xiii kode, 3 faktor penyebab alih kode, dan 4 wujud dan faktor penyebab terjadinya
campur kode dan interferensi.
2. Landasan Teori
Penelitian ini
menggunakan pendekatan
sosiolinguistik. Artinya,
sosiolinguistik dipakai sebagai landasan dalam meneliti penggunaan bahasa guyub tutur oleh masyarakat Bali di Parigi, Sulawesi Tengah. Dalam hal ini,
sosiolinguistik memberikan suatu pengetahuan bagaimana cara menggunakan bahasa, bagaimana bahasa itu dipakai dalam aspek-aspek sosial tertentu.
Ada beberapa teori dipergunakan dalam penelitian ini. Pertama, teori pilihan bahasa dipergunakan untuk menganalisis masalah nomor 1 tentang pilihan bahasa
guyub tutur masyarakat Bali di Parigi. Kedua, teori komponen tutur dan konvergensi dipergunakan untuk menganalisis masalah nomor 2 dan 3. Ketiga,
teori campur kode dan interferensi dipergunakan untuk menganalisis masalah nomor 4.
3. Metode Penelitian
Penggunaan bahasa merupakan salah satu fenomena bahasa dalam kehidupan bermasyarakat. Artinya, kapan seseorang menggunakan bahasa
“y” dan kapan seseorang menggunakan bahasa
“x” sangat bergantung pada tempat, topik ataupun partisipan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan
fenomenologis. Penelitian ini dilakukan di wilayah transmigran Bali di Kecamatan Parigi dan
Parigi Selatan, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah. Kabupaten Parigi Moutong merupakan pemekaran dari Kabupaten Donggala yang dibentuk
berdasarkan undang-undang no. 10 tahun 2002. Kabupaten ini terdiri atas 20 wilayah kecamatan. Dua di antaranya adalah Kecamatan Parigi dan Parigi Selatan.
Dua kecamatan tersebut merupakan tempat paling awal dihuni transmigran asal Bali, yaitu sejak 1950-an. Oleh karena itu, kedua tempat tersebut dijadikan lokasi
penelitian.
Penelitian ini memiliki dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari semua etnis Bali yang berdomisili di tiga desa, yaitu
Desa Mertasari, Desa Sumbersari, dan Desa Nambaru. Data sekunder dapat digunakan sebagai pelengkap data primer. Data sekunder sangat diperlukan
peneliti, baik berupa dokumentasi yang berkaitan dengan teori-teori sosioliguistik ataupun dokumentasi yang berkaitan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.
Ada beberapa tahapan dipakai dalam pengumpulan data. Pertama, metode simak dengan menggunakan teknik dasar sadap. Teknik dasar tersebut dibantu
dengan teknik lanjutan berupa teknik simak bebas libat cakap, teknik simak libat cakap, catat, dan rekam. Kedua, metode cakap dengan menggunakan teknik
pancing yang dibantu dengan teknik cakap semuka dan teknik cakap tansemuka. Kedua metode itu digunakan untuk menghasilkan data kualitatif. Ketiga, metode
survei digunakan melalui penyebaran kuesioner atau daftar pertanyaan yang terstruktur dan rinci untuk memperoleh informasi dari sejumlah besar informan
yang dipandang representatif mewakili populasi penelitian. Metode survei tersebut digunakan untuk menghasilkan data kuantitatif Mahsun, 2005:246. Selanjutnya,
xiv data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis data secara kualitatif
dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif dilakukan sejak peneliti terjun di lapangan berbaur dengan informan. Kegiatan peneliti di lapangan tidak terlepas
dari fenomena kebahasaan yang terjadi di lapangan yang menjadi lokasi penelitian, sedangkan analisis data secara kuantitatif dipergunakan untuk
menentukan jumlah persentase pengguna bahasa. 4. Hasil Penelitian
4.1 Pilihan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi Dilihat dari Segi
Ranah Penggunaannya Pilihan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi dapat diklasifikasikan
menjadi lima bagian, yaitu 1 penggunaan bahasa antaretnis dan intraetnis pada ranah pekerjaan, 2 penggunaan bahasa antaretnis dan intraetnis pada ranah
kekariban, 3 penggunaan bahasa antaretnis dan intraetnis pada ranah agama, 4 penggunaan bahasa intraetnis pada ranah kesenian, dan 5 penggunaan bahasa
intraetnis pada ranah keluarga.
