Alih kode karena kurang menguasai bahasa daerah

dapat dilihat pada K 5 , K 6 , dan K 9 . Penggunaan BI dapat dilihat pada K 7 , K 10 , K 11 , dan bahasa Inggris dapat dilihat pada K 13 . Penggunaan berbagai bahasa pada data 3 sangat wajar karena situasinya memang takresmi. Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K 13 , Sip, sip, oke „Ya, ya saya setuju‟ Alih kode itu dilakukan oleh O 2 dari BB pada K 9 , Nyen ento ? „Siapa itu?‟, dan bahasa Inggris pada K 13 . Penyebab alih kode tersebut tiada lain karena ungkapan yang berkaitan dengan kesepakatan antara kedua belah pihak, yaitu O 1 dan O 2 . Maksudnya, O 2 berjanji untuk menyepakati permintaan O 1 . Hal ini dapat dilihat pada tuturan O 2 pada K 13 .

6.6.8 Alih kode karena kurang menguasai bahasa daerah

Alih kode dapat juga disebabkan oleh kurangnya partisipan menguasai bahasa daerah. Oleh karena itu, partisipan beralih kode ke bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia, sebagai alat penghubung antaretnis. Penyebab alih kode yang demikian dapat dilihat pada data berikut. Data 16 01 : 1 Jumei mokuya? „Untuk apa datang kemari?‟ 02 : 2 Datang basiara. „Datang pesiar.‟ 01 : 3 Impia komi narata? „Kapan kamu datang?‟ 02 : 4 Tadi. 01 : 5 Mapia manjili? „Kapan pulang?‟ 02 : 6 Hari Minggu. 01 : 7 Ri Palu riva komiu? „Kamu di mananya di Palu?‟ 02 : 8 Jalan Thamrin. Beberapa tuturan pada data 16 dimulai oleh O 1 dengan menggunakan BK, seperti tampak pada K 1 , Jumei mokuya? Datang baapa? „Untuk apa datang kemari?‟ Penggunaan BK tersebut disebabkan oleh mitra wicara yang berasal dari etnis Kaili-Bugis. Selain itu, O 1 berusaha berkonvergensi bahasa kepada mitra wicara untuk menunjukkan rasa toleransi antaretnis. Usaha O 1 tidak sia-sia. Tuturan O 1 direspons oleh O 2 dengan menggunakan BK dicampur dengan BI, seperti tampak pada K 2 , Datang basiara. Datang pesiar „Silaturahmi.‟ Meskipun menggunakan BK dicampur dengan BI, O 2 berusaha melakukan konvergensi bahasa dengan O 1 . Namun, konvergensi bahasa yang dilakukan oleh O 2 tergolong konvergensi parsial. Maksudnya, O 2 melakukan konvergensi bukan secara total, melainkan sebagian saja, menggunakan satu kata BI dan satu kata lagi BK, seperti tampak pada K 2 . Jika diperhatikan secara saksama, percakapan yang dilakukan oleh O 1 dan O 2 sangat akrab. Seolah-olah tidak ada jarak di antara mereka. Bahkan, keduanya berusaha menunjukkan rasa toleransinya dengan melakukan konvergensi bahasa. Meskipun dalam percakapan di atas sebagian besar O 2 menggunakan BI, bukan berarti dia melakukan divergensi bahasa. Pada hakikatnya O 2 ingin sekali melakukan konvergensi bahasa secara total, namun penguasaan BK-nya kurang memadai. Bahkan, karena kurang menguasai BK, O 2 beralih kode dari campuran BIBK pada K 2 ke BI pada K 4 , K 6 , dan K 8 . Jadi, alih kode yang dilakukan oleh O 2 semata-mata karena kurang menguasai BK. Apalagi, O 2 bukan berasal dari etnis Kaili secara utuh, melainkan berasal dari campuran etnis Kaili-Bugis. Dengan demikian, wajar O 2 kurang menguasai BK.

6.6.9 Alih kode karena keinginan partisipan menunjukkan rasa toleransi antaretnis