Alih kode menurut Bloom dan Gumperz

01 : 4 Coklat banyak punya, Pak? 02 : 5 Sing ngelah apa tiang. „Tidak punya apa saya.‟ : 6 Pidan ngelah carik. „Dahulu punya sawah.‟ : 7 Nu idup bapane, bapane ngelah. „Masih hidup bapaknya, bapaknya punya.‟ : 8 Tapi sing tawang ada utangne. „Tetapi tidak tahu ada hutangnya.‟ : 9 Adepa terus. „Dijual terus.‟ Pada awalnya, O 1 memulai pembicaraan dengan menggunakan BI pada K 1 , … Pak ke sawah, apa ke ladang? Kemudian, O 2 meresponsnya dengan menggunakan BI juga, seperti tampak pada K 2 , Ke sawah. Tuturan O 2 direspons lagi oleh O 1 dengan menggunakan BI pada K 4 , Coklat banyak punya, Pak? Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K 3 , Ada bedik, ukuran 5 are „Ada sedikit, ukuran 5 are.‟ Alih kode yang dilakukan oleh O 2 terjadi pada antarklausa dalam sebuah kalimat. Maksudnya, klausa pertama menggunakan BB dan klausa kedua menggunakan BI, seperti tampak pada K 3 . Berhubung fenomena alih kode terjadi pada antarklausa dalam sebuah kalimat, alih kode yang demikian disebut alih kode intrakalimat intrasentential switching.

6.3.5 Alih kode menurut Bloom dan Gumperz

Bloom dan Gumperz 1972 membedakan alih kode situasional situational code-switching dan alih kode metaforis metaphorical code- switching. Penjelasan kedua alih kode tersebut dapat dilihat pada uraian di bawah ini.

6.3.5.1 Alih kode situasional

Alih kode situasional terjadi ketika perubahan bahasa menyertai perubahan topikpartisipan atau setiap kali situasi komunikasi berubah. Bloom dan Gumperz mencontohkan di dalam sebuah percakapan, para guru bahasa Navajo biasanya berbicara bahasa Inggris, tetapi beralih ke bahasa Navajo untuk membicarakan keluarga mereka. Mereka bisa juga secara situasional beralih ke dalam bahasa Inggris apabila terdapat orang non-Navajo yang mendengarkan percakapan itu sehingga pendatang baru itu tidak dikesampingkan. Alih style bisa juga berubah secara situasional dalam percakapan, mungkin ketika pesapa beralih dari wanita ke pria atau dari orang dewasa ke anak-anak atau dengan peralihan dalam topik sosial ke topik kerja. Agar lebih jelas hal ini dapat dilihat pada uraian berikut.

6.3.5.1.1 Alih kode situasional dalam bentuk alih bahasa

Alih kode situasional dalam bentuk alih bahasa dapat dilihat pada data berikut. Data 9 01 : 3 Dua puluh tahunan deriki? „Dua puluh tahun di sini?‟ 02 : 4 Tiang men tahun tujuh tiga deriki, kudang tahun ampun? „Saya sudah tahun tujuh tiga di sini, berapa tahun sudah?‟ 03 : 5 Berapa telurnya? datang 03 02 : 6 Empat, lima ribu. : 7 Deriki tahun tujuh tiga. „Di sini tahun tujuh tiga.‟ : 8 Nenek, bapak, ba sing nu dini, kasihan. „Nenek, bapak, sudah tidak ada di sini, kasihan‟ Pembicaraan dimulai oleh O 1 dengan menggunakan BBC, seperti tampak pada K 3 , Dua puluh tahunan deriki? „Dua puluh tahun di sini?‟ Tuturan O 1 pun direspons oleh O 2 pada K 4 , Tiang men tahun tujuh tiga deriki, kudang tahun ampun? „Saya sudah tahun tujuh tiga di sini, berapa tahun sudah?‟ Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K 6 , Empat, lima ribu. Alih kode itu terjadi karena situasinya berubah. Maksudnya, topik pembicaraannya berubah dari topik tentang kehidupan rumah tangga ke topik harga telur. Perubahan topik pembicaraan inilah yang menyebabkan terjadinya peralihan kode dari BBC pada K 4 , ke BI pada K 6 . Peralihan kode itu dapat digolongkan sebagai alih kode situasional dalam bentuk alih bahasa.

