Penggunaan Bahasa dalam Ranah Kekariban

5.2 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Kekariban

Dalam kehidupan bermasyarakat, seperti halnya di Parigi, tiap-tiap individu memiliki peranan masing-masing. Ada individu yang berperan sebagai orang tua, adik, kakak, sahabat, dan sebagainya. Tiap-tiap peranan yang dimiliki oleh individu sangat berpengaruh terhadap bahasa yang digunakan. Individu yang berperan sebagai ayah akan memiliki bahasa yang berbeda dengan individu yang berperan sebagai anak. Individu yang berperan sebagai kakak akan memiliki bahasa yang berbeda dengan individu yang berperan sebagai adik. Individu yang berperan sebagai guru tentu akan memiliki bahasa yang berbeda jika dibandingkan dengan individu yang berperan sebagai siswa. Demikian juga individu yang berperan sebagai teman karib akan memiliki bahasa yang berbeda dengan individu yang berperan sebagai atasan. Konkretnya dapat dilihat pada uraian berikut. Tabel 5.9 Penggunaan Bahasa Antaretnis dalam Surat-menyurat No. Kegiatan BB BI BK BBg BBBI 16 Bahasa yang dipakai dalam surat-surat pribadi kepada rekan yang berpenutur bahasa Kaili 3 85 12 - - 17 Bahasa yang dipakai dalam surat-surat pribadi kepada rekan yang berpenutur bahasa Bugis 3 91 - 6 - Tabel 5.9 menunjukkan adanya pemakaian bahasa Indonesia, bahasa Bali, bahasa Kaili, dan bahasa Bugis oleh etnis Bali ketika berinteraksi sosial dengan etnis lain, khususnya etnis Kaili dan etnis Bugis. Secara lengkap dapat digambarkan bahwa etnis Bali menggunakan BI sebanyak 85, BB sebanyak 3, dan BK sebanyak 12 ketika berinteraksi dengan etnis Kaili melalui surat-surat pribadi. Pemakaian BI tetap mendominasi peristiwa tutur tersebut. Kemudian disusul pemakaian BK, dan pemakaian BB. Penggunaan BI lebih dominan pada peristiwa tutur tersebut wajar sebab etnis Bali berinteraksi dengan etnis lain, yaitu etnis Kaili. Demikian juga penggunaan bahasa dalam surat-surat pribadi etnis Bali terhadap etnis Bugis. Penggunaan BI juga mendominasi peristiwa tutur tersebut. Etnis Bali sebanyak 91 menggunakan BI ketika berinteraksi dengan etnis Bugis dalam surat-surat pribadi. Kemudian disusul oleh penggunaan BBg sebanyak 6 dan penggunaan BB sebanyak 3. Penggunaan bahasa antaretnis ketika aktivitas berlangsung dapat dilihat pada uraian di bawah ini. Tabel 5.10 Penggunaan Bahasa Antaretnis ketika Aktivitas Berlangsung No. Kegiatan BB BI BK BBg BBBI 18 Anda berbicara dengan teman memakai bahasa Bali. Kemudian datang teman lain yang berpenutur bahasa KailiBugis. Anda a tetap menggunakan bahasa Bali, b beralih ke bahasa KailiBugis, dan c beralih ke bahasa Indonesia 3 97 - - - Tabel 5.10 menunjukkan bahwa warga Bali pada awalnya menggunakan bahasa Bali ketika berbicara dengan sesama etnis, tiba-tiba beralih ke bahasa Indonesia setelah datang temannya yang berpenutur non-Bali. Hal ini sengaja dilakukan oleh etnis Bali untuk menghormati datangnya penutur lain yang tidak dapat berbahasa Bali. Pengalihan kode tersebut sengaja dilakukan oleh etnis Bali karena hadirnya orang ketiga. Dengan demikian, alih kode tersebut dapat dikatakan memiliki fungsi sosial. Alangkah tidak etisnya warga Bali tetap menggunakan bahasa Bali meskipun datang orang ketiga yang tidak paham berbahasa Bali. Dalam kenyataannya jawaban responden ada juga yang tetap menggunakan BB meskipun datang orang ketiga. