21 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
4.  Penutupan Lahan Dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan Hutan a.  Penutupan Lahan di Provinsi Jambi
Berdasarkan  data  Ditjen  Planologi  Kehutanan  Kementerian  Kehutanan  RI seperti  yang  dapat  dilihat  pada  Buku  Data  Tabel  SD-4  terlihat  bahwa  jumlah  luasan
lahan berhutan di Provinsi Jambi  pada tahun 2014 adalah seluas 1.497.784,79 Ha dan luasan  lahan  tidak  berhutan  seluas  3.518.220,21  Ha  sebagaimana  dapat  dilihat  pada
Gambar  2.11. Luasan  tersebut  baik  yang  terdapat  di  dalam  kawasan  hutan  maupun  di
luar kawasan hutan. Di dalam kawasan hutan luasan tersebut baik sebagai hutan tetap berupa kawasan KSA-KPA, hutan lindung, hutan produksi dan hutan produksi terbatas,
ataupun  sebagai  hutan  produksi  yang  dapat  dikonversi.  Di  luar  kawasan  hutan  berupa kawasan areal penggunaan lain.
Gambar  2.11.  Luas  Penutupan  Lahan  di  Dalam  dan  Luar  Kawasan Hutan di Provinsi Jambi Tahun 2014.
Sumber  :  Data  Olahan  Tabel  SD-4  Buku  Data  SLHD  Provinsi  Jambi Tahun 2014, 2015.
Dari total luasan lahan berhutan 1.497.784,79 Ha, Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan wilayah yang memiliki kawasan berhutan paling luas di Provinsi Jambi
pada  tahun  2014  atau  17,56    dari  total  luasan  kawasan  berhutan  di  Provinsi  Jambi. Sementara Kota Jambi memiliki luasan kawasan berhutan yang paling kecil yaitu seluas
3.334,57  Ha  atau  0,22    dari  total  luasan  kawasan  berhutan  di  Provinsi  Jambi. Besarnya  luasan  kawasan  berhutan  pada  masing-masing  kabupatenkota  di  Provinsi
Jambi sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.12.
29.86
70.14
hutan non hutan
22 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
Gambar  2.12.  Luasan  Kawasan  Berhutan  di  Wilayah  Provinsi  Jambi  Tahun 2014.
Sumber : Data Olahan Tabel SD-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Tabel 2.9. Kawasan Berhutan di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014. No.
KabupatenKota Luas Kawasan Berhutan
Ha Perubahan
Luasan Ha
2013 2014
1. Kabupaten Kerinci
209.235,68 202.542,96
- 6.692,72 2.
Kabupaten Merangin 220.902,43
241.468,41 + 20.565,98
3. Kabupaten Sarolangun
154.164,45 152.978,81
- 1.185,64 4.
Kabupaten Muaro Jambi 118.060,34
127.983,61 + 9.923,27
5. Kabupaten Batanghari
123.147,33 119.035,61
- 4.111,72 6.
kabupaten Tanjung Jabung Timur
141.103,98 263.013,38  + 121.909,40
7.
Kabupaten Tanjung Jabung Barat
119.734,62 128.480,95
+ 8.746,33 8.
Kabupaten Tebo 126.424,89
139.641,95 + 13.217,06
9. Kabupaten Bungo
79.294,44 95.669,69
+ 16.375,25 10.  Kota Jambi
797,25 3.334,57
+ 2.537,32 11.  Kota Sungai Penuh
1.519,38 23.634,85
+ 22.115,47
Jumlah 1.294.384,79  1.497.784,79  + 203.400,00
Sumber : Data Olahan Tabel SD-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
- 50,000.00  100,000.00 150,000.00 200,000.00 250,000.00 300,000.00
Kerinci Merangin
Sarolangun Batanghari
Muaro Jambi Tanjabtim
Tanjabbar Tebo
Bungo Kota Jambi
S. Penuh
202,542.96 241,468.41
152,978.81 127,983.61
119,035.61 263,013.38
128,480.95 139,641.95
95,669.69 3,334.57
23,634.85
23 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
Pada  Tabel  2.9.  diatas  terlihat  bahwa  jika  dibandingkan  dengan  tahun  2013, luasan  tutupan  kawasan  berhutan  pada  tahun  2014  mengalami  peningkatan  sebesar
15,71    atau  seluas  203.400  Ha.  Penambahan  luasan  tutupan  lahan  berhutan  terjadi pada  8  delapan  kabupatenkota  yaitu  Kabupaten  Merangin  seluas  20.565,98  Ha,
