penggunaan satu bahasa tertentu dengan dicampuri serpihan-serpihan dari bahasa lain, dan 3 pemilihan satu variasi bahasa yang sama.
Selanjutnya,  teori  yang  dikemukakan  oleh  Fasold  dipergunakan  untuk menganalisis  masalah  yang  berkaitan  dengan  pilihan  penggunaan  bahasa  oleh
guyub  tutur  masyarakat  Bali  di  Parigi.  Alasan  ataupun  dasar  yang  menjadi pertimbangan  dipergunakan  teori  tersebut  adalah  kesiapan  penutur  memilih
bahasa untuk dipergunakan dalam komunikasi. Pilihan  bahasa  yang  dilakukan  penutur  ditentukan  oleh  beberapa  faktor,
antara lain : topik, latar, dan partisipan. Seorang penutur yang bilingual cenderung menggunakan  satu  medium  bahasa  jika  membicarakan  sebuah  topik  dan
menggunakan medium bahasa kedua jika membicarakan topik yang lain. Seorang anak  yang  bilingual  bisa  saja  menggunakan  bahasa  Indonesia  di  sekolah  dan
bahasa daerah di rumah, tetapi bisa juga menggunakan bahasa daerah di  sekolah dengan  bapaknya  apabila  kebetulan  bapaknya  mengunjunginya  di  sekolah  dan
berbicara bahasa Indonesia di rumah dengan gurunya jika gurunya berkunjung ke rumahnya. Evin - Trip dalam Grosjean, 1982:125 mengidentifikasi empat faktor
utama  sebagai  penanda  pilihan  bahasa  penutur  dalam  interaksi  sosial,  yaitu:  1 latar  waktu  dan  tempat  dan  situasi,  2  partisipan  dalam  interaksi,  3  topik
percakapan, dan 4 fungsi interaksi. Teori pilihan bahasa ini dipergunakan untuk menganalisis masalah nomor 1.
2.3.3  Teori komponen tutur
Penggunaan bahasa dalam berinteraksi sosial selain ditentukan oleh faktor linguistik juga ditentukan oleh faktor nonlinguistik. Kedua faktor tersebut sangat
berkaitan  dengan  faktor  sosial  dan  kultural  karena  pada  dasarnya  bahasa  adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem sosial.
Faktor  luar  bahasa  extralinguistic  sebagai  penentu  penggunaan  bahasa dalam bertutur dapat juga disebut sebagai komponen tutur component of speech
Hymes,  1972.  Artinya,  setiap  tuturan  manusia  dalam  berinteraksi  verbal  selalu berkaitan  erat  dengan  komponen-komponen  tutur  meskipun  tidak  selalu  semua
komponen  tutur  itu  muncul  sekaligus  dalam  sebuah  tuturan.  Kadang-kadang sebuah  komponen  muncul,  namun  beberapa  komponen  lainnya  tidak  muncul
dalam tuturan tertentu. Menurut  Hymes  1972,  dalam  tulisannya
“Model  of  Interaction  of Language  and  Social  Life
”,  ada  delapan  komponen  yang  dianggapnya berpengaruh  terhadap  pemilihan  kode  dalam  bertutur.  Hymes  menyebut  hal  itu
sebagai components of speech yang pada intinya meliputi: 1 tempat dan suasana tutur, 2 peserta tutur, 3 tujuan tuturan, 4 pokok tuturan, 5 nada tuturan, 6
sarana  tuturan,  7  norma  tuturan,  dan  8  jenis  tuturan.  Kedelapan  komponen tuturan  tersebut  dikenal  dengan  istilah
“SPEAKING”  yang  berturut-turut dimaksudkan sebagai berikut.
S  setting P  participants
E  ends A  act sequences
K  keys I  instrumentalities
N  norms G  genres
Selanjutnya, teori tersebut dapat dipergunakan untuk menganalisis masalah yang berkaitan dengan macam, fungsi, dan makna alih kode. Alasan yang menjadi
dasar  pertimbangan  digunakannya  teori  tersebut  adalah  bahwa  setiap  tuturan manusia dalam berinteraksi verbal selalu berkaitan erat dengan komponen tuturan
meskipun  tidak  selalu  semua  komponen  tuturan  itu  muncul  sekaligus  dalam sebuah  tuturan.  Kadang-kadang  sebuah  komponen  tuturan  muncul,  namun
beberapa komponen lainnya tidak muncul dalam tuturan tertentu. Teori komponen tuturan tersebut dipergunakan untuk menganalisis masalah nomor 2 dan 3.
2.3.4  Teori akomodasi