antarteman yang sudah akrab, dan sebagainya. Ragam ini ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi
yang tidak jelas. Hal ini terjadi karena di antara partisipan sudah ada saling pengertian dan memiliki pengetahuan yang sama.
Dari lima macam gaya yang dikemukakan oleh Martin Joos, penelitian ini lebih terfokus pada tiga gaya saja, yaitu gaya atau ragam resmi formal, gaya atau
ragam tidak resmi nonformal, dan gaya akrab. Ketiga gaya tersebut dapat dilihat pada data 6, data 7, dan data 3.
6.2.1 Alih kode dalam situasi resmi
Seperti diketahui, alih kode dalam situasi resmi pada umumnya terjadi di sekolah, rapat dinas, surat menyurat dinas, ceramah keagamaan, dan buku-buku
pelajaran. Berikut dikemukakan fenomena alih kode dalam situasi resmi. Data 6
Latar : Kantor Kepala Desa
Topik : Keberadaan Mahasiswa
Partisipan : Tamu 01
Kepala Desa 02 01 : 1
… Ada mahasiswa deriki, Pak? „… Ada mahasiswa di sini, Pak?‟
02 : 2 Kalau mahasiswa ada dan sudah sarjana banyak.
: 3 Kalau di dusun III ini termasuk paling lambat pendidikannya.
: 4 Sekarang ada sekitar 4 barang kali pegawainya.
: 5 Di dusun I di Pancasari sekitar 15 sudah jadi pegawai.
: 6 Sehingga kemarin di ulang tahun desa terjadi kesenjangan, ada
seorang warga berkata. : 7
Beh, cang sing ngelah guru, nyen orain cang jani senam, nyak sing milu senam.
„Wah, saya tidak punya guru, siapa diberi tahu sekarang senam, tidak mau ikut senam.
‟ : 8
Nah, sekarang sudah ada pemerataan. : 9
Dusun III ini sekarang paling banyak mahasiswanya.
Pembicaraan dimulai oleh O
1
dengan menggunakan BI yang dicampur dengan BBH, seperti tampak pada K
1
, Ada mahasiswa deriki, Pak? „Ada
mahasiswa di sini, Pak?‟ Kemudian, O
2
meresponsnya dengan menggunakan BI, seperti tampak pada K
2
, Kalau mahasiswa ada dan sudah sarjana banyak. Hal ini sesuai dengan kaidah sosiolinguistik bahwa siapa pun yang diajak berbicara pada
umumnya mengikuti konteks yang melingkupi peristiwa tutur. Kebetulan konteks yang melingkupi peristiwa tutur itu resmi, O
2
meresponsnya dengan menggunakan BI, seperti tampak pada K
2
, K
3
, K
4
, K
5
, K
6
, K
8
, dan K
9
. Berhubung situasinya resmi dan tempatnya di Kantor Kepala Desa, bahasa
yang digunakan sebagian besar bahasa Indonesia. Bentuk-bentuk kalimat yang digunakan panjang-panjang dan lengkap, seperti tampak pada data 6. Kalimat 1,
Ada mahasiswa deriki, Pak?; kalimat 2, Kalau mahasiswa ada dan sudah sarjana banyak; kalimat 3, Kalau di dusun III ini termasuk paling lambat pendidikannya;
kalimat 4, Sekarang ada sekitar 4 barang kali pegawainya; kalimat 5, Di dusun I di Pancasari sekitar 15 sudah menjadi pegawai; kalimat 6, Sehingga kemarin di
ulang tahun desa terjadi kesenjangan, ada seorang warga berkata….; dan
seterusnya. Peralihan kode terjadi ketika pembicaraan sampai K
7
, Beh, cang sing ngelah guru, nyen orain cang jani senam, nyak sing milu senam
„Wah, saya tidak punya guru, siapa saya suruh sekarang senam, tidak mau ikut
senam.‟ Alih kode tersebut dilakukan oleh O
2
dari BI pada K
6
ke BB pada K
7
. Peralihan kode tersebut disebabkan oleh keinginan O
2
mengutip pembicaraan orang lain, seperti tampak pada K
7
.
Peralihan kode juga terjadi dari BB pada K
7
ke BI pada K
8
. Alih kode tersebut dilakukan oleh O
2
setelah selesai mengutip pembicaraan orang lain. Maksudnya, O
2
kembali menggunakan BI setelah menggunakan BB. Hal ini dilakukan oleh O
2
karena memang situasinya masih formal.
6.2.2 Alih kode dalam situasi takresmi