Kabupaten Muaro Jambi seluas 9.923,27 Ha, Kabupaten Tanjung Jabung Timur seluas 121.909,40 Ha, Kabupaten Tanjung Jabung Barat seluas 8.746,33 Ha, Kabupaten Tebo
seluas 13.217 Ha, Kabupaten Bungo seluas 16.375,25 Ha, Kota Jambi seluas 2.537,32 Ha, dan Kota Sungai Penuh seluas 22.115,47 Ha. Sementara wilayah yang mengalami
pengurangan  luasan  tutupan  kawasan  berhutan  terjadi  pada  3  tiga  kabupaten  yaitu Kabupaten Kerinci seluas 6.692,72 Ha, Kabupaten Sarolangun seluas 1.185,64 Ha dan
Kabupaten Batanghari seluas 4.111,72 Ha. Pada  tahun  2014  Kabupaten  Tanjung  Jabung  Timur  mampu  meningkatkan
jumlah luasan kawasan berhutan yang paling luas dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya  yaitu  sebesar  121.909,40  Ha  sehingga  Kabupaten  Tanjung  Jabung  Timur
memiliki  luasan  kawasan  berhutan  yang  paling  luas  di  wilayah  Provinsi  Jambi. Sementara  Kabupaten  Merangin  yang  pada  tahun  2013  memiliki  luasan  kawasan
berhutan  yang  paling  luas  hanya  mampu  menambah  luasan  kawasan  berhutannya seluas  20.565,98  Ha.  Justru  Kabupaten  Kerinci  yang  memiliki  kawasan  hutan  yang
cukup  luas  tidak  mampu  menambah  luasan  tutupan  lahannya  malahan  mengalami pengurangan  luasan  tutupan  lahan  seluas  6.692,72  Ha.  Sedangkan  Kota  Jambi  yang
sama sekali tidak memiliki kawasan hutan berdasarkan data Dirjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan RI dapat meningkatkan tutupan lahan kawasan berhutan pada
kawasan Areal Penggunaan Lain APL melalui hutan kota seluas 2.537,32 Ha.
b.  Deforestasi Kawasan Hutan di Provinsi Jambi
Deforestasi merupakan kegiatan penghilangan atau  penggundulan hutan atau tegakan  pohon  sehingga  lahannya  dapat  dialihfungsikan  sebagai  lahan  lainnya  seperti
pertanian,  peternakan  dan  kawasan  pemukiman  atau  industri.    Angka  deforestasi  di Provinsi  Jambi  pada  tahun  2014  mencapai  6,09    dari  luasan  penutupan  lahan  atau
sekitar 91.248,30 Ha. Deforestasi yang terjadi di Provinsi Jambi meliputi kawasan hutan seluas  73.401,50  Ha  atau  80,44    dari  total  luasan  lahan  terdeforestasi  dan  pada
kawasan  APL  seluas  17.846,80  Ha  atau  19,56  dari  total  luasan  lahan  terdeforestasi. Luasan  lahan  terdeforestasi  pada  masing-masing  kawasan  di  Provinsi  Jambi
sebagaimana  dapat  dilihat  pada  pada  Gambar  2.13  dan  Buku  Data  Tabel  Tambahan SD-4A, SD-4A1, SD-4A2, SD-4A3, SD-4A4, SD-4A5, dan SD-4A6.
24 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
Gambar  2.13.  Grafik  Luasan  Lahan  Terdeforestasi  di  Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2014.
Sumber  :  Data  Olahan  Tabel  SD-4  Buku  Data  SLHD  Provinsi  Jambi Tahun 2014, 2015.
Pada Buku Data Tabel Tambahan SD-4A, SD-4A1, SD-4A2, SD-4A3, SD-4A4, SD-4A5,  dan  SD-4A6
dapat  dilihat  besarnya  luasan  deforestasi  yang  terjadi  pada masing-masing  kawasan  hutan  yang  terdiri  dari  kawasan  konservasi  KSA-KPA,
kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi, kawasan hutan produksi terbatas dan kawasan  produksi  konversi.  Terlihat  pada  grafik  bahwa  kawasan  hutan  produksi
mengalami deforestasi yang paling tinggi dibandingkan dengan kawasan hutan lainnya. Hal  ini  memang  karena  disebabkan  oleh  fungsi  hutan  produksi  yang  ditujukan  untuk
kepentingan  masyarakat,  industri  dan  ekspor.  Besarnya  luasan  kawasan  hutan  yang mengalami deforestasi sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Gambar  2.14.  Grafik  Luasan  Lahan  Terdeforestasi  di  Kawasan Hutan  Provinsi Jambi Tahun 2014.
Sumber:    Data  Olahan  Tabel  SD-4  Buku  Data  SLHD  Provinsi  Jambi Tahun 2014, 2015.
