Parameter Oksidan O Kualitas Udara

102 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014 II-

E. Laut, Pesisir Dan Pantai

Laut merupakan bagian dari permukaan bumi yang memiliki wilayah air asin yang sangat luas dan terpisah dengan daratan. Wilayah yang dimulai dari titik terendah air laut waktu surut hingga ke arah daratan sampai batas paling jauh ombakgelombang menjulur ke daratan disebut pantai. Sedangkan pesisir menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: KEP.10MEN2002 tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Wilayah Pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu kewenangan provinsi untuk kabupatenkota dan ke arah darat batas administrasi kabupatenkota. Lebih jauh wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan sosial- ekonomi, ‘nilai’ wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan akibat dari berbagai kepentingan di wilayah tersebut. Permasalahan yang sangat dominan bagi wilayah pesisir dan pantai ini adalah pencemaran yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya pesisir dan laut, misalnya penurunan kualitas air laut, berkurang dan rusaknya kondisi terumbu karang dan padang lamun, serta terdegradasinya hutan mangrove. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat terutama masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pantai untuk bekerja sama dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan terhadap lingkungan wilayah pesisir, pantai dan laut.

1. Kuallitas Air Laut

Provinsi Jambi memiliki lautan seluas 425,5 km 2 dengan panjang garis pantai 185 km. Potensi ini jika tidak terpantau kualitas dan pengelolaannya akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemantauan kualitas air laut dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran serta mengidentifikasi penyebab 103 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014 II- terjadi perubahan kualitas sehingga dapat diupayakan langkah pengelolaan yang tepat agar dapat terjaga kualitasnya. Pada tahun 2014 BLHD Provinsi Jambi telah melakukan pemantauan kualitas air laut pada dua kabupaten yang memiliki wilayah laut yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Adapun lokasi pemantauan sebagai lokasi sampling adalah 1 Muara Sungai Tungkal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan 2 Muara Sungai Niur di Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Hasil pemantauan BLHD Provinsi Jambi terhadap kualitas air laut di Provinsi Jambi seperti yang tercantum pada Buku Data Tabel SD-17. Pada tabel tersebut terlihat bahwa pada masing-masing lokasi pemantauan masih terdapat parameter yang tidak memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan oleh Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Lampiran III. Adapun parameter yang tidak memenuhi baku mutu tersebut adalah seperti yang terlihat pada Tabel 2.42. Tabel 2.42. Parameter Yang Tidak Memenuhi Baku Mutu Air Laut di Provinsi Jambi Tahun 2014. No. Parameter Tidak Memenuhi Baku Mutu Air Laut BMAL Satuan Baku Mutu Lokasi Pemantauan 1 2 1. Kekeruhan NTU 5 6,67 4,12 2. PO4-P mgL 0,015 0,024 0,018 3. Fenol mgL 0,002 0,003 0,003 Sumber : Data Olahan Tabel SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015. Keterangan : 1. Lokasi Muara Sungai Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat. 2. Lokasi Muara Sungai Niur, Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Tabel 2.42. menjelaskan bahwa ada 2 dua parameter yang sama-sama tidak memenuhi baku mutu pada masing-masing lokasi pemantauan yaitu parameter PO4-P Fosfat dan Fenol. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa konsentrasi PO4-P dan Fenol melebihi baku mutu air laut yang dipersayaratkan yaitu 0,015 mgL untuk PO4-P dan 0,002 mgL untuk Fenol. Sementara parameter kekeruhan hanya terdapat pada lokasi pemantauan Muara Sungai Tungkal di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dengan konsentrasi 6,67 mgL atau 5 mgL dari baku mutu. Sama halnya dengan tahun 2013, konsentrasi parameter Fenol tetap tinggi melebihi BMAL yang berkisar 0,003 – 0,004 mgL dimana pada tahun 2014 konsetrasi Fenol pada kedua lokasi pemantauan sebesar 0,003 mgL. Pada tahun 2014 ini terjadi peningkatan jumlah parameter yang tidak memenuhi BMAL dimana pada tahun 2013 hanya parameter Fenol yang tidak memenuhi BMAL. Peningkatan konsentrasi maupun jumlah parameter yang tidak memenuhi BMAL antara lain disebabkan oleh limbah industri dan limbah domestik yang dibawa 104 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014 II- oleh sungai yang bermuara ke titik sampling. Oleh sebab itu perlu adanya tindakan tegas bahwa setiap industri wajib melakukan pengolahan air buangannya sebelum dibuang ke badan air supaya daya dukung sungai dan badan air lainnya dapat melakukan purifikasi sebelum akhirnya lepas ke laut. Selain itu perlu hendaknya pemerintah daerah perlu memperbaiki penanganan dan pengelolaan persampahan sehingga masyarakat sekitar tidak menjadikan laut sebagai tempat sampah yang berakibat pada peningkatan beban pencemaran air laut.

