Definisi Financial Literacy Landasan Teori 1 Penelitian terdahulu.
Seminar Nasional Penelitian, Universitas Kanjuruhan Malang 2014 32
Literacy
. Hal ini diperlukan, karena banyak area riset yang berbeda, periset,
dan lembaga yang mendefinisikan
financial literacy
dalam cara yang beragam.
Presidents Advisory Council on
Financial Literacy
PACFL, mendefinisikan
financial literacy
dan
financial education
sebagai berikut:
a. F inancial literacy
: the ability to use knowledge and skills to
manage financial
resources effectively for a lifetime of
financial well-being
b.
F inancial education
: the
process by
which people
improve their understanding of financial products, services and
concepts, so
they are
empowered to make informed choices, avoid pitfalls, know
where to go for help and take other actions to improve their
present and long-term financial well-being
Pada umumnya, definisi ini mendasarkan pada
kemampuan individu
untuk menggunakan
pengetahuan dan
keterampilan untuk mencapai keberhasilan finansial dan hal ini akan sangat
dipengaruhi dengan basis perilaku individu yang menerapkannya. Namun, untuk
membatasi focus
untuk memahami
mekanisme yang dapat mempengaruhi
financial literacy
, maka perlu juga diungkapkan
bahwa pengetahuan
di bidang keuangan
financial knowledge
, keteramplan
skills
, dan
perilaku
behavior
seharusnya juga diperhatikan sebagai suatu konseptualisasi
financial literacy
overarching
. Gambar
1 menunjukkan
hubungan logis
antara komponen
financial literacy
Gambar 1. Model Konseptual Komponen Financial Literacy
Sumber: Hung, Parker, Yoong 2009
Financial knowledge
menggambarkan bagaimana bentuk dasar dari
financial literacy
, yang merefleksikan
financial knowledge
yang dipersepsikan oleh tiap individu dan hal ini akan mempengaruhi
financial skills
yang juga tergantung dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Financial behavior
, sebaliknya sangat tergantung dari tiga factor, yaitu
actual knowledge, perceived knowledge, dan
skills
, sedangkan
experience
pengalaman yang diperoleh melalui
financial behavior
akan memberikan umpan balik baik kepada
financial knowledge
baik secara actual maupun yang dipersepsikan. Namun, hubungan yang
Seminar Nasional Penelitian, Universitas Kanjuruhan Malang 2014 33
terjadi tampaknya akan terbentuk kurang sempurna, ketika factor-faktor ini juga
dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal dari tiap individu misalnya:
attitudes, resources
. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
financial literacy
adalah pengetahuan
knowledge
mengenai ilmu ekonomi dan konsep keuangan
yang sangat
mendasar, sebagaimana
kemampuan untuk
menggunakan pengetahuan
dan keterampilan keuangan lainnya untuk
mengelola sumber daya keuangan secara efektif untuk jangka waktu yang sangat
panjang untuk mencapai keberhasilan
financial financial well-being.
3. PAPARAN PEMBAHASAN Individu
semakin dihadapkan
dengan beragam
penawaran produk
keuangan yang semakin kompleks dan beragam. Pergeseran ini menimbulkan
pemahaman bahwa produk keuangan yang sebelumnya
hanya dianggap
sebagai pelengkap,kini
semakin menjadi
kebutuhan hidup,
misalnya produk
tabungan, asuransi,
penawaran kartu
kredit, dan bentuk investasi lainnya. Hal ini sudah pasti menuntut tiap individu
masyarakat untuk memiliki pengetahuan yang lengkap mengenai produk keuangan,
mekanisme, dan pengelolaan investasi tersebut.
Lembaga keuangan yang semakin berkembang, juga berupaya untuk memacu
meningkatan partisipasi masyarakat untuk memanfaatkan produk keuangan yang
mereka tawarkan. Lembaga keuangan itu pun
berupaya menjaring
nasabah sebanyak-banyaknya.