80.41 19.59
kawasan hutan APL
5.93 2.69
8.43 82.75
0.19
KSA-KPA Hutan Lindung
Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi
Hutan Produksi Konversi
25 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
Pada  tahun  2014,  wilayah  kabupatenkota  yang  mengalami  deforestasi  yang paling tinggi terhadap luas penutupan lahan yang dimilikinya adalah Kota Jambi dengan
angka deforestasinya sebesar 11,93 . Besarnya deforestasi pada lahan APL terhadap luas  penutupan  lahan  Kota  Jambi  yang  hanya  seluas  3.334,57  Ha  mengakibatkan
tingkat  deforestasi  di  Kota  Jambi  menjadi  sangat  tinggi  dibandingkan  dengan kabupatenkota  lainnya.  Selain  itu,  Kabupaten  Tebo  dan  Kabupaten  Tanjung  Jabung
Barat juga mengalami deforestasi yang cukup tinggi yaitu masing-masing sebesar 10,97 dan 10,09  dari luasan tutupan lahan. Sebaliknya kabupatenkota yang paling kecil
angka  deforestasinya  adalah  Kabupaten  Kerinci  dengan  angka  deforestasinya  sebesar 0,78    terhadap  luasan  tutupan  lahan  yang  dimilikinya.  Deforestasi  yang  terjadi  di
Kabupaten Kerinci pada areal kawasan hutan terjadi seluas 1.303,44 Ha dan pada areal APL seluas 282,54 Ha. Gambar  2.15. menunjukkan besarnya luasan deforestasi dalam
Hatahun di wilayah Provinsi Jambi pada tahun 2014.
Gambar 2.15. Angka Deforestasi di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2014.
Sumber: Data Olahan Tabel SD-4 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
Di Provinsi Jambi, deforestasi yang terjadi pada 3 tiga tipe hutan yaitu hutan primer,  hutan  sekunder  dan  hutan  tanaman.  Hutan  primer  yang  meliputi  hutan  lahan
kering  primer,  hutan  rawa  primer,  dan  hutan  mangrove  primer  mengalami  deforestasi seluas  7.458,20  Ha  atau  sekitar  0,50    dari  luasan  tutupan  lahan.  Deforestasi  hutan
primer  yang  terjadi  pada kawasan hutan  sebesar  6,93    atau  seluas  6.327,70  Ha  dan pada APL sebesar 1,24  atau seluas 1.130,50 Ha. Pada hutan sekunder yang meliputi
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00 Kerinci
Merangin Sarolangun
Ma. Jambi Batanghari
Tanjabtim Tanjabbar
Tebo Bungo
Kota Jambi S.Penuh
0,78 4,35
5,70 6,77
3,35 7,85
10,09 10,97
7,26 11,93
6,40
Angka Deforestasi
26 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
hutan  lahan  kering  sekunder,  hutan  rawa  sekunder  dan  hutan  mangrove  sekunder mengalami  deforestasi  seluas  77.811,10  Ha  atau  sekitas  5,20    dari  luasan  tutupan
lahan.  Deforestasi  hutan  sekunder  yang  terjadi  pada  kawasan  hutan  sebesar  69,90 atau  seluas  63.779  Ha  dan  pada  APL  sebesar  15,38    atau  seluas  14.031,70  Ha.
Sementara  pada  hutan  tanaman  mengalami  deforestasi  seluas  5.979  Ha  atau  sebesar 0,40  dari luasan tutupan lahan. Deforestasi hutan tanaman yang terjadi pada kawasan
hutan    sebesar  3,61    atau  seluas  3.294,40  Ha  dan  pada  APL  sebesar  2,94    atau seluas  2.684,60  Ha.  Besarnya  angka  deforestasi  pada  masing-masing  tipe  hutan
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2.16. berikut.
Gambar 2.16. Angka Deforestasi Pada Masing-Masing Tipe Hutan di Wilayah Provinsi Jambi Tahun 2014.
Sumber  :  Data  Olahan  Tabel  SD-4  Buku  Data  SLHD  Provinsi  Jambi
Tahun 2014, 2015.
Bila dibandingkan dengan tahun 2013, angka deforestasi pada wilayah Provinsi Jambi mengalami peningkatan baik dari jumlah luasan tutupan lahan yang terdeforestasi
maupun terhadap total luasan kawasan hutannya. Terjadi peningkatan angka deforestasi dari  4,35    pada  tahun  2013  meningkat  menjadi  6,09    pada  tahun  2014  atau  dari
luasan  58.796,22  Ha  pada  tahun  2013  menjadi  91.248,30  Ha  pada  tahun  2014. Peningkatan  angka  deforestasi  ini  harus  diwaspadai  demi  kelangsungan  hutan  dan
kawasannya di Provinsi Jambi.
5.  Lahan Kritis
Lahan kritis adalah lahan yang tidak atau kurang berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukkannya baik sebagai media produksi maupun sebagai pengatur tata air.
