Penggunaan Bahasa dalam Ranah Agama

Peralihan kode yang dilakukan oleh O 1 disebabkan oleh keinginan untuk memperjelas tuturan sebelumnya. Hal ini dilakukan karena mitra wicara sebelumnya tidak paham permintaan O 1 . Terbukti dari tuturan O 2 yang kurang paham terhadap tuturan O 1, seperti tampak pada beberapa kalimat tanya yang diajukan. Misalnya, K 2 , Bayah ditu keto? „Bayar di situ begitu?‟ Kemudian, K 5 , Kenkenne, ada apa ne? „Bagaimana ini, ada apa?‟ dan Nyen ento? „Siapa itu?‟ Namun, begitu O 1 beralih kode dari BB ke BI pada K 10 barulah O 2 paham tuturan O 1 . Terbukti dari respons yang dilakukan O 2 pada K 13 , Sip, Sip, oke „Ya, ya saya setuju‟ Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah kekariban dapat dilihat pada diagram di bawah ini. 18 62 20 BB BI BBBI Diagram 5.4 Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Kekariban

5.3 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Agama

Agama merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam tujuh komponen kebudayaan. Komponen pokok yang terdapat dalam setiap agama meliputi umat beragama, sistem keyakinan, sistem peribadatan, dan emosional keagamaan. Masyarakat Parigi selain memeluk agama Hindu, ada juga umat yang memeluk agama Kristen, Katolik, Islam, dan Budha. Bahkan, salah satu desa yang ada di Parigi Selatan, yaitu Desa Sumbersari, yang merupakan lokasi penelitian, jumlah penduduk yang beragama Hindu sebanyak 85 orang, Islam 1042 orang, Kristen 990 orang, dan Katolik 9 orang. Kehidupan masyarakat di Parigi, meskipun dihuni oleh umat yang berbeda-beda agama, kehidupan mereka sangat rukun dan damai. Bagaimana sebenarnya kehidupan antarumat beragama di Parigi berikut dapat dikemukakan pendapat seorang informan yang kebetulan berprofesi sebagai guru SMP Negeri 1 Parigi, yaitu Bapak Nyoman Sukawan. Data 4 “… ya selama tiang idup di Sulawesi atau Parigi selamane sing ada terjadi bentrokanlah antarsuku. Selalu damailah. Ya, dini biasane amen ada kegiatan kerja bakti di jalan, di balai desa biasane gotong royong makejang keluar megae, baik nak Bali, Bugis, Kaili, makejang gotong royong kerja bakti. ” „… ya selama saya hidup di Sulawesi atau Parigi selama itu tidak ada terjadi bentrokan antarsuku. Selalu damai. Ya di sini biasanya kalau ada kegiatan kerja bakti di jalan, di balai desa biasanya gotong royong semua keluar bekerja, baik orang Bali, Bugis, Kaili, semua gotong royong kerja bakti.‟ Data 4 menunjukkan bahwa hubungan antarumat beragama di Parigi sangat baik. Terbukti adanya kerja bakti atau gotong royong yang dilakukan secara bersama-sama oleh umat yang berasal dari berbagai suku. Dengan terjadinya rasa solidaritas antarumat beragama yang begitu tinggi tentu membawa efek positif terhadap bahasa yang digunakan dalam berinteraksi di masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5.12 Penggunaan Bahasa dengan Etnis Kaili dalam Kegiatan Keagamaan No. Kegiatan BB BI BK BBg BBBI 20 Bahasa yang dipakai jika bertanya kepada umat yang berpenutur bahasa Kaili 3 91 6 - - 21 Bahasa yang dipakai jika memberi ceramah kepada umat yang berpenutur bahasa Kaili 3 91 6 - - Tabel 5.12 menunjukkan bahwa etnis Bali ketika bertanya kepada umat yang berpenutur BK lebih banyak menggunakan BI, yaitu 91. Dominannya pemakaian BI dalam peristiwa tutur tersebut sangatlah wajar sebab penutur lebih