Penggunaan bahasa antaretnis pada ranah pekerjaan didominasi oleh penggunaan bahasa Indonesia, yaitu sebesar 89,1, penggunaan bahasa Bali
sebesar 4, penggunaan bahasa Kaili sebesar 4,9, penggunaan bahasa Bugis sebesar 2 kelompok dewasa, penggunaan bahasa Indonesia sebesar 93,4,
penggunaan bahasa Balibahasa Indonesia sebesar 6,6 kelompok remaja. Penggunaan bahasa intraetnis pada ranah pekerjaan didominasi oleh penggunaan
bahasa Bali, yaitu sebesar 78,6, penggunaan bahasa Indonesia sebesar 10, penggunaan bahasa Balibahasa Indonesia sebesar 11,4 kelompok dewasa,
penggunaan bahasa Bali sebesar 70, penggunaan bahasa Indonesia sebesar 12, dan penggunaan bahasa Balibahasa Indonesia sebesar 18 kelompok remaja.
Penggunaan bahasa antaretnis pada ranah kekariban didominasi oleh penggunaan bahasa Indonesia, yaitu sebesar 91, penggunaan bahasa Bali
sebesar 3, penggunaan bahasa Kaili sebesar 4, penggunaan bahasa Bugis sebesar 2 kelompok dewasa, penggunaan bahasa Indonesia sebesar 98, dan
penggunaan bahasa Bali sebesar 2 kelompok remaja. Penggunaan bahasa intraetnis pada ranah kekariban didominasi oleh penggunaan bahasa Bali, yaitu
sebesar 62, penggunaan bahasa Balibahasa Indonesia sebesar 20, penggunaan bahasa Indonesia sebesar 18 kelompok dewasa, penggunaan Bahasa Bali
sebesar 59, penggunaan bahasa Balibahasa Indonesia sebesar 18, dan penggunaan bahasa Indonesia sebesar 23 kelompok remaja.
Penggunaan bahasa antaretnis pada ranah agama didominasi oleh penggunaan bahasa Indonesia, yaitu sebesar 93,25, penggunaan bahasa Bali sebesar 3,
penggunaan bahasa Kaili sebesar 3, penggunaan bahasa Bugis sebesar 0,75 kelompok dewasa, penggunaan bahasa Indonesia sebesar 95,5, penggunaan
bahasa Bugis sebesar 3, dan penggunaan bahasa Kaili sebesar 1,5 kelompok remaja. Penggunaan bahasa intraetnis pada ranah agama didominasi oleh
penggunaan bahasa Balibahasa Indonesia, yaitu sebesar 43, penggunaan bahasa Bali sebesar 4, penggunaan bahasa Indonesia sebesar 36,3, penggunaan
bahasa Sanskerta sebesar 16,7 kelompok dewasa, penggunaan bahasa Indonesia sebesar 16,8, penggunaan bahasa Bali sebesar 39,2, penggunaan
xv bahasa Sanskerta sebesar 16,7, dan penggunaan bahasa Balibahasa Indonesia
sebesar 27,3 kelompok remaja. Penggunaan bahasa intraetnis pada ranah kesenian didominasi oleh
penggunaan bahasa Bali, yaitu sebesar 87, penggunaan bahasa Balibahasa Indonesia sebesar 10,5, penggunaan bahasa Indonesia sebesar 2,5 kelompok
dewasa, penggunaan bahasa Bali sebesar 68, penggunaan bahasa Balibahasa Indonesia sebesar 12, dan penggunaan bahasa Indonesia sebesar 20
kelompok remaja.
Penggunaan bahasa intraetnis pada ranah keluarga didominasi oleh penggunaan bahasa Bali, yaitu sebesar 71, penggunaan bahasa Balibahasa
Indonesia sebesar 12, penggunaan bahasa Indonesia sebesar 17 kelompok dewasa, penggunaan bahasa Bali sebesar 53, penggunaan bahasa Balibahasa
Indonesia sebesar 19, dan penggunaan bahasa Indonesia sebesar 28 kelompok remaja.