1 2
3 4
5 6
hutan primer hutan sekunder
hutan tanaman 0,50
5,20
0,40 A
n g
ka D
e for
e st
a si
27 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
Berkurangnya fungsi lahan ini disebabkan karena lahan tersebut mengalami pemiskinan unsur hara sebagai akibat dari berbagai kegiatan yang tidak tepat diantaranya kegiatan
penggundulan hutan. Berdasarkan  data  dari  Ditjen  Bina  Pengelolaan  DAS  dan  Perhutanan  Sosial
Kementerian Kehutanan RI luas lahan kritis yang ada di Provinsi Jambi seluas 779.774 Ha  atau  15,55    dari  luasan  lahan  yang  ada  di  wilayah  Provinsi  Jambi.  Lahan  kritis
tersebut terdiri dari lahan kritis seluas 515.192 Ha dan lahan sangat kritis seluas 264.582 Ha.  Lahan  kritis  paling  luas  terdapat  di  Kabupaten  Tebo  seluas  124.707,66  Ha  atau
15,99    dari  seluruh  luasan  lahan  kritis  di  Provinsi  Jambi.  Sementara  di  Kota  Jambi terdapat hanya 0,27  lahan kritis atau seluas 2.098,36 Ha. Besarnya luasan lahan kritis
pada setiap kabupatenkota di Provinsi Jambi dapat dilihat pada Gambar 2.17.
Gambar 2.17. Luas Lahan Kritis di Provinsi Jambi Tahun 2014.
Sumber  :  Data  Olahan  Tabel  SD-5  Buku  Data  SLHD  Provinsi  Jambi  Tahun  2014, 2015.
Pada Buku Data Tabel Tambahan SD-5A menunjukkan luasan lahan kritis dan sangat  kritis  yang  terjadi  di  dalam  kawasan  hutan  dan  di  luar  kawasan  hutan.  Luasan
lahan kritis di dalam kawasan hutan terdapat seluas 452.112,97 Ha dan di luar kawasan hutan seluas 327.661,03 Ha. Bila dibandingkan dengan tahun 2013, luasan lahan kritis
mengalami penurunan sebesar 45,11  pada tahun 2014.  Perbandingan lahan kritis di dalam kawasan hutan dan di luar kawasan hutan dapat digambarkan pada Tabel 2.10.
- 40,000.00
80,000.00 120,000.00
160,000.00 Kerinci
Merangin Sarolangun
Batanghari Ma. Jambi
Tanjabtim Tanjabbar
Tebo Bungo
Kota Jambi S. Penuh
38,143.12 118,150.14
100,377.27 94,646.96
70,547.10 59,015.34
95,471.99 124,707.66
74,171.10 2,098.36
2,444.96
Luas Lahan Kitis Ha
28 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
Tabel  2.10.  Lahan  Kritis  Di  Dalam  dan  Di  Luar  Kawasan  Hutan  di  Provinsi  Jambi Tahun 2013 dan 2014.
No Kawasan Hutan
Luas Lahan Kritis Ha Perubahan Luasan
Ha 2013
2014
1. Dalam Kawasan Hutan
465.051,00 452.112,97
-12.938,03 2.
Luar Kawasan Hutan 955.551,00
327.661,03 - 627.889,97
Jumlah 1.420.602,00
779.774,00 - 640.828,00
Sumber : Data Olahan Tabel SD-5 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015. Pada  Tabel  2.10.  terlihat  bahwa  perubahan  luasan  lahan  kritis  lebih  banyak
terdapat  pada  daerah  di  luar  kawasan  hutan  yaitu  seluas  627.889,97  Ha,  sementara pada  daerah  di  dalam  kawasan  hutan  hanya  berkisar  12.938,03  Ha.  Terjadinya
pengurangan luasan lahan kritis pada tahun 2014 mengindikasikan bahwa telah adanya upaya  pemulihan  dan  rehabilitasi  lahan  dan  hutan  yang  dilakukan  pada  setiap
kabupatenkota  terhadap  lahan  kritis  di  wilayahnya  baik  berupa  kegiatan  penghijauan meupun kegiatan reboisasi.
6.  Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air
Tanah  merupakan  salah  satu  komponen  lahan  dan  ruang  daratan  yang memiliki  banyak  fungsi  dalam  kehidupan.  Dalam  komponen  produksi,  tanah  berfungsi
sebagai  penghasil  biomassa  yang  mendukung  kehidupan  manusia  dan  kehidupan makhluk lainnya serta berperan penting dalam menjaga kelestarian sumber daya air dan
kelestarian lingkungan hidup. Untuk itu dalam pemanfaatan tanah harus tetap terkendali pada  tingkat  mutu  tanah  yang  tidak  melebihi  ambang  batas  threshold  kerusakannya.
Realitas menunjukkan bahwa kerusakan mutu tanah untuk produksi biomassa tidak saja disebabkan oleh tindakan manusia, tetapi juga dapat terjadi akibat proses alam.
Pengujian  kerusakan  tanah  di  lahan  kering  akibat  erosi  air  pada  tahun  2014 dilakukan di Desa Sarolangun Kembang Kecamatan Sarolangun Kabupaten Sarolangun.