menguasai BI dibandingkan dengan BK. Pada hakikatnya memang BI yang dipelajari terlebih dahulu oleh penutur setelah menguasai bahasa pertama, yaitu BB. Demikian juga pertanyaan 21. Ketika memberikan ceramah keagamaan kepada etnis Kaili, penutur lebih banyak menggunakan BI dibandingkan dengan BK dan BB. Secara lengkap jumlah persentase pemakaian bahasa tersebut adalah BI sebanyak 91, BK sebanyak 6, dan BB sebanyak 3. Alasan penutur menggunakan BI jelas sesuai dengan fungsi BI sebagai bahasa nasional, yaitu sebagai alat penghubung antarsuku, antarbudaya, dan antardaerah. Penggunaan bahasa dengan etnis Bugis dalam kegiatan keagamaan dapat dilihat pada uraian di bawah ini. Tabel 5.13 Penggunaan Bahasa dengan Etnis Bugis dalam Kegiatan Keagamaan No. Kegiatan BB BI BK BBg BBBI 22 Bahasa yang dipakai jika bertanya kepada umat yang berpenutur bahasa Bugis 3 94 - 3 - 23 Bahasa yang dipakai dalam memberikan ceramah keagamaan kepada umat yang berpenutur bahasa Bugis 3 97 - - - Tabel 5.13 menunjukkan bahwa penutur, ketika bertanya kepada umat yang berpenutur BBg, sebagian besar ia menggunakan BI, yaitu sebanyak 94. Hanya 3 responden menjawab dengan menggunakan BB dan sebanyak 3 pula responden menjawab dengan menggunakan BBg. Hal ini membuktikan bahwa BI sebagai bahasa nasional sangat berperan ketika interaksi ditujukan kepada etnis lain. Demikian juga pertanyaan 23. Pemakaian bahasa Indonesia tetap lebih dominan jika dibandingkan dengan pemakaian bahasa Bali. Dominannya pemakaian BI tentu disebabkan mitra wicara yang berasal dari etnis lain, yaitu etnis Bugis. Rekapitulasi penggunaan bahasa antaretnis pada ranah agama dapat dilihat pada diagram di bawah ini. 93,25 3 0,75 3 BB BI BK BBg Diagram 5.5 Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Antaretnis pada Ranah Agama Selanjutnya, penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam kegiatan keagamaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5.14 Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali dalam Kegiatan Keagamaan No. Kegiatan BB BI BK BBg BBBI BS 24 Bahasa yang dipakai penceramah agama Hindu jika berbicara dengan umat yang berpenutur bahasa Bali 3 41 - - 56 - 25 Bahasa yang dipakai bila melakukan Trisandhya - - - - - 100 26 Bahasa yang dipakai saat Darma Wacana di pura - 62 - - 38 - Tabel 5.14 menunjukkan bahwa bahasa yang dipakai penceramah agama Hindu ketika berinteraksi dengan sesama etnis Bali lebih dominan BB yang dicampur dengan BI, yaitu sebanyak 56. Penggunaan BB sebanyak 3 dan penggunaan BI sebanyak 41. Hal ini membuktikan bahwa pemakaian BB tetap dipertahankan dalam peristiwa tutur meskipun kadang-kadang diselingi dengan pemakaian BI. Pemakaian BB yang hanya 3 membuktikan bahwa etnis Bali di Parigi sudah tergolong masyarakat yang dwibahasawan. Artinya, etnis Bali ketika berinteraksi sudah terpengaruh oleh pemakaian BI sebagai bahasa nasional. Peristiwa ini diperkuat lagi dengan pemakaian BI sebanyak 41. Artinya, selain BB, etnis Bali di Parigi juga telah menguasai BI sebagai sarana komunikasi sesama etnis. Bahasa yang dipakai saat melakukan Trisandhya sebanyak 100 responden menjawab bahasa Sanskerta. Apa yang terlihat di Parigi sama halnya dengan penutur Bali di daerah asal, yaitu selalu menggunakan bahasa Sanskerta ketika melakukan Trisandhya. Artinya, budaya di daerah asal terbawa