Dominannya penggunaan bahasa Indonesia antaretnis, baik pada ranah pekerjaan, kekariban, maupun agama membuktikan bahwa guyub tutur
masyarakat Bali di Parigi telah menguasai dua bahasa atau lebih. Dengan kata lain, guyub tutur masyarakat Bali di Parigi dapat digolongkan sebagai masyarakat
bilingual atau multilingual. Selain itu, bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional telah menjalankan fungsinya dengan baik, yaitu sebagai
alat penghubung antaretnis yang berbeda latar belakang sosial dan budayanya.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Bali di Parigi pun telah menjalankan fungsinya dengan baik, yaitu sebagai alat penghubung
intradaerahintraetnis. Hal ini dapat dibuktikan dari penggunaan bahasa intraetnis, baik pada ranah pekerjaan, kekariban, kesenian, maupun keluarga yang
didominasi oleh penggunaan bahasa Bali. Dari lima macam ranah yang ada, hanya penggunaan bahasa intraetnis ranah agama didominasi oleh penggunaan bahasa
Bali bahasa Indonesia.
4.2 Macam-macam Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi
4.2.1 Alih Kode Berdasarkan Kekerabatan Bahasa
Berdasarkan kekerabatan bahasa, alih kode dalam penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1
alih kode ke dalam internal code switching, dan 2 alih kode ke luar external code switching. Alih kode ke dalam adalah alih kode yang terjadi pada bahasa-
bahasa yang serumpun. Alih kode tersebut dapat dilihat pada data 14, sedangkan alih kode ke luar adalah alih kode yang terjadi pada bahasa-bahasa yang tidak
serumpun. Alih kode yang demikian dapat dilihat pada data 3.
4.2.2 Alih Kode Berdasarkan Variasi Lingual
Berdasarkan variasi lingual, alih kode dalam penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi dapat dibedakan menjadi: 1 alih kode yang berpola
dari bahasa Bali ke bahasa Indonesia, 2 alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Inggris, 3 alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Kaili,
dan 4 alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Bugis. Alih kode yang
xvi berpola dari bahasa Bali ke bahasa asing dalam penelitian ini juga ditemukan.
Alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Indonesia dapat dilihat pada data 9. Alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Inggris dapat dilihat
pada data 3. Alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Kaili dapat dilihat pada data 10. Alih kode yang berpola dari bahasa Bali ke bahasa Bugis dapat
dilihat pada data 11.
4.2.3 Alih Kode Berdasarkan Kelengkapan Tutur
Berdasarkan kelengkapan tutur, alih kode dalam penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi dapat dibedakan menjadi: 1 alih kode dari tuturan
yang lengkap ke tuturan yang taklengkap, dan 2 alih kode dari tuturan yang tidak lengkap ke tuturan yang lengkap. Alih kode dari tuturan yang lengkap ke
tuturan yang taklengkap dapat dilihat pada data 12, demikian juga alih kode dari tuturan yang tidak lengkap ke tuturan yang lengkap dapat dilihat pada data 12.
4.2.4 Alih Kode Berdasarkan Ruang Lingkup Peralihan
Berdasarkan ruang lingkup peralihan, alih kode dalam penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi dapat dibedakan menjadi 1 alih kode
interkalimat intersentential switching, dan 2 alih kode intrakalimat intrasentential switching. Alih kode interkalimat dapat dilihat pada data 8,
sedangkan alih kode intrakalimat dapat dilihat pada data 7.
4.2.5 Alih Kode Menurut Bloom dan Gumperz
Dalam penelitian ini ditemukan juga pembagian alih kode yang dikemukakan oleh Bloom dan Gumperz. Bloom dan Gumperz membedakan alih kode
situasional situational code-switching, dan 2 alih kode metaforis metaphorical code-switching. Alih kode situasional dapat dibedakan menjadi: 1 alih kode
situasional dalam bentuk alih bahasa, dan 2 alih kode situasional dalam bentuk alih style. Alih kode situasional dalam bentuk alih bahasa dapat dilihat pada data
9, sedangkan alih kode situasional dalam bentuk alih style dapat dilihat pada data 5. Alih kode metaforis dapat dibedakan menjadi: 1 alih kode metaforis dalam
bentuk alih bahasa, dan 2 alih kode metaforis dalam bentuk alih style. Alih kode metaforis dalam bentuk alih bahasa dapat dilihat pada data 13, sedangkan alih
kode metaforis dalam bentuk alih style dapat dilihat pada data 14.