2. Luas dan Kondisi Terumbu Karang

Wilayah di Provinsi Jambi yang memiliki kawasan perairanpesisir adalah Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Pada tahun 2012, berdasarkan data dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI menyebutkan bahwa terumbu karang di Provinsi Jambi seluas 146 hektar itu berada di perairan Pulau Berhala. Namun, berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi MK yang mengacu pada putusan uji materil MA Nomor 49 PHUM2011 tanggal 9 Februari 2011 atas penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, maka MK menetapkan Pulau Berhala menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau dan bukan menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi. Sehingga sampai saat ini belum ada kajian dan data lain yang menyebutkan adanya terumbu karang di wilayah Provinsi Jambi Jambi sebagaimana yang terlampir pada Buku Data Tabel SD-19.

3. Luas dan Kondisi Padang Lamun

Wilayah laut Provinsi Jambi yang terletak di kawasan pantai timur Pulau Sumatera memiliki kawasan pesisir dan pantai yang berlumpur sehingga keberadaan habitat dari padang lamun belum ditemukan. Pada saat musim penghujan dimana kondisi curah hujan tinggi, aliran sungai di wilayah Provinsi Jambi membawa sedimentasi lumpur yang dialirkan sampai ke muara di pantai timur tersebut sehingga endapan lumpur semakin bertambah ke arah laut dan hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab belum adanya habitat padang lamun di wilayah laut Provinsi Jambi sebagaimana yang terlampir pada Buku Data Tabel SD-20. 105 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014 II-

4. Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove

Hutan mangrove yang sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut, atau hutan payau merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan memiliki daya adaptasi yang khas untuk dapat terus hidup di perairan laut dangkal. Daya adaptasi tersebut meliputi perakaran yang pendek dan melebar luas, dengan akar penyangga atau tudung akar yang tumbuh dari batang dan dahan sehingga menjamin kokohnya batang; berdaun kuat dan mengandung banyak air; dan mempunyai jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garam yang tinggi. Berdasarkan informasi Dinas Kehutanan Provinsi Jambi penanaman hutan mangrove sendiri sudah berkembang sejak lama sebelum tahun 2000 dan pada tahun 2005-2006 melalui program GNRHL GERHAN Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan telah dilakukan penanaman jenis tanaman mangrove di wilayah Provinsi Jambi yaitu di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Kelompok flora mangrove di Provinsi Jambi dibagi menjadi dua kelompok yang meliputi : Flora mangrove mayor flora mangrove sebenarnya, yakni flora yang menunjukkan kesetiaan terhadap habitat mangrove, berkemampuan membentuk tegakan murni dan secara dominan mencirikan struktur komunitas, secara morfologi mempunyai bentuk-bentuk adaptif khusus bentuk akar dan viviparitas terhadap lingkungan mangrove, dan mempunyai mekanisme fisiologis dalam mengontrol garam dan Flora mangrove minor, yakni flora mangrove yang tidak mampu membentuk tegakan murni, sehingga secara morfologis tidak berperan dominan dalam struktur komunitas. Sedangkan jenis tumbuhan yang menyusun hutan mangrove di pangkal babu, yaitu :api- api Avicennia sp.,Bakau Rhizophora sp., Pidada Sonneratia sp., Tancang Bruguiera sp., Mentigi Ceriops sp., Teruntum Lumnitzera sp., Buta-buta Excoecaria sp ., Nyirih Xylocarpus sp., Perpat kecil Aegiceros sp., Perpat Scyphyphora sp. dan Nipah Nypa sp. dan lain-lain. Berdasarkan data Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi, luas lokasi hutan mangrove yang terdapat di Provinsi Jambi adalah seluas 4.126,60 Ha dengan persentase tutupannya pada tahun 2014 sekitar 82,90 dan kerapatan pohon 1.164 pohonHa sebagaimana yang terlihat pada Buku Data Tabel SD-21. Hutan Mangrove di Provinsi Jambi tersebar di sepanjang pantai Timur meliputi Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur di Kabupaten Tanjung Jabung Timur seluas 4.041 Ha dan Cagar Alam Sungai Betara di Kabupaten Tanjung Jabung Barat seluas 85 Ha. Besarnya luas tutupan mangrove di Kabupaten Tanjung Jabung Timur sekitar 83 dengan kerapatan pohon 1.167 pohonHa, sedangkan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat 106 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014 II- dengan luasan lokasi yang lebih kecil dengan tutupan sekitar 78 dan kerapatan pohon 1.004 pohonHa. Kondisi hutan mangrove di Provinsi Jambi semakin kritis dan selalu mengalami penurunan jumlah tutupan vegetasi dari tahun ke tahun sebagaimana terlihat pada Tabel 2.43. Tabel 2.43. Tutupan Vegetasi Mangrove di Wilayah Provinsi Jambi. No. Lokasi Tutupan Vegetasi 2012 2013 2014 1. Cagar Alam Hutan Bakau Pantai Timur di Kabupaten Tanjung Jabung Timur 98,00 93,43 83,00 2. Cagar Alam Sungai Betara di Kabupaten Tanjung Jabung Barat 95,00 90,25 78,00 Sumber : Data Olahan Tabel SD-21 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015. Semakin menurunnya jumlah populasi mangrove di sepanjang pantai timur sebagai akibat dari eksploitasi yang dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan ekonomi. Seperti penebangan kayu mangrove yang digunakan oleh masyarakat untuk kayu bakar, membuat arang bahkan untuk konstruksi beton. Para nelayanpun banyak menggunakan kayu mangrove untuk memasang jaring belat. Selain itu juga akibat dari tingginya abrasi sehingga hantaman gelombang semakin mengikis wilayah pesisir. Berkurangnya tutupan mangrove dari tahun ke tahun telah mengisyaratkan kritisnya kondisi wilayah pesisir di Provinsi Jambi. Hal ini perlu mendapat perhatian yang lebih serius bagi semua pihak terutama bagi masyarakat pesisir yang akan merasakan dampaknya secara langsung.

