data  8  sangat  wajar  karena  situasi  yang  melingkupi  peristiwa  tutur  itu  adalah situasi takresmi.
Alih  kode  terjadi  ketika  pembicaraan  sampai  pada  K
7
dan  K
8
.  Alih  kode itu  dilakukan  oleh  O
2
dari  BBC  pada  K
6,
Yang  penting  iraga  sing  mengganggu penduduk  asli  dini
„Yang penting kita tidak mengganggu penduduk asli di sini‟. ke BI pada K
7
, Seperti pepatah, ‘di mana bumi dipijak, di sana langit dijunjung.
Sehubungan dengan fenomena alih kode tersebut, penjelasan yang terdapat pada  K
7
dapat  dikatakan  memiliki  fungsi  untuk  menggambarkan  suatu  pikiran atau wawasan. Maksudnya, penggunaan bahasa untuk menggambarkan pemikiran
dan wawasan serta penyampaiannya kepada orang lain.
6.4.6  Fungsi alih kode untuk menunjukkan rasa sosial
Fungsi  alih  kode  untuk  menunjukkan  rasa  sosial  dapat  dilihat  pada  data berikut.
Data 10 O
1
:  1 … Anggona kue, nggih
„… Dipakai kue, ya‟ O
2
:  2   Nggih. „Ya.‟
:  3   Apa le? „Cari apa?‟
O
3
:  4   Minyak kelapa, berapa? datang O3 O
2
:  5 Minyak, tujuh ribu, tujuh ribu.
Beberapa tuturan yang terdapat pada data 10 menggunakan BBC, BB, BK, dan  BI.  Penggunaan  BBC  dapat  dilihat  pada  K
1
,  penggunaan  BB  dapat  dilihat pada K
2
, penggunaan BK dapat dilihat pada K
3
, dan penggunaan BI dapat dilihat
pada  K
4
dan  K
5
.  Penggunaan  bahasa  yang  demikian  wajar  karena  situasinya takresmi.
Fenomena  alih  kode  terjadi  ketika  pembicaraan  sampai  pada  K
3
,  Apa  le? „Cari apa?‟ Peralihan kode itu dilakukan oleh O
2
dari BB pada K
2
, Nggih „Ya.‟ ke
BK  pada  K
3
,  Apa  le ? „Cari apa?‟ Peralihan kode itu dilakukan oleh O
2
dari  BB pada  K
2
,  Nggih .  „Ya,‟  ke  BK  pada  K
3
,  Apa  le ?  „Cari  apa?‟  Peralihan  kode  itu
disebabkan  oleh  kehadiran  O
3
dalam  peristiwa  tutur.  Kebetulan  O
3
berasal  dari etnis  Kaili  dan  tidak  bisa  berbahasa  Bali.  Alangkah  tidak  etisnya  jika  O
2
tetap berbahasa Bali.
Peralihan kode yang dilakukan oleh O
2
sangat tepat. Dalam peristiwa tutur tersebut  O
2
bermaksud  menghormati  hadirnya  orang  ketiga  yang  ikut  terlibat dalam pembicaraan. Oleh karena itu, peralihan kode yang dilakukan oleh O
2
pada data 10 dapat dikatakan memiliki fungsi sosial.
Contoh  alih  kode  yang  berfungsi  sosial  lainnya  dapat  dilihat  pada  data berikut.
Data 5 01  :  4
Ada rezeki kita terima, syukur. :  5
Ada yang dimasak, syukur. :  6
Jadi manusia tidak pernah syukur, wah. 02  :  7
Bahaya 01  :  8
Saya  tidak  sarjana,  tapi  saya  hanya  belajar  otodidak,  baca  buku, mendengar orang bijak, kalau diskusi kita catat.
03  :  9 Tiang pamit, nggih? datang 03
„Saya permisi ya?‟ 01  :  10  Mai wa, kenken bapanne seger?
„Kemari Bibi, bagaimana bapaknya sehat?‟ 03  :  11  Keto dogen ba, nak rematik.
„Begitu saja sudah, orang rematik.‟ 12  Sing taen kija-kija, jumah dogen.
„Tidak pernah ke mana-mana, di rumah saja.‟
Pembicaraan di atas dimulai dengan menggunakan BI pada K
4
. Kemudian, pembicaraan  juga  diikuti  dengan  menggunakan  BI,  seperti  tampak  pada  K
5
,  K
6
, K
7
, dan K
8
. Penggunaan BB muncul ketika pembicaraan sampai pada K
9
, K
10
, K
11
, dan K
12
. Peralihan kode dari BI ke BB terjadi saat kehadiran O
3
. Dalam hal ini O
3
memulai  pembicaraan  dengan  menggunakan  BB,  seperti  tampak  pada  K
9
,  Tiang pamit, nggih?
„Saya permisi ya?‟ Akhirnya, O
1
pun terpengaruh oleh bahasa yang digunakan  oleh  O
3
,  yaitu  BB.  Dengan  demikian,  terjadilah  alih  kode  dari  BI  ke BB. Alih kode tersebut dilakukan oleh O
1
. Berhubung  dilakukan  setelah  kehadiran  O
3
,  tuturan  dalam  alih  kode  itu dapat  dikatakan  memiliki  fungsi  sosial.  Maksudnya,  peralihan  kode  yang
dilakukan  oleh  O
1
semata-mata  untuk  menghormati  hadirnya  O
3
.  Apalagi  O
3
memulai  pembicaraannya  dengan  menggunakan  BB.  Secara  tidak  langsung  O
1
pun beralih kode untuk mengimbangi bahasa yang digunakan oleh O
3
.
6.4.7  Fungsi alih kode untuk merahasiakan sesuatu