4.3 Fungsi Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi
Alih kode yang dilakukan oleh guyub tutur masyarakat Bali memiliki fungsi sebagai berikut: 1 menawar sesuatu data 15 dan data 13, 2 personal data 10
dan data 16, 3 memperoleh pengetahuan data 10 dan data 12, 4 berimajinatif data 8 dan data 14, 5 menggambarkan suatu pemikiran atau wawasan data 17
dan data 8, 6 menunjukkan rasa sosial data 5 dan data 10, 7 merahasiakan sesuatu data 11, 8 menunjukkan sikap akrab data 3, 9 menunjukkan sikap
toleransi data 12 dan data 13, dan 10 mengutip pembicaraan orang lain data 8 dan data 20.
xvii
4.4 Makna Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi
Dalam penelitian ini digunakan teori makna yang dikemukakan oleh Halliday. Menurut Halliday, dalam menentukan komponen semantis bahasa ada tiga unsur
yang tidak dapat dipisahkan. Ketiga unsur itu meliputi: 1 ideasional, yaitu isi pesan yang ingin disampaikan, 2 interpersonal, yaitu makna yang hadir bagi
pemeran di dalam peristiwa tutur, dan 3 tekstual, yaitu bentuk kebahasaan serta konteks tuturan yang mempresentasikan serta menunjang terwujudnya makna
ujaran. Selanjutnya, teori tersebut digunakan untuk menganalisis makna alih kode pada guyub tutur masyarakat Bali di Parigi.
Makna alih kode dalam penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi meliputi: 1 sosial data 10 dan data 5, 2 metaforis data 8 dan data 13,
3 merendahkan diri data 18, 4 janji data 3, 5 kejelasan suatu topik data 8 dan data 19, 6 akrab data 3 dan data 16, dan 7 rahasia data 11.
4.5 Sebab-sebab Terjadinya Alih Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi
Berkumpulnya beberapa etnis, seperti Kaili, Bugis, Jawa, Manado, dan Bali di Parigi mengakibatkan terjadinya kontak bahasa, budaya, dan adat istiadat. Unsur
bahasa merupakan salah satu aspek yang paling rentan mengalami kontak bahasa karena sifatnya yang terbuka. Akibat kontak bahasa, sering terjadi fenomena alih
kode ketika komunikasi berlangsung. Sebab-sebab terjadinya alih kode dalam penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi adalah sebagai berikut:
1 O
1
ingin memberikan penekanan pada topik pembicaraan, 2 O
1
bermaksud lebih akrab dengan O
2
, 3 O
1
bermaksud merahasiakan sesuatu, 4 O
1
terpengaruh oleh ucapan O
2,
5 O
1
ingin merendahkan diri, 6 O
2
ingin menunjukkan bahwa dirinya terpelajar, 7 O
2
ingin mengutip pembicaraan orang lain, 8 O
2
ingin memperjelas keterangan yang telah dipaparkan, 9 kehadiran O
3
, 10 materi pembicaraan, 11 situasi, 12 pembicaraan sebelumnya, 13 perjanjian, 14 kurang menguasai bahasa daerah, dan 15 partisipan
menunjukkan rasa toleransi.
4.6 Campur Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi
Bilamana orang mencampur dua atau lebih bahasa dalam suatu tindak berbahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut
percampuran bahasa itu disebut campur kode. Ciri yang menonjol dalam campur kode adalah kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi formal jarang terjadi
campur kode. Fenomena campur kode tersebut dapat dilihat pada data 24, data 18, data 25, data 26, data 27, data 28, dan data 29.
4.6.1 Macam-macam Wujud Campur Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi
Berdasarkan unsur-unsur yang terlibat di dalamnya, campur kode dalam penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi dapat dibedakan
menjadi: 1 penyisipan unsur- unsur yang berupa kata, dan 2 penyisipan unsur-
xviii unsur yang berupa frasa. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata dapat dilihat
pada data 24 K
3
, K
1
, K
10
, data 18 K
8
, K
5
, K
6
, data 25 K
8
, data 26 K
3
, data 27 K
2
, K
5
, K
8
, K
10
, data 28 K
1
, K
2
, K
3
, K
8
, data 30 K
3
, K
6
dan penyisipan unsur-unsur yang berupa frasa dapat dilihat pada data 24 K
2
, data 26 K
2
, data 28 K
4
.
