1
BAB IV SITUASI KEBAHASAAN GUYUB TUTUR MASYARAKAT BALI
DI PARIGI, SULAWESI TENGAH
Guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, selain mengenal bahasa Bali juga mengenal bahasa Indonesia, Jawa, Bugis, dan Kaili. Bahasa tersebut digunakan
sesuai dengan konteks sosial. Bahasa Bali yang digunakan oleh guyub tutur masyarakat Bali di Parigi
masih mengenal tingkatan-tingkatan bahasa yang disebut dengan istilah sor- singgih basa. Namun, penggunaannya tidak seketat di Bali. Pengunaan sor-singih
basa di Bali disesuaikan dengan konteks pembicaraan. Artinya, komponen- komponen tutur, seperti yang dikemukakan J.A. Fishman masih berlaku sebagai
berikut: who speaks „siapa bicara‟; what language „bahasa apa‟; to whom „kepada
siapa‟; dan when „kapan‟. Istilah-istilah sosiolinguistik yang dikemukakan oleh J.A. Fishman dapat
direalisasikan sebagai berikut: who speaks maksudnya siapa yang berbicara, apakah secara adattradisional tergolong kasta Brahmana atau Sudra; what
language, maksudnya bahasa apa yang dipergunakan jika berinteraksi verbal dengan mitra wicara, apakah BBH atau BBL; to whom, maksudnya kepada siapa
bahasa itu ditujukan, apakah orang dari kalangan pejabat atau petani; dan when, maksudnya kapan bahasa itu digunakan, apakah dalam situasi resmi atau takresmi.
Jika dalam situasi resmi, BB yang digunakan adalah BBH. Jika dalam situasi takresmi, BB yang digunakan adalah BBL.
Bagi guyub tutur masyarakat Bali di Parigi, penggunaan sor-singgih basa tersebut agak longgar; artinya, tidak seketat pemakaian sor-singgih basa di Bali.
Bahkan, pada saat penelitian berlangsung ditemukan seorang informan menggunakan BBL ketika berinteraksi verbal dengan mitra wicara yang berasal
dari kasta lebih tinggi. Tanpa diduga-duga informan tersebut berujar, “Yen
ngomong dini da ba menika-meniki. Anake dini nak sing bisa basa halus ” Kalau
berbicara di sini tidak usah berbahasa halus. Orang di sini tidak bisa berbahasa halus. Menghadapi peristiwa tutur yang demikian, peneliti terkejut. Apalagi
informan tersebut berusia sekitar 60 tahun dan lebih tua dari mitra wicaranya. Padahal, mitra wicara tersebut menggunakan BBH untuk menghormati orang
yang lebih tua. Peristiwa tutur yang demikian sangat jarang ditemukan pada etnis Bali di daerah asal.
Seperti diketahui, penggunaan variasi bahasa Bali, baik bahasa Bali halus maupun lumrah, disesuaikan dengan konteks sosial. Konteks sosial yang
dimaksud dapat berupa usia, pekerjaan, status, sistem kasta, topik pembicaraan, dan lain-lain. Penggunaan variasi bahasa tersebut berkaitan dengan istilah
bilingualisme.
4.1 Hubungan antara Variasi Bahasa dan Bilingualisme