Hasil  yang  diperoleh  adalah  sebagai  berikut  :  besaran  erosi  untuk  tanah  dengan ketebalan    20  cm  adalah  0,9  mm10  tahun,  tanah  dengan  ketebalan  20  -    50  cm
besaran  erosinya  2,2  mm10  tahun,  tanah  dengan  ketebalan  50  -    100  cm  besaran erosinya  6  mm10  tahun,  tanah  dengan  ketebalan  100
–  150 cm besaran erosinya  11 mm10 tahun, dan tanah dengan ketebalan  150 cm besaran erosinya 14 mm10 tahun
sebagaimana  yang  tercantum  pada  Buku  Data  Tabel  SD-6.  Bila  mengacu  kepada ambang  kritis  erosi  berdasarkan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  150  Tahun  2000,  maka
29 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
tanah di Kabupaten Sarolangun telah mengalami kerusakan pada ketebalan diatas 150 cm.
7.  Kerusakan Tanah di Lahan Kering
Pengujian kerusakan tanah di lahan kering di Provinsi Jambi pada tahun 2014 dilakukan di Kota Sungai Penuh di Desa Sungai Ning Kecamatan Sungai Bungkal dan di
Desa  Sumur  Gedang  Kecamatan  Pesisir  Bukit.  Berdasarkan  Peraturan  Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000, hasil pengujian menunjukkan bahwa  hanya 1 satu parameter
dari  9  sembilan  parameter  yang  diukur  melebihi  baku  mutu  yaitu  parameter  daya hantar listrik DHL sebesar 10,48 mScm. Sementara 2 dua parameter tidak dilakukan
pengukuran  yaitu  parameter  redoks  dan  parameter  jumlah  mikroba.  Hasil  pengujian kerusakan tanah di lahan kering d Provinsi Jambi tahun 2014 sebagaimana terlihat pada
Buku Data Tabel SD-7.
8.  Kerusakan Tanah di Lahan Basah
Berdasarkan pengujian dari BLHD Provinsi Jambi terhadap kerusakan tanah di lahan  basah  pada  lokasi  Desa  Sakean,,  Kecamatan  Kumpeh  Ulu,  Kabupaten  Muaro
Jambi  pada  tahun  2014  menunjukkan  hasil  terhadap  kualitas  tanah  di  lahan  basah  di lokasi  sampling  hanya  pada  parameter  redoks  untuk  gambut  yang melebihi  baku  mutu
yaitu  berkisar  ±  250  mV,  sementara  baku  mutu  yang  ditetapkan  sebesar    200  mV. Sedangkan  untuk  parameter  lainnya,  hasil  pengamatan  menunjukkan  nilai  yang  masih
berada pada baku mutu yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 sebagaimana dapat dilihat pada Buku Data Tabel SD-8.
9.  Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya
Kerusakan hutan didefinisikan dengan berkurangnya luasan areal hutan karena kerusakan ekosistem hutan  yang  sering  disebut degradasi  hutan  dan  kegiatan
penggundulan  dan  alih  fungsi  lahan  hutan  atau deforestasi.  Kerusakan  hutan  yang terjadi  di  Provinsi  Jambi    pada  tahun  2014  sesuai  dengan  angka  deforestasi  pada
Lampiran 6 yaitu seluas 91.248,30 Ha baik pada areal dalam kawasan hutan maupun di areal  penggunaan  lain  APL  dan  baik  di  hutan  primer,  hutan  sekunder  maupun  hutan
tanaman. Deforestasi  seluas  91.248,30  Ha  tersebut  terjadi  disebabkan  oleh  kebakaran
hutan  seluas  2.552  Ha,  ladang  berpindah  seluas  64.300  Ha,  penebangan  liar  seluas
30 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
3.896,30  Ha,  perambahan hutan  seluas 19.700  Ha dan  kegiatan  pertambangan seluas 800 Ha  sebagaimana  yang terlihat pada Buku Data Tabel SD-9.
Kegiatan  ladang  berpindah  masyarakat  menyebabkan  masyarakat  melakukan perambahan  hutan  dengan  tujuan  untuk  dijadikan  kebun  dan  berladang  dalam  upaya
memenuhi  kebutuhan  hidupnya,  setelah  itu  ketika  tidak  memberikan  hasil  yang mencukupi  lagi  mereka  meninggalkan  tanpa  melakukan  penanaman  kembali  sehingga
kebanyakan  lahan  hutan  tersebut  menjadi  tanah  terbuka  atau  menjadi  lahan  kering. Begitu  pulahalnya  dengan  penebangan  liar  dan  perambahan  hutan.  Kegiatan
penebangan  liar  dilakukan  dengan  tujuan  mengambil  komoditi  kayu  secara  ilegal  dan kemudian  membiarkannya  menjadi  tanah  terbuka.  Sementara  kegiatan  perambahan
hutan  merupakan  pembukaan  areal  hutan  menjadi  pertanian  lahan  kering.    Hal  inilah yang  menyebabkan  terjadinya  penurunan  kualitas  lingkungan  yang  akhirnya
menyebabkan terjadinya bencana alam. Selain itu juga mengancam kelestarian flora dan fauna endemik di wilayah tersebut.
