Macam-macam Wujud Campur Kode
Penyisipan unsur-unsur berwujud frasa
Penyisipan unsur-unsur berwujud kata
Bagan 7.1 Macam-macam Wujud Campur Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur
Masyarakat Bali di Parigi
7.1.2 Sebab-sebab terjadinya campur kode
Sebab-sebab terjadinya campur kode meliputi dua aspek, yaitu 1 aspek sikap, dan 2 aspek kebahasaan Jendra,2007:172. Kedua aspek tersebut saling
berhubungan satu dengan lainnya. Artinya, campur kode dapat berfungsi untuk menandai sikap dan hubungannya dengan orang lain dan sikap serta hubungan
orang lain terhadapnya. Misalnya, campur kode dengan unsur-unsur bahasa Inggris dapat memberi kesan bahwa penutur orang masa kini, berpendidikan, dan
mempunyai hubungan luas. Selain Jendra, penyebab terjadinya campur kode juga dikemukakan oleh
Achmad 2012:163. Achmad mengemukakan penyebab terjadinya campur kode karena faktor rasa solidaritas.
Penelitian ini menemukan tiga penyebab terjadinya campur kode dalam penggunaan bahasa guyub tutur masyarakat Bali di Parigi. Penjelasannya dapat
dilihat pada uraian berikut.
7.1.2.1 Penutur kurang menguasai BBH
Tidak menutup kemungkinan, ketika partisipan sedang bercakap-cakap, kekurangan kosakata pada bahasa yang dipergunakan. Hal ini menyebabkan
partisipan memasukkan unsur-unsur bahasa lain ketika komunikasi sedang berlangsung. Penyebab campur kode yang demikian dapat dilihat pada data 24.
Tuan rumah 01 : 2 … sampun wenten, minabang tiang 25 tahun lebih.
„… sudah ada saya kira 25 tahun lebih‟. : 3
Setelah nika mangkin ampun akeh nika umate. „Setelah itu sekarang sudah banyak umatnya.‟
: 4 Ring Nambaru makeh.
„Di Nambaru banyak.‟ : 5
Ring Desa Sumbersari kemanten paling makeh 20-an KK kari.
„Di Desa Sumbersari saja paling banyak 20-an KK masih.‟
: 6 Setelah nika pindah umate ke Nambaru.
„Setelah itu pindah umatnya ke Nambaru.‟ Pada beberapa tuturan yang terdapat pada data 24 ditemukan adanya
fenomena campur kode, seperti tampak pada K
2
, K
3
, K
5
, dan K
6
. Campur kode tersebut terjadi karena partisipan kekurangan kata-kata sehingga menggunakan
bahasa lain. Hal ini dapat dilihat pada K
2
, … sampun wenten minabang tiang 25
tahun lebih. „… sudah ada saya kira 25 tahun lebih.‟ Pada tuturan tersebut
terdapat serpihan-serpihan BI ketika O
1
menggunakan BB. Masuknya serpihan- serpihan BI, seperti 25 tahun lebih, pada K
2
dapat dikatakan bahwa telah terjadi fenomena campur kode. Fenomena campur kode tersebut disebabkan oleh penutur
kurang menguasai BBH yang berkaitan dengan serpihan-serpihan tersebut. Oleh karena itu, partisipan memasukkan serpihan-serpihan BI, 25 tahun lebih, ke
dalam pemakaian BBH, seperti tampak pada K
2
.
Demikian juga tuturan pada K
3
mengandung hal yang sama. Masuknya serpihan-serpihan BI, seperti kata setelah dan umat pada K
3
, Setelah nika mangkin ampun akeh nika umate
„Setelah itu sekarang sudah banyak umatnya‟, telah menyebabkan munculnya fenomena campur kode. Campur kode itu
dilakukan oleh penutur kurang menguasai BBH ketika komunikasi terjadi. Oleh karena itu, dimasukkan serpihan-serpihan bahasa Indonesia ke dalam pemakaian
BBH. Tuturan pada K
5
pun mengandung campur kode. Penutur kurang menguasai BBH dalam komunikasi. Hal ini menyebabkan partisipan memasukkan
serpihan-serpihan bahasa Indonesia ke dalam pemakaian BBH sehingga terjadilah fenomena campur kode, seperti tampak pada K
5
, Ring Desa Sumbersari kemanten paling makeh 20-an KK kari.
„Di Desa Sumbersari saja paling banyak 20-an KK masih.‟ Masuknya unsur 20-an KK pada K
5
menyebabkan terjadinya fenomena campur kode.