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan responden berbahasa Indonesia dan dapat juga disebabkan oleh kesetiaannya yang terlalu tinggi terhadap BB. Oleh karena itu, responden tersebut tetap menggunakan BB meskipun datang orang ketiga yang berasal dari etnis lain. Namun, fenomena bahasa yang demikian hanya sebagian kecil karena yang menggunakan BB hanya sebanyak 3. Selebihnya, sebanyak 97 responden beralih ke BI dari BB. Rekapitulasi penggunaan bahasa antaretnis pada ranah kekariban dapat dilihat pada diagram di bawah ini. 91 3 2 4 BB BI BK BBg Diagram 5.3 Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Antaretnis pada Ranah Kekariban Selanjutnya, penggunaan bahasa intraetnis Bali dalam surat-menyurat, perhatikan tabel di bawah ini. Tabel 5.11 Penggunaan Bahasa Intraetnis Bali dalam Surat-menyurat No. Kegiatan BB BI BK BBg BBBI 19 Bahasa yang dipakai dalam surat-surat pribadi kepada rekan yang berpenutur bahasa Bali 62 18 - - 20 Tabel 5.11 menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Bali lebih dominan dibandingkan dengan penggunaan bahasa Indonesia dan bahasa campur BBBI. Secara lengkap jumlah persentase pemakaian BB sebanyak 62, pemakaian BI sebanyak 18, dan pemakaian bahasa campur BBBI sebanyak 20. Dominannya penggunaan BB, seperti tampak pada tabel 5.11 disebabkan oleh faktor loyalitas yang tinggi warga Bali terhadap keberadaan BB. Selain itu, warga Bali ingin menunjukkan rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama etnis Bali. Apalagi mereka menganggap BB sebagai salah satu cara untuk mengakrabkan mereka dalam kehidupan bermasyarakat. Penggunaan bahasa pada ranah kekariban dapat juga dilihat pada percakapan dua orang kerabat sebagai berikut. Data 3 Latar : Teras rumah Topik : Pertemuan warga Partisipan : Dua orang sahabat berusia sebaya O 1 : 1 Abaang be bakar nyang dasa ukud, bayah ditu „Bawakan ikan bakar sepuluh ekor saja, bayar di situ‟ O 2 : 2 Bayah ditu keto? „Bayar di situ begitu?‟ : 3 Ane ngadaang pertemuanne nake mayah. „Yang mengadakan pertemuannya seharusnya membayar.‟ O 1 : 4 Yeh, saya kan minta sama adik, gimana ini? „Wah, saya kan minta pada adik, bagaimana ini?‟ O 2 : 5 Kenkenne, ada apa ne? „Bagaimana ini, ada apa?‟ O 1 : 6 Sing ja ada engken. „Tidak ada apa.‟ : 7 Cuma anu saja. : 8 Kebetulan anune „Kebetulan ada sesuatu ini.‟ O 2 : 9 Nyen ento? „Siapa itu?‟ O 1 : 10 Ada bos baru ini dari Palu. „Ada bos baru dari Palu?‟ : 11 Kalau memang anu. „Kalau memang begitu.‟ : 12 Apang iraga pituru kenal. „Supaya kita saling kenal.‟ O 2 : 13 Sip, sip, oke „Ya, ya saya setuju.