4.6.2 Sebab-sebab Terjadinya Campur Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi
Campur kode dalam penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi disebabkan oleh beberapa faktor: 1 penutur kurang menguasai BBH. Hal
ini dapat dilihat pada data 24 K
5
, 2 kesetiaan yang tinggi penutur terhadap bahasa ibu. Penyebab tersebut dapat dilihat pada data 18 K
3
, dan 3 partisipan ingin mempertegas ujaran atau tuturan sebelumnya. Penyebab tersebut dapat
dilihat pada data 25 K
8
.
4.7 Interferensi dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi
Interferensi dapat didefinisikan sebagai masuknya unsur serapan ke dalam bahasa lain yang bersifat melanggar bahasa yang menyerap. Dengan kata lain,
interferensi adalah masuknya unsur suatu bahasa ke dalam bahasa lain yang mengakibatkan pelanggaran kaidah bahasa yang dimasukinya, baik pelanggaran
fonologis, leksikal, maupun gramatikal.
4.7.1 Macam-macam Interferensi dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi
Interferensi dapat terjadi pada semua komponen kebahasaan, baik pada tataran fonologi, leksikal, maupun gramatikal. Namun, interferensi yang terjadi
pada penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi hanya ditemukan interferensi pada tataran leksikal dan gramatikal.
Interferensi pada tataran leksikal dapat dilihat pada data berikut.
a Bawa kemari jo, nanti saya yang antar. „Bawa kemari saja, nanti saya yang antar‟
b Sama le. „Sama juga.‟
Interferensi pada tataran gramatikal dapat dilihat pada data berikut. a Data 3
K
3
: Bayah ditu keto. Ane ngadaang pertemuane nake mayah. „Bayar di situ begitu. Yang mengadakan pertemuannya seharusnya
membayar.‟ b Begitu memang, harus antre dulu.
„Memang begitu, harus antre dulu.‟
4.7.2 Sebab-Sebab Terjadinya Interferensi dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi
Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya
interferensi dalam
penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi adalah sebagai berikut:
xix 1 kesetiaan yang tinggi terhadap bahasa pertama, 2 pengaruh struktur bahasa
daerah ketika menggunakan bahasa Indonesia, 3 prestise bahasa sumber, 4 kedwibahasaan penutur, dan 5 kepentingan akan sinonim.
5. Temuan Baru
Hasil analisis data menemukan beberapa hal, seperti di bawah ini. 1 Bahasa Bali sebagai alat komunikasi intradaerah masih menjalankan
fungsinya, baik pada ranah pekerjaan, kekariban, agama, kesenian, maupun keluarga. Namun, penggunaan bahasa Bali pada ranah-ranah tersebut ada juga
yang dicampur dengan bahasa Indonesia. Hal ini dapat dimaklumi sebab warga Bali di Parigi sudah lama hidup berbaur dengan etnis non-Bali, seperti
suku Kaili, Bugis, Jawa, dan Manado.
2 Bahasa Bali sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah belum menjalankan fungsinya secara maksimal sebab bahasa daerah yang digunakan sebagai
bahasa pengantar di sekolah-sekolah adalah bahasa Kaili sebagai bahasa lokal.
3 Dilihat dari segi usia, pilihan bahasa antaretnis pada kelompok remaja lebih dominan penggunaan bahasa Indonesia-nya dibandingkan dengan kelompok
dewasa. Namun, pilihan bahasa intraetnis pada kelompok remaja lebih rendah penggunaan bahasa Bali-nya dibandingkan dengan kelompok dewasa.
4 Dalam penelitian ini ditemukan 14 macam alih kode penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi.
5 Selain macam-macam alih kode, dalam penelitian ini juga ditemukan 10 fungsi alih kode, 7 makna alih kode, dan 15 penyebab terjadinya alih kode
penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, Sulawesi Tengah. 6 Di samping fenomena kebahasaan berupa alih kode, dalam penelitian ini juga
ditemukan tiga penyebab terjadinya campur kode dan lima penyebab terjadinya interferensi penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di
Parigi, Sulawesi Tengah.
6. Simpulan dan Saran 6.1 Simpulan