Namun, dari
pengalaman lembaga perbankan, pola hidup konsumtif masyarakat yang tidak
proporsional dengan
kemampuan pendapatan dan kondisi keuangan, akan
menyebabkan tagihan yang membengkak akan memunculkan kredit macet. Hal ini
meningkatkan NPL di mana tahun 2012 sebesar 6,07 dan tahun 2013 meningkat
menjadi 19,69 Statistik Perbankan Indonesia,2013,
diolah. Fenomena
tingginya kredit macet ini juga merupakan bukti bahwa literasi keuangan masyarakat
di Indonesia
masih sangat
rendah, sehingga edukasi kepada masyarakat di
bidang keuangan dan perbankan juga masih sangat diperlukan.
Masalah ini tidak hanya muncul pada lembaga perbankan, tetapi juga pada
lembaga pasar modal. Secara umum, kinerja industri pasar modal Indonesia
dalam lima tahun terakhir menunjukkan penurunan. Hal ini terlihat dari pergerakan
Indeks Harga Saham Gabungan IHSG Bursa
Efek Indonesia
yang pertumbuhannya mengalami penurunan
rata-rata tahunan sebesar 29,66 . Penurunan ini merupakan tertinggi kedua
Seminar Nasional Penelitian, Universitas Kanjuruhan Malang 2014 34
dibandingkan dengan pergerakan indeks bursa ASEAN, hal ini mengindikasikan
bahwa masyarakat
kurang sensitif
memanfaatkan situasi yang ada.Untuk jelasnya lihat tabel Pertumbuhan Indeks
Harga Saham Gabungan ASEAN di bawah ini.
Tabel 1. Persentase Pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan di ASEAN
NEGAR A
2008- 2
9 2009-
2 1
2010- 2
1 1
2011- 20
12 2012-
2 1
3 Rata-rata
Indonesi a
86,98 46,13
3,20 12,94
-0,97 29,66
Singapur a
64,51 10,11
17,05 20,60
-0,75 22,30
Malaysia 45,21
19,34 0,79
9,87 11,01
17,24 Thailand
63,47 40,60
-0,68 35,71
-6,69 26,48
Philipina 99,98
37,65 4.05
32,97 1,32
35,19 Sumber: Statistik Pasar Modal
Indonesia OJK,2014, diolah
Perkembangan pasar modal dan lembaga keuangan non bank Indonesia
sangat bergantung kepada peran dan kualitas para pelaku yang berkecimpung di
dalamnya. Kemampuan para pelaku untuk melaksanakan
tugas dan
fungsinya masing-masing
secara optimal
dan profesional akan menciptakan kepercayaan
masyarakat terhadap industri tersebut dan mendorong terciptanya pasar modal yang
kompetitif. Untuk itu, peran dan kualitas pelaku pasar harus selalu ditingkatkan dari
waktu ke waktu. Keputusan investasi dari pemodal
dibangun dari informasi yang diterima dan diolah berdasarkan pemahaman pemodal
atas industri ini. Informasi dan tingkat pemahaman
sangat berperan
dalam menciptakan pemodal yang berkualitas.
Penyajian informasi yang tepat waktu dan sesuai
dengan peraturan
perundang- undangan yang berlaku serta upaya
sosialisasi dan edukasi pemodal dapat membantu
mengeliminasi kebiasaan
berinvestasi yang sifatnya ‟herd habbit”.
Pembahasan masalah investasi dan pengelolaan
keuangan dalam
materi pembelajaran
dikelompokkan dalam
bidang manajemen keuangan, yang secara konsep diungkapkan oleh Gitman 2002
sebagai seni dan ilmu yang berhubungan dengan cara mengelola uang. Disiplin
Keuangan dikelompokkan menjadi dua bidang, yaitu Bidang Dasar dan Bidang
Interdisipliner.
Seminar Nasional Penelitian, Universitas Kanjuruhan Malang 2014 35
Ada empat macam Bidang Dasar Keuangan, yaitu: Keuangan Perusahaan,
Investasi, Lembaga
Keuangan, dan
Keuangan Internasional.
Keuangan Interdisipliner
merupakan bidang
keuangan yang menggabungkan berbagai macam bidang dasar keuangan dan bidang
disiplin lain diluar keuangan dasar, seperti: manajemen keuangan pribadi
personal finance
yaitu proses perencanaan dan pengendalian keuangan dari unit individu
keluarga, yang meliputi 1
Money Management, 2 Spending and Credit, dan
3 Saving and Investing
. Lebih lanjut, manajemen keuangan juga memerlukan
perencanaan, analisis, dan pengendalian kegiatan keuangan.