‟ Jika diperhatikan secara cermat peristiwa tutur pada data 3, tampak sekali terjadi fenomena campur kode yang dilakukan oleh partisipan. Kebetulan situasinya memang informal. Artinya, peristiwa tutur tersebut terjadi di sebuah rumah dan sangat memungkinkan terjadinya fenomena campur kode. Apalagi partisipan merupakan dua sahabat yang sangat akrab. Hal ini dapat dilihat dari bahasa yang digunakan partisipan. Pada awalnya O 1 menggunakan BBL yang disisipi oleh unsur-unsur bahasa Indonesia, seperti tampak pada K 1 , Abaang be bakar nyang dasa ukud, bayah ditu „Bawakan ikan bakar sepuluh ekor, bayar di situ‟ Unsur bakar sebagai kosakata bahasa Indonesia digunakan oleh O 1 ketika berbahasa Bali. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa O 1 sudah melakukan campur kode ketika menggunakan BB. Artinya, seorang penutur yang dalam berbahasa Bali menyelipkan serpihan-serpihan bahasa Indonesia dapat dikatakan telah melakukan campur kode. Fenomena campur kode pada data 3 dapat juga ditemukan pada tuturan O 2 , khususnya K 3 , Ane ngadaang pertemuanne nake mayah „Yang mengadakan pertemuan seharusnya membayar. ‟ Unsur pertemuanne „pertemuannya‟ pada hakikatnya merupakan campuran antara unsur {temu}, {per-an}, dan {-ne}. Artinya, bentuk asal {temu} dan konfiks {per-an} dalam BI bercampur dengan klitik {ne} dalam bahasa Bali. Bentuk {ne} dalam BB berpadanan dengan bentuk {-nya} dalam BI. Oleh karena itu, O 2 pada K 3 dapat dikatakan telah menyisipkan serpihan-serpihan BI ke dalam pemakaian BB sehingga mengakibatkan terjadinya fenomena campur kode. Berdasarkan pilihan kata yang digunakan, baik oleh O 1 maupun O 2 , pada data 3 tampak sekali kedua penutur tersebut merupakan teman akrab. Banyak kosakata yang dipilih tidak lengkap unsurnya, seperti kata sing pada K 6 yang merupakan singkatan kata tusing „tidak‟. Demikian juga kata engken. Kata tersebut merupakan singkatan dari kata ngengken „mengapa‟. Kata ne juga merupakan singkatan dari kata ene „ini‟ pada K 5 . Pemakaian bahasa pada ranah kekariban tidak menutup kemungkinan terjadinya fenomena alih kode selain campur kode. Baik fenomena campur kode maupun alih kode, pada umumnya terjadi pada situasi informal. Artinya, pada situasi formal jarang terjadi fenomena alih kode dan campur kode. Fenomena alih kode dapat juga ditemukan pada data 3. Fenomena tersebut dilakukan oleh dua penutur BB yang merupakan sehabat karib. Pada awalnya O 1 menggunakan bahasa Bali campur BBC pada K 1 , K 4 , K 8 , K 12 . Namun, begitu pembicaraan sampai pada K 10 , O 1 beralih kode ke BI, Ada bos baru ini dari Palu. Peralihan kode yang dilakukan oleh O 1 disebabkan oleh keinginan untuk memperjelas tuturan sebelumnya. Hal ini dilakukan karena mitra wicara sebelumnya tidak paham permintaan O 1 . Terbukti dari tuturan O 2 yang kurang paham terhadap tuturan O 1, seperti tampak pada beberapa kalimat tanya yang diajukan. Misalnya, K 2 , Bayah ditu keto? „Bayar di situ begitu?‟ Kemudian, K 5 , Kenkenne, ada apa ne? „Bagaimana ini, ada apa?‟ dan Nyen ento? „Siapa itu?‟ Namun, begitu O 1 beralih kode dari BB ke BI pada K 10 barulah O 2 paham tuturan O 1 . Terbukti dari respons yang dilakukan O 2 pada K 13 , Sip, Sip, oke „Ya, ya saya setuju‟ Rekapitulasi penggunaan bahasa intraetnis pada ranah kekariban dapat dilihat pada diagram di bawah ini. 18 62 20 BB BI BBBI Diagram 5.4 Rekapitulasi Penggunaan Bahasa Intraetnis pada Ranah Kekariban

5.3 Penggunaan Bahasa dalam Ranah Agama