F. Iklim

Iklim adalah jumlah total semua pengaruh atmosfer atau meteorologi terutama suhu, kelembaban, angin, tekanan, dan penguapan yang bergabung untuk mencirikan suatu kawasan dan memberinya individualitas dengan jalan mempengaruhi sifat keadaan bentuk tanah daratan, tanah vegetasi dan pemakaian tanah. Data iklim meliputi tekanan udara, curah hujan, arah angin dan kecepatan angin serta suhu udara sangat dibutuhkan dalam melaksanakan evaluasi kualitas udara. Perubahan iklim adalah berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor kehidupan manusia Kementerian Lingkungan Hidup, 2001. Perubahan fisik ini tidak terjadi hanya sesaat tetapi dalam kurun waktu yang panjang. LAPAN 2002 107 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014 II- mendefinisikan perubahan iklim adalah perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu daerah tertentu. Sedangkan istilah perubahan iklim skala global adalah perubahan iklim dengan acuan wilayah bumi secara keseluruhan. Selain itu juga diperjelas bahwa perubahan iklim mungkin karena proses alam internal maupun ada kekuatan eksternal, atau ulah manusia yang terus menerus merubah komposisi atmosfer dan tata guna lahan. Unsur iklim yang sering dan menarik untuk dikaji adalah curah hujan dan suhu udara. Karena tidak semua wilayah atau kawasan memiliku suhu udara dan pola hujan yang sama di setiap daerah. Kondisi cuaca di wilayah Provinsi Jambi dipantau dari stasiun-stasiun pengamatan BMKG pada bandara yang terdekat dari kabupatenkota. Ada 4 empat stasiun pengamatan BMKG yang memantau kondisi cuaca di seluruh wilayah kabupatenkota di Provinsi Jambi. Stasiun BMKG Bandara Sultan Thaha mencakup wilayah di Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Stasiun BMKG Bandara Depati Parbo mencakup wilayah di Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Merangin. Sedangkan wilayah Kabupaten Sarolangun dipantau oleh stasiun pengamatan BMKG Bandara Padang Kemiling Bengkulu. Sementara untuk wilayah-wilayah di Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo yang berdampingan dengan Provinsi Sumatera Barat dipantau oleh stasiun BMKG Bandara Internasional Minangkabau Padang. Berikut ini akan digambarkan unsur iklim yaitu curah hujan dan suhu udara di wilayah Provinsi Jambi di setiap stasiun pengamatan.

1. Curah Hujan

Pada Buku Data Tabel SD-22 dapat dilihat besarnya curah hujan bulanan sepanjang tahun 2014 pada masing-masing stasiun pengamatan, yang mewakili kondisi curah hujan pada masing-masing kabupatenkota yang diamatinya. Pada tabel tersebut dapat terlihat bahwa besarnya curah hujan rata-rata pada masing-masing stasiun pengamatan berkisar antara 120 – 180 mm. Curah hujan rata-rata tertinggi terjadi di sekitar wilayah Kabupaten Sarolangun dengan besar curah hujan 186 mm. Sedangkan wilayah di sekitar stasiun pengamatan Bandara Sultan Thaha seperti Kota Jambi, Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat mendapat curah hujan dengan besaran rata-rata 123 mm. Besaran curah hujan rata-rata pada masing-masing stasiun pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2.58. 108 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014 II- Gambar 2.58. Grafik Curah Hujan Rata-Rata Pada Masing-Masing Stasiun Pengamatan Tahun 2014. Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015. Jika dijabarkan terhadap besarnya curah hujan rata-rata bulanan pada tahun 2014, curah hujan rata-rata bulanan tertinggi di Provinsi Jambi terjadi pada bulan Maret dan November dimana hujan turun dengan intensitas yang bervariasi dari ringan, sedang, lebat dan sangat lebat bahkan dengan intensitas ekstrim pernah terjadi pada bulan Maret. Curah hujan rata-rata bulanan terendah terjadi pada bulan Februari dan Juni dengan curah hujan berkisar 165 – 196 mm dimana hujan hanya turun dengan intensitas ringan dan sedang. Besarnya curah hujan rata-rata bulanan di wilayah Provinsi Jambi tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 2.59. Gambar 2.59. Grafik Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2014. Sumber : Data Olahan Tabel SD-22 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015. - 50 100 150 200 Sultan Thaha Jambi Depati Parbo Kerinci Padang Kemiling Bengkulu BIM Padang 123 181 186 130 Curah Hujan Rata-rata mm - 200 400 600 800 1,000 1,200 1,400 1,600 Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des 466 165 1,383 673 702 196 296 790 236 421 1,405 713 C u ra h H u ja n Bul a n a n m m