Kerusakan hutan di wilayah Provinsi Jambi semakin tahun semakin meningkat. Semakin banyak pula luasan kawasan hutan yang berkurang karena berbagai kegiatan
yang  dilakukan  oleh  manusia.  Pada  Tabel  2.11.  terlihat  bahwa  kerusakan  lahan  dan hutan  di  Provinsi  Jambi  meningkat  seluas  36.610,23  Ha  atau  55,61    dibandingkan
dengan  tahun  2013.  Kerusakan  hutan  yang  paling  banyak  disebabkan  oleh  kegiatan ladang  berpindah  yang  dilakukan  oleh  masyarakat  dengan  peningkatan  sebesar
60.284,18  Ha.  Selain  itu  kerusakan  hutan  yang  disebabkan  oleh  perambahan  hutan meningkat  seluas  15.594,07  Ha,  kebakaran  hutan  meningkat  seluas  2.335,68  Ha  dan
kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan sebesar 800 Ha, padahal pada tahun 2013  tidak  ada  data  yang  menyebutkan  adanya  kerusakan  kawasan  hutan  yang
disebabkan  oleh  pertambangan.  Namun,  kerusakan  hutan  yang  disebabkan  oleh penebangan  liar  menurun  jumlah  luasan  kerusakannya  seluas  46.403,70  Ha.  Berikut
pada  Tabel  2.11.  menunjukkan  besar  luasan  hutan  yang  mengalami  kerusakan  di wilayah Provinsi Jambi pada masing-masing penyebabnya pada tahun 2013 dan 2014.
31 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
Tabel 2.11. Kerusakan Hutan di Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014. No
Penyebab Kerusakan Hutan
Luas Kerusakan Ha Perubahan Luasan
Ha 2013
2014
1. Kebakaran hutan
216,32 2.552,00
+ 2.335,68 2.
Ladang berpindah 4.015,82
64.300,00 + 60.284,18
3. Penebangan Liar
50.300,00 3.896,30
- 46.403,70 4.
Perambahan hutan 4.105,93
19.700,00 + 15.594,07
5. Pertambangan
0,00 800,00
+ 800,00
Jumlah 58.638,07
91.248,30 + 36.610,23
Sumber : Data Olahan Tabel SD-9 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
10. Konversi Hutan Menurut Peruntukkannya
Alih  fungsi  kawasan  hutan  menjadi  peruntukan  lainnya  awalnya  diharapkan dapat  memacu  pertumbuhan  ekonomi  yang  pada  akhirn ya  akan  meningkatkan
kesejahteraan  rakyat.  Namun  bila  tidak  dicermati  dan  dipertimbangkan  secara  matang dari  aspek  lingkungan,  ekologi,  hukum,  sosial,  ekonomi  dan  budaya,  maka  alih  fungsi
tersebut akan menimbulkan dampak negatif baik secara lokal maupun dalam skala luas. Dalam  alih  fungsi  ini  hendaknya  tetap  dijaga  adanya  keseimbangan  antara  fungsi
sumber  daya  hutan  sebagai  komponen  ekologi  dan  fungsi  hutan  lainnya  sebagai komponen ekonomi.
Sampai  dengan  tahun  2014,  konversi  hutan  di  wilayah  Provinsi  Jambi  seluas 491.505  Ha  yang  peruntukannya  digunakan  untuk  areal  pemukiman  berupa  areal
transmigrasi  seluas  52.880  Ha,  areal  perkebunan  seluas  366.964  Ha  dan  areal penggunaan lainnya seluas 71.661 Ha. Peruntukan untuk areal penggunaan lain APL
mengacu  kepada  SK  Menteri  Kehutanan  Nomor  :  727Menhut-II2012  tentang Penunjukan  Kawasan  Hutan  Provinsi  Jambi  sebagai  pengganti  SK  Menteri  Kehutanan
Nomor:  421Kpts-II1999  tentang  Penunjukan  Kawasan  Hutan  Provinsi  Jambi,  dimana luasan hutan Provinsi Jambi berkurang seluas 71.661,00 Ha dari 2.179.440,00 Ha pada
tahun 1999 menjadi 2.107.779,00 Ha pada tahun 2012. Luas  konversi  kawasan  hutan  yang  terjadi  di  wilayah  Provinsi  Jambi
sebagaimana  dapat  dilihat  pada  Buku  Data  Tabel  SD-10.  Lebih  rincinya  luas  konversi hutan untuk  peruntukan pemukiman    transmigrasi  dapat  dilihat  pada    Buku  Data  Tabel
Tambahan  SD-10A dan  peruntukan  untuk  areal  perkebunan  dapat  dilihat  pada  Buku
Data Tabel Tambahan SD-10A
32 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
B.  Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati atau sering disebut juga  dengan istilah ragam hayati, keanekaan  hayati,  biodiversitas  atau  biodiversity  merupakan  istilah  yang  digunakan
untuk  derajat  keanekaragaman  sumberdaya  alam  hayati  yang  meliputi  jumlah  maupun frekuensi  dari  gen,  spesies,  maupun  ekosistem  di  suatu  wilayah.  Mengacu  kepada
definisi  di  atas  maka  keanekaragaman  hayati  terbagi  atas  tiga  tingkatan  yaitu:  1. Keanekaragaman hayati pada tingkat gen atau kromoson, 2. Keanekaragaman hayati
pada tingkat spesies, 3. Keanekaragaman hayati pada tingkat ekosistem. Manfaat keanekaragaman hayati bagi suatu wilayah sangat luar biasa sehingga
perlu  dijaga  dan  dipertahankan.  Keanekaragaman  hayati  dapat  berperan  dalam pemenuhan  kebutuhan  pangan,  sandang,  papan,  obat-obatan  dan  sarana  rekreasi,  di
samping itu juga memiliki peranan penting dalam mitigasi perubahan iklim.