6.3.5.1.2 Alih kode situasional dalam bentuk alih style

Selain alih kode situasional dalam bentuk alih bahasa, penelitian ini juga menemukan alih kode dalam bentuk alih style. Alih kode yang demikian dapat dilihat pada data berikut. Data 5 01 : 4 Ada rezeki kita terima, syukur. : 5 Ada yang dimasak, syukur. : 6 Jadi manusia tidak pernah syukur, wah. 02 : 7 Bahaya 01 : 8 Saya tidak sarjana, tapi saya hanya belajar otodidak, baca buku, mendengar orang bijak, kalau diskusi kita catat. 03 : 9 Tiang pamit, nggih? datang 03 „Saya permisi ya?‟ 01 : 10 Mai wa, kenken bapanne seger? „Kemari Bibi, bagaimana bapaknya sehat?‟ 03 : 11 Keto dogen ba, nak rematik. „Begitu saja sudah, orang rematik.‟ 12 Sing taen kija-kija, jumah dogen. „Tidak pernah ke mana-mana, di rumah saja.‟ Pada awalnya, O 1 menggunakan BI ketika berbicara dengan O 2 . Hal ini dapat dilihat pada K 4 , K 5 , dan K 6 . Kemudian, O 2 pun meresponsnya dengan menggunakan BI pada K 7 , Bahaya Fenomena alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K 10 , Mai wa, kenken bapanne seger? „Kemari Bibi, bagaimana bapaknya sehat?‟ Peralihan kode itu dilakukan oleh O 1 dari BI pada K 8 , Saya tidak sarjana, tapi saya hanya belajar otodidak, baca buku, mendengar orang bijak, kalau diskusi kita catat. ke BB pada K 10 , Mai wa, kenken bapanne seger? „Kemari Bibi, bagaimana bapaknya sehat?‟ Alih kode itu dilakukan karena hadirnya O 3 dalam pembicaraan. Alih kode pada hakikatnya dilakukan juga oleh O 3 dari BBH pada K 9 , Tiang pamit, nggih? „Saya permisi ya?‟ ke BBL pada K 11 , Keto dogen ba, nak rematik. „Begitu saja sudah, orang rematik.‟ dan K 12 , Sing taen kija-kija, jumah dogen „Tidak pernah ke mana-mana, di rumah saja.‟ Alih kode dilakukan oleh O 3 untuk mengimbangi penggunaaan bahasa O 1 yang menggunakan BBL. Berhubung alih kode itu terjadi dari BBH ke BBL, fenomena bahasa tersebut dapat digolongkan sebagai alih kode situasional dalam bentuk alih style.

6.3.5.2 Alih kode metaforis

Alih kode metaforis terjadi di dalam satu situasi, tetapi menambah makna pada komponen tuturan, seperti hubungan peran yang dinyatakan. Alih kode metaforis dalam kenyataannya dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu 1 alih kode metaforis dalam bentuk alih bahasa, dan 2 alih kode metaforis dalam bentuk alih style. Kedua bentuk alih kode metaforis tersebut dapat dilihat pada uraian berikut.