Masuknya unsur setelah pada K
6
juga menyebabkan terjadinya fenomena campur kode. Penutur memasukkan unsur setelah dalam pemakaian BBH
menyebabkan terjadinya fenomena campur kode. Campur kode tersebut disebabkan oleh penutur kurang menguasai BBH ketika sedang berkomunikasi
sehingga dimasukkanlah unsur BI, yaitu kata setelah.
7.1.2.2 Kesetiaan yang tinggi terhadap basaha ibu
Walaupun telah bertahun-tahun hidup di luar daerah asal, guyub tutur masyarakat Bali di perantauan tetap mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap
bahasa ibunya, yaitu bahasa Bali. Di satu sisi, guyub tutur masyarakat Bali
berusaha mempertahankan bahasa Bali sebagai identitas etnis Bali. Di sisi lain, guyub tutur masyarakat Bali di Parigi harus menggunakan bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional, seperti tampak pada data berikut. Data 18
Pak Nyoman 02 : 3 Tiang selain pegawai negeri, tiang masi megae
kebun. „Saya selain pegawai negeri, saya juga bekerja
kebun.‟ : 4
Kebun itu ada ditanam coklat. : 5
Ya lumayanlah jani penghasilan coklat. „Ya lumayanlah sekarang penghasilan coklat.‟
: 6 Biasanya satu bulan maan satu juta.
„Biasanya satu bulan dapat satu juta.‟ : 7
Tergantung hasil. : 8
Yen hasilne luung, liu maan. „Kalau hasilnya bagus, banyak dapat.‟
: 9 Yen hasilne sing luung, bedik maan.
„Kalau hasilnya tidak bagus, sedikit dapat.‟ : 10 Cukup untuk tambah-tambah ongkos dapur.
Campur kode tersebut dilakukan oleh partisipan karena kesetiaanrasa loyalitas yang tinggi terhadap bahasa ibunya sehingga muncullah bentuk-bentuk
campur kode, seperti K
3
, Tiang selain pegawai negeri, tiang masi megae kebun. „Saya selain pegawai negeri, saya juga bekerja kebun‟; K
5
, Ya lumayanlah jani penghasilan coklat.
„Ya lumayanlah sekarang penghasilan coklat‟; dan K
6
, Biasanya satu bulan maan satu juta.
„Biasanya satu bulan dapat satu juta.‟ Jika diperhatikan secara saksama beberapa tuturan yang terdapat pada data
18, sebagian besar partisipan menggunakan bahasa Indonesia. Namun, karena rasa kesetiaanloyalitas yang tinggi terhadap bahasa ibunya, yaitu BB, serpihan-
serpihan BB pun dimasukkannya ketika menggunakan bahasa Indonesia. Sikap
partisipan yang demikian membawa efek positif terhadap kebertahanan bahasa Bali.
7.1.2.3 Partisipan ingin mempertegas tuturan sebelumnya
Dalam suatu peristiwa tutur kadang-kadang tidak semua apa yang dibicarakan dipahami oleh partisipanpeserta wicara. Oleh karena itu, penutur
tidak segan-segan
menggunakanmemasukkan kata-kata
tertentu untuk
mempertegas apa yang dituturkan. Dengan demikian, usaha yang dilakukan oleh penutur cenderung menimbulkan fenomena campur kode. Fenomena kebahasaan
yang demikian dapat dilihat pada data berikut. Data 25
8 …Kalau teman-teman Kaili itu lebih banyak meniru ke teman-teman
Bali dan teman-teman Bugis cara bercocok tanam atau mengerjakan lahan pertaniannya, kenten.
„…Kalau teman-teman Kaili itu lebih banyak meniru ke teman-teman Bali dan teman-teman Bugis cara bercocok tanam atau
mengerjakan lahan pertaniannya, begitu.‟
Fenomena campur kode terjadi ketika partisipan mempertegas tuturan sebelumnya dengan menggunakan kata kenten
„begitu‟. Masuknya serpihan- serpihan BB dalam pemakaian bahasa Indonesia pada K
8
dapat digolongkan sebagai sebuah fenomena campur kode.
Sebab-sebab terjadinya campur kode dapat diringkas seperti pada bagan di bawah ini.
Sebab-sebab Terjadinya Campur Kode
kurang menguasai BBH
kesetiaan terhadap bahasa Ibu
memperjelas tuturan sebelumnya
Bagan 7.2 Sebab-sebab Terjadinya Campur Kode dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur
Masyarakat Bali di Parigi
7.2 Interferensi dalam Penggunaan Bahasa Guyub Tutur Masyarakat Bali di Parigi