1.  Keanekaragaman Gen
Gen  merupakan  faktor  pembawa  sifat  keturunan  yang  terdapat  dalam kromosom. Setiap susunan gen akan memberikan penampakan fenotipe, baik anatomi
maupun  fisiologi  pada  setiap  organisme.  Perbedaan  susunan  gen  akan  menyebabkan perbedaan  penampakan  baik  satu  sifat  atau  secara  keseluruhan.  Perbedaan  tersebut
akan  menghasilkan  variasi  pada  suatu  spesies.  Hal  ini  disebabkan  adanya keanekaragaman  gen  atau  struktur  gen  pada  setiap  organisme.  Keanekaragaman
tingkat ini dapat ditunjukkan dengan adanya variasi  dalam satu jenis spesies. Provinsi  Jambi  saat  ini  sedang  gencar-gencarnya  melakukan  budidaya
tanaman anggrek. Tanaman langka ini memiliki varietas jenis yang dapat dibudidayakan. Semua  anggrek  digolongkan  kedalam  famili  Orchidaceae  yang  diperkirakan  di  dunia
terdapat    ±  800  genus  baik  termasuk  kategori  anggrek  alam  maupun  anggrek  hibrida persilangan. Saat ini ada sekitar 1.200 jenis species anggrek di Pulau Sumatera, yang
400  jenis  spesies  diantaranya  terdapat  di  Provinsi  Jambi.  Kawasan  hutan  di  wilayah Provinsi Jambi merupakan tempat tumbuhnya anggrek alam, salah satunya di Kawasan
Taman Nasional Bukit Dua Belas TNBD. 2.  Keanekaragaman Ekosistem
Di  dalam  ekosistem,  seluruh  makhluk  hidup  yang  terdapat  di  dalamnya  selalu melakukan  hubungan  timbal  balik,  baik  antar  makhluk  hidup  maupun  makhluk  hidup
dengan  lingkungannya  atau  komponen  abiotiknya.  Hubungan  timbal  balik  ini
33 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
menimbulkan  keserasian  hidup  di  dalam  suatu  ekosistem.  Perbedaan  letak  geografis antara  lain  merupakan  faktor  yang  menimbulkan  berbagai  bentuk  ekosistem.
Keanekaragaman jenis flora dan fauna yang menempati suatu daerah akan membentuk ekosistem  yang  berbeda.  Totalitas  variasi  gen,  jenis  dan  ekosistem  menunjukkan
terdapat berbagai variasi bentuk, penampakan, frekuensi, ukuran dan sifat lainnya pada tingkat yang berbeda merupakan keanekaragaman hayati.
Wilayah Provinsi Jambi memiliki beberapa tipe ekosistem yang berbeda antara lain  ekosistem  hutan,  ekosistem  lahan  basah,  dan  ekosistem  pesisir  dan  laut.
Keanekaragaman  tipe  ekosistem  ini  menyimpan  keanekaragaman  hayati  yang  sangat beragam  sebagai  akibat  dari  perbedaan  dalam  hal  curah  hujan,  kesuburan  tanah,
topografi dan faktor-faktor pembeda lainnya.