juga ke daerah Parigi yang berada di luar Bali. Khusus mengenai penggunaan bahasa oleh pendarma wacana di pura-pura ternyata tabel 5.14 menunjukkan adanya pemakaian BI lebih dominan dibandingkan dengan pemakaian bahasa lainnya, yaitu sebanyak 62. Penggunaan BI oleh pendarma wacana tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh umat yang beragama Hindu tidak semua dari etnis Bali. Ada juga umat Hindu yang berasal dari etnis Kaili dan etnis Bugis. Untuk menghormati umat yang beraneka ragam etnis itulah dipergunakan BI ketika darma wacana berlangsung. Meskipun demikian, ada juga pendarma wacana menggunakan BB dan BI secara silih berganti. Namun, jumlah persentasenya di bawah pemakaian BI, yaitu sebanyak 38. Artinya, pemakaian BB sama sekali tidak ditinggalkan oleh pendarma wacana ketika interaksi verbal berlangsung. Penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam kegiatan keagamaan lainnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5.15 Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali dalam Kegiatan Keagamaan Lainnya No. Kegiatan BB BI BK BBg BBBI 27 Bahasa yang dipakai bila mengumumkan berita keagamaan kepada umat yang berpenutur bahasa Bali - 21 - - 79 28 Bahasa yang dipakai bila berurusan dengan pengurus pura yang berpenutur bahasa Bali 21 29 - - 50 29 Bahasa yang dipakai penceramah agama Hindu kepada umat yang berpenutur bahasa Bali dan umat yang berpenutur bahasa non-Bali - 65 - - 35 Tabel 5.15 menunjukkan bahwa bahasa yang dipakai jika mengumumkan berita keagamaan kepada penutur BB adalah BI sebanyak 21 dan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 79. Dengan melihat perbandingan pemakaian bahasa tersebut, dapat dikatakan bahwa pemakaian BB yang dicampur dengan BI menempati posisi lebih dominan dibandingkan dengan pemakaian BI. Artinya, etnis Bali di Parigi tetap mempertahankan bahasa ibunya sebagai sarana interaksi sosial di masyarakat. Demikian juga pertanyaan 28. Bahasa yang dipakai jika berurusan dengan pengurus pura yang berpenutur BB adalah BI sebanyak 29 dan BB yang dicampur dengan BI sebanyak 50. Jika dibandingkan dengan pemakaian BB, ternyata pemakaian BI lebih dominan, yaitu sebanyak 29, sedangkan pemakaian BB hanya 21. Kurangnya pemakaian BB disebabkan oleh penutur yang menganggap pemakaian BI lebih demokratis. Maksudnya, ada beberapa penutur etnis Bali kurang menguasai tingkatan-tingkatan BB yang dikenal dengan istilah “sor-singgih basa.” Oleh karena itu, dipilih BI yang justru tidak mengenal tingkatan-tingkatan bahasa. Khusus pertanyaan 29, tampak pemakaian bahasa Indonesia mendominasi pemakaian BB yang dicampur dengan bahasa Indonesia. Secara lengkap pemakaian BI sebanyak 65, sedangkan pemakaian BB yang dicampur dengan BI sebanyak 35. Dominannya pemakaian BI oleh penceramah agama Hindu terhadap penutur BB dan non-Bali sangat wajar sebab tidak semua peserta ceramah dapat berbahasa Bali. Peserta ceramah beraneka ragam etnis, yaitu Bali, Kaili, Bugis, dan Jawa. Oleh karena itu, pemakaian BI dianggap lebih tepat dijadikan sarana interaksi sosial. Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah agama dapat dilihat pada diagram di bawah ini. 36,3 4 16,7 43 BB BI BBBI BS Diagram 5.6 Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Agama

5.4 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Kesenian