Peralihan  kode  juga  terjadi  dari  BB  pada  K
7
ke  BI  pada  K
8
.  Alih  kode tersebut  dilakukan  oleh  O
2
setelah  selesai  mengutip  pembicaraan  orang  lain. Maksudnya,  O
2
kembali  menggunakan  BI  setelah  menggunakan  BB.  Hal  ini dilakukan oleh O
2
karena memang situasinya masih formal.
6.2.2  Alih kode dalam situasi takresmi
Dalam  situasi  takresmi,  bahasa  yang  digunakan  oleh  partisipan  ditandai dengan  bentuk-bentuk  tuturan  yag  pendek,  latar  pada  umumnya  di  warung  kopi,
pinggir jalan, teras rumah, dan sebagainya. Agar lebih jelas, berikut dikemukakan contoh alih kode dalam situasi takresmi.
Data 7 Latar
:   Rumah I Made Karyanto Topik
:   Pekerjaan Partisipan
:  Tamu 01 Tuan Rumah 02
01  :  1 … Pak ke sawah, apa ke ladang?
02  :  2 Ke sawah.
:  3 Ada bedik, ukuran 5 are.
„Ada sedikit, ukuran 5 are.‟ 01  :  4
Coklat banyak punya, Pak? 02  :  5
Sing ngelah apa tiang. „Tidak punya apa saya.‟
:  6 Pidan ngelah carik.
„Dahulu punya sawah.‟ :  7
Nu idup bapane, bapane ngelah. „Masih hidup bapaknya, bapaknya punya.‟
:  8 Tapi sing tawang ada utangne.
„Tetapi tidak tahu ada hutangnya.‟ :  9
Adepa terus. „Dijual terus.‟
Ciri-ciri bahasa yang digunakan pada data 7 menunjukkan bahwa peristiwa tutur  itu  terjadi  dalam  situasi  takresmi.  Sebagian  besar  bahasa  yang  digunakan
dalam peristiwa tutur tersebut adalah bahasa Bali, seperti tampak pada K
3
, K
5
, K
6
, K
7
, dan K
8
. Bahasa Bali yang digunakan pun tergolong BBL. Penggunaan bahasa Indonesia  hanya  terdapat  pada  K
1
dan  K
4
.  Selain  itu,  beberapa  kalimat  yang digunakan tidak lengkap, seperti K
2
, Ke sawah. Kalimat tersebut hanya memiliki satu  fungsi,  yaitu  keterangan  tempat.  Demikian  juga  K
9
,  Adapa  terus „Dijual
terus.‟ Kalimat 9 hanya memiliki satu fungsi, yaitu predikat. Bahkan, ada kalimat yang  disingkat,  seperti  tampak  pada  K
8
,  Tapi  sing  tawang  ada  utangne. „Tetapi
tidak tahu ada hutangnya.‟.
Bentuk  tapi  pada  K
8
seharusnya  diubah  menjadi  tetapi.  Bentuk  sing pada  hakikatnya  merupakan  singkatan  dari  kata  tusing
„tidak‟.  Namun,  karena peristiwa  tutur  tersebut  terjadi  dalam  situasi  takresmi,  penggunaan  kalimat  itu
dibenarkan  dalam  sosiolinguistik.  Dalam  sosiolinguistik  tidak  ada  tuturan  yang benar atau salah. Semua tuturan selalu berkaitan dengan situasi tempat peristiwa
tutur itu berlangsung. Alih kode terjadi ketika pembicaraan sampai pada K
3
, Ada bedik, ukuran 5 are.
„Ada sedikit, ukuran 5 are.‟ Alih kode itu tergolong alih kode intrakalimat. Maksudnya,  alih  kode  tersebut  terjadi  antarklausa  dalam  sebuah  kalimat.  Klausa
pertama  menggunakan  BB,  yaitu    ada  bedik „ada  sedikit‟  dan  klausa  kedua
menggunakan BI, yaitu  ukuran 5 are .
6.2.3  Alih kode dalam situasi akrab