6.3.5.2.1 Alih kode metaforis dalam bentuk alih bahasa

Alih kode metaforis dalam bentuk alih bahasa dapat dilihat pada data berikut. Data 13 Latar : Pasar Topik : Harga kaset Partisipan : Baso, etnis Bugis 01 Ketut Nadi, atnis Bali 02 01 : 1 Kuda besik ne, Pak? „Berapa satu ini, Pak?‟ 02 : 2 Sembilan belas, oh ne „Sembilan belas, oh ini‟ 01 : 3 Kaset dangdut, dangdut. 02 : 4 Oh, dangdut… sembilan belas. 01 : 5 Sing dadi tawahin? „Tidak boleh ditawar?‟ 02 : 6 Memang harga pas. 01 : 7 Baang kuang bedik, nah? „Berikan kurang sedikit, ya?‟ 02 : 8 Sudah pas hargane, sing dadi kuang. „Sudah pas harganya, tidak boleh kurang.‟ 01 : 9 Nyemak dua ne „Ngambil dua ini.‟ 02 : 10 Nyemak dua? „Ngambil dua?‟ : 11 Nah, potong bin siu-siu. „Ya, potong lagi seribu-seribu‟ : 12 Tiga puluh enam dadine. „Tiga puluh enam jadinya.‟ Pada awalnya, O 1 menggunakan BBC pada K 1 , Kuda besik ne, Pak? „Berapa satu ini, Pak?‟ Lalu direspons oleh O 2 dengan menggunakan BBC juga, seperti pada K 2 , Sembilan belas, oh ne „Sembilan belas, oh ini‟ Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K 4 , Oh, dangdut… sembilan belas. Peralihan kode itu dilakukan oleh O 2 dari BBC pada K 2 ke BI pada K 4 . Tuturan pada K 4 menunjukkan bahwa O 2 menggunakan bentuk metaforis ketika berbicara dengan O 1 . Alih kode pada data 13 dapat digolongkan sebagai alih kode metafora dalam bentuk alih bahasa. Mengapa demikian? Pertama, tuturan yang terdapat pada K 4 tidak dapat diartikan kata per kata. Kedua, peralihan kode itu memiliki makna tambahan.

6.3.5.2.2 Alih kode metaforis dalam bentuk alih style

Alih kode metaforis dalam bentuk alih style dapat dilihat pada data berikut. Data 14 Latar : Dapur Topik : Masak-memasak Partisipan : Sahabat istri 01 Istri 02 Suami 03 01 : 1 … Orang masak itu tertekan : 2 Kita, ibu rumah tangga, mikir besok apa lagi? 02 : 3 Ya, membosankan besok apa lagi? 03 : 4 Jukut undis sambalnya sambal undis. „Sayur undis sambalnya sambal undis.‟ 02 : 5 Ya saya kadang-kadang bertengkar cuma masalah makanan. : 6 Saya bilang, Bli saya tidak sanggup. „Saya katakan, Kak saya tidak sanggup.‟ : 7 Eh, eh gara-gara uyah-sera bisa cerai. „Eh, eh gara-gara garam-terasi bisa cerai.‟ Pembicaraan dimulai oleh O 1 dengan menggunakan BI. Tuturan O 1 direspons oleh O 2 dengan menggunakan BI juga pada K 3 , Ya, membosankan besok apa lagi? Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K 7 , Eh, eh gara-gara uyah-sera bisa cerai „Eh, eh gara-gara garam-terasi bisa cerai‟ Peralihan kode ini dilakukan oleh O 2 dari BI pada K 5, Ya, saya kadang-kadang bertengkar cuma masalah makanan, ke BBC pada K 7 . Peralihan kode tersebut dapat digolongkan sebagai alih kode metaforis dalam bentuk alih style. Maksudnya, tuturan pada K 7 bukan dalam arti yang sebenarnya. Buktinya, meskipun tuturan pada K 7 itu disampaikan dalam peristiwa tutur, pasangan suami istri itu tetap utuh, harmonis, dan tidak cerai. Secara lengkap macam-macam alih kode tersebut dapat dilihat pada bagan di bawah ini. Macam-macam Alih Kode AK → Kekerabatan Bahasa 1. AK ke Dalam 2. AK ke Luar AK → Variasi Lingual 1. AK BB → BI 2. AK BB → BIng. 3. AK BB → BK 4. AK BB → BBg AK → Kelengkapan Tutur 1. AK Tutur Lengkap → Tutur Taklengkap 2. AK Tutur Taklengkap → Tutur Lengkap AK → Ruang Lingkup Peralihan 1. AK Interkalimat 2. AK Intrakalimat AK → Bloom dan Gumperz 1. AK Situasional 2. AK Metaforis Bagan 6.1 Macam-macam Alih Kode Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi

6.4 Fungsi Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi