hakekat life skill. Penegasan di atas, tampak relevan dengan pendapat Harbinson Brembeck Thompson, 1973: Boyle, 1981 yang merumuskan bahwa pendidikan luar sekolah sebagai upaya pembentukan skills dan pengetahuan memiliki 3 kategori tujuan, yakni 1 mempersiapkan tenaga kerja untuk memasuki dunia kerja, 2 mengembangkan atau memperbaharui pe-ngetahuan dan keterampilan mereka yang sudah kerja, dan 3 mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang tidak langsung dengan dunia kerja. Berdasarkan beberapa pendapat dan pernyataan di atas bahwa proses pembelajaran dan penempatan kerja yang dilakukan selama proses ujicoba me-miliki relevansi yang sangat tepat dalam upaya memberikan kecakapan hidup yang mencakup kecakapan personal, social, academic dan vocational untuk mempersiapkan peserta didik warga belajar untuk memasuki dunia kerja. Selain itu tanggung jawab Sanggar Kegiatan Belajar sebagai pihak penyelenggara program untuk menyalurkan lulusan masuk ke dunia kerja memiliki dasar yang kuat dan merupakan kewajiban. Hal tersebut didukung hasil wawancara penulis dengan para pemilik counter dan warga belajar pada tanggal 18 januari 2007 se-bagai berikut: Bapak Sunaryo pemilik counter Palem sell yang menerima lulusan kursus teknisi handphone 2 orang memberikan pendapatnya sebagai berikut: “apabila kursus tersebut hanya mengajarkan tentang keterampilan saja, saya anggap tidak berguna karena sikap dan perilaku melayani pelanggan sangat penting, dan apabila para pemilik usaha tidak menerima lulusan tersebut maka proses kursus tersebut menjadi percuma sia-sia, oleh karena itu pelaksanaan kursus teknisi yang memberikan materi tentang sikap dan kemampuan sosial saya anggap bagus untuk pembekalan kerja”. Pendapat senada dikemukakan oleh Saudara Bambang Sutejo pemilik counter hand- phone Mahabiru tuntang Semarang yang menerima 2 orang lulusan Keberhasilan lembaga penyelenggara kursus keterampilan menurut saya adalah apakah materi yang diajarkan sesuai dengan kebutuhan kami dan seberapa besar lulusan dapat disalurkan ke dunia kerja atau berusaha mandiri, oleh karena itu kursus harus mengajarkan berbagai kemampuan sikap, perilaku dan berbagai keterampilan agar dunia usaha dapat merekrut lulusannya”. Budi Santoso seorang peserta kursus keterampilan teknisi handphone memberikan masukan bahwa “ saya tidak akan ikut kursus apabila tidak jelas kemana saya disalurkan ke dunia kerja, karena saya sudah pernah ikut kursus tetapi juga tidak memperoleh pekerjaan” Hal senada di kemukakan oleh Wahyudi lulusan SMU sebagai peserta kursus keterampilan teknisi handphone: “ untuk apa ikut kursus selama beberapa hari dan jauh dari rumah kalau hanya memperoleh keterampilan saja, toh akhirnya juga menganggur. Saya mau dan bersungguh-sungguh ikut karena memperoleh jaminan yakni disalurkan sebagai tenaga kerja di beberapa counter handphone” Berdasarkan hasil wawancara tersebut jelas bahwa kebutuhan users adalah sikap, perilaku dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar sehingga para users dapat merekrut lulusan dan warga belajar juga menginginkan jaminan kerja. Berkaitan dengan hal tersebut maka proses pembelajaran, evaluasi dan penempatan lulusan ini sesuai dengan pendapat pakar, dan kebutuhan user dan warga belajar, sehingga kerja keras dari Sanggar Kegiatan Belajar tidak sia-sia tetapi menjadi prestasi tersendiri apabila mampu menyalurkan lulusannya. Proses pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Semarang dilakukan dengan penerapan 3 prosedur mutu yang terdiri dari 28 rincian kerja, yakni: 1 12 rincian kerja pelaksanaan pembelajaran 2 10 rincian kerja evaluasi hasil belajar, dan 3 6 rincian kerja penempatan lulusan. Setelah dilakukan ujicoba lapangan terdapat perubahan menjadi 25 rinci-an kerja. Rincian kerja yang bertambah 2 rincian kerja yakni evaluasi hasil belajar, sedangkan yang berkurang adalah pelaksanaan pembelajaran 3 rincian kerja dan penempatan lulusan 1 rincian kerja. Pengurangan rincian kerja ini karena terdapat beberapa rinican kerja yang sebenarnya dapat dilakukan dalam sekali kegiatan di lapangan yakni rincian kerja pelaksanaan monitoring dan evaluasi dan pelaksanaan akad kerjasama penempatan lulusan. Sedangkan dokumen kerja yang dapat dikumpulkan sebanyak 9 jenis yang terdiri dari dokumen prosedur mutu pelaksanaan pembelajaran 3 dokumen, prosedur mutu evaluasi hasil pembelajaran 4 dokumen dan dokumen mutu prosedur mutu penempatan lulusan 3 dokumen.

d. Proses Pelaksanaan Perbaikan Mutu Pengelolaan dengan Penerapan