Telah diungkapkan dalam sub bab penjelasan definisi literasi keuangan,
bahwa pengetahuan mengenai bidang keuangan
perlu didukung
dengan ketrerampilan dan persepsi mengenai
keuangan itu sendiri agar tercipta perilaku yang menjadi landasan dalam menyikapi
serta menggunakan
keahlian dan
kecakapannya mendapatkan, memahami, mengevaluasi informasi yang relevan
dalam mengambil keputusan dengan memahami konsekuensi financial yang
ditimbulkan dari keputusannya itu, oleh karena itu kemampuan untuk memahami
implikasi keuangan dari keputusan yang diambil merupakan hal yang mendasar
dalam literasi keuangan. Pengaruh
pendidikan dan
partisipasi di pasar modal dapat dijelaskan dengan argument bahwa pendidikan yang
semakin tinggi akan meningkatkan literasi keuangan.
Beberapa literatur
juga menemukan hubungan yang kuat antara
financial literacy
dan
savings,
serta
investment behavior
. Lusardi and Mitchell 2007 misalnya menunjukkan bahwa
rumah tangga dengan tingkat literasi keuangan
yang lebih
tinggi akan
cenderung memiliki rencana pensiun lebih matang bahkan ketika masa pensiun tiba,
kelompok ini akan memiliki aktiva lebih banyak dibandingkan dengan kelompok
yang tidak
melakukan perencanaan
pensiun. Ada juga yang menemukan bahwa pada tingkat literasi keuangan yang
lebih tinggi, mereka akan lebih memiliki perilaku yang bertanggung jawab secara
keuangan, misalnya jumlah cek yang ditolak lebih sedikit, dan membayar
tingkat bunga yang lebih rendah atas property.
Beberapa fakta ini menunjukkan bahwa tindakan memperbaiki literasi
keuangan telah menjadi focus yang penting baik bagi para pembuat keputusan
di pemerintahan
maupun swasta.
Pemerintah juga telah mendanai berbagai program yang berkaitan dengan program
pelatihan literasi
keuangan bagi
masyarakat baik di tingkat sekolah menengah, kursus pendidikan keuangan,
Seminar Nasional Penelitian, Universitas Kanjuruhan Malang 2014 36
dan lain-lain bahkan kelompok tertentu bagi golongan masyarakat berpenghasilan
rendah, Ibu rumah tangga, UKM, dan lain- lain.
Beberapa temuan
peneliti menemukan bahwa edukasi berkaitan
dengan literasi
keuangan dapat
mempengaruhi level literasi keuangan dan
financial behavior.
Penelitian Mandell mencoba membandingkan antara siswa
sekolah menengah berpartisipasi dalam program literasi keuangan di sekolahnya
dengan siswa
yang tidak
ikut berpartisipasi. Ternyata hasilnya, program
literasi keuangan tidak menunjukkan pengaruh. Di Indonesia, hal ini mungkin
dapat dijelaskan, bahwa di SMU sistem pendidikan yang diberikan lebih dititik
beratkan pada segi akademis untuk masuk ke Perguruan Tinggi dengan peningkatan
wawasan terhadap ilmu pengetahuan, dan kurang memberikan pelajaran praktek,
selain itu pula di SMU seseorang lebih banyak mendapatkan bimbingan dan
motivasi dari guru, sehingga membuat kemandirian dan rasa tanggung jawab pada
lulusan SMU masih belum terbina dengan baik.
Krishna, Maya Sari, dan Rofaida 2009
melakukan penelitian
tingkat literasi
financial dari
mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia dan
ternyata hasilnya literasi keuangan yang dimiliki oleh para mahasiswa tersebut
masih rendah. Hal ini menunjukkan pengetahuan
financial
para mahasiswa sebagai pembentuk literasi keuangan
mahasiswa masih belum optimal dan perlu dikembangkan lagi. Argumennya adalah
kurikulum perkuliahan
baik untuk
mahasiswa fakultas ekonomi maupun yang non ekonomi tidak dilengkapi dengan
materi berkaitan dengan pengelolaan keuangan personal
personal finance
, tetapi lebih kepada materi keuangan yang
dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan. Mereka tidak diajari bagaimana cara
mengelola uang yang mereka dapatkan selama bekerja