a.  Ekosistem Hutan
Sumberdaya  hutan  yang  bersifat  renewable mempunyai  peranan penting  bagi pendapatan  masyarakat.  Hutan  menyediakan  berbagai  produk  seperti  kayu,  rotan  dan
hasil hutan non kayu lainnya seperti damar, tanaman obat dan kehidupan liar. Menurut data Ditjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan,  pada tahun
2014  luas  penutupan  lahan  pada  kawasan  hutan  di  wilayah  Provinsi  Jambi  mencapai 60,60    atau  1.276.674,01  hektar  dari  luasan  kawasan  hutan  seluruhnya  yang
mencapai  2.107.779,00  hektar  Buku  Data  Tabel  SD-1.  Kondisi  lahan  berhutan  yang rendah pada kawasan hutan ini disebabkan oleh beberapa kegiatan antara lain konversi
kawasan  hutan  untuk  tujuan  pembangunan  perkebunan,  penebangan  liar  illegal logging,
perambahan dan okupasi lahan, serta kebakaran hutan.
b.  Ekosistem Lahan Basah
Menurut Konvensi Ramsar lahan basah adalah daerah berawa, payau, gambut atau perairan alami atau buatan yang tertutup air tergenang atau mengalir secara tetap
atau  sementara  oleh  air  tawar,  payau  atau  asin,  termasuk  wilayah  perairan  laut  yang kedalamannya  tidak  lebih  dari  enam  meter  pada  saat  air  surut.  Lahan  basah  juga
mencakup pinggiran aliran sungai atau zona-zona pesisir yang berdekatan dengan lahan basah,  dan  dengan  pulau-pulau  atau  bagian-bagian  perairan  laut  yang  kedalamannya
lebih dari enam meter pada saat air surut dan berada di lahan basah Keppres Nomor 48 Tahun 1991.
Lahan  basah  mempunyai  fungsi  sebagai  penyangga  kehidupan  karena mengatur siklus air menyediakan air tanah, mencegah kekeringan dan banjir, mengatur
34 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
siklus  tanah  dan  mengandung  keanekaragaman  hayati  yang  tinggi.  Karena  itu  lahan basah  juga  memiliki  nilai  ekonomi  yang  sangat  tinggi,  antara  lain  sebagai  pemasok  air
kuantitas  dan  kualitas,  sumberdaya  perikanan,  pertanian,  produksi  kayu,  sumber energi gambut dan bahan industri, plasma nutfah, transportasi, rekreasi dan pariwisata.
Ada  dua  tipe  lahan  basah  yaitu  lahan  basah  alami  dan  lahan  basah  buatan. Menurut Ramsar lahan basah alami terdiri dari hutan mangrove, rawa gambut, rawa air
tawar,  padang  lamun,  terumbu  karang  dan  danausitu.  Lahan  basah  buatan  terdiri  dari sawah, kolam dan tambak.
Di Provinsi Jambi kawasan lahan basah berdasarkan Konvensi Ramsar adalah Taman Nasional Berbak TNB yang wilayahnya secara administratif termasuk ke dalam
Kabupaten  Tanjung  Jabung  Timur  dan  Kabupaten  Muaro  Jambi.  Kawasan  ini mempunyai  tingkat  keanekaragaman  hayati  yang  sangat  tinggi.  Habitat  perairannya
mengandung  kekayaan  hayati  flora  mulai  dari  bakteri,  jamur,  ganggang  algae, tumbuhan air hingga pohon-pohon di daerah rawa.
c.  Ekosistem Pesisir dan Laut
Provinsi Jambi memiliki wilayah perairan laut seluas 425.50  km2  dan memiliki keanekaragaman hayati tinggi dengan tingkat endemisme yang tinggi. Ekosistem pesisir
dan laut di wilayah Provinsi Jambi ini sangat unik dan saling terkait, bersifat dinamis dan sangat  produktif  yang  meliputi  estuaria,  hutan  mangrove,  dan  pantai  berpasir,  dengan
sumber daya hayati berupa mangrove.
3.  Keanekaragaman Spesies
Berdasarkan data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam BKSDA Provinsi Jambi sebagaimana dapat dilihat pada Buku Data Tabel SD-11, pada tahun 2014 jumlah
spesies  yang  diketahui  yang  terdapat  di  wilayah  Provinsi  Jambi  mencapai  340  spesies yang terdiri dari hewan menyusui sebanyak 37 spesies, burung sebanyak 175 spesies,
reptile sebanyak 7 spesies, ikan sebanyak 82 spesies, dan tumbuh-tumbuhan sebanyak 36  spesies.  Dari  jumlah  340  spesies  yang  diketahui  tersebut,  20  spesies  bersifat
endemik,  6  spesies  dalam  kondisi  terancam  dan  327  spesies  masuk  dalam  kategori dilindungi.  Keanekaragaman  hayati  tersebut  dapat  dijumpai  pada  kawasan  taman
nasional, kawasan hutan lindung, dan kawasan cagar alam yang ada di wilayah Provinsi Jambi.
.
35 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
a.  Taman Nasional Kerinci Sebelat TNKS
TNKS  merupakan  perwakilan  tipe  ekosistem  hutan  hujan  dataran  rendah sampai  ekosistem  sub  alpin  serta  beberapa  ekosistem  yang  khas  rawa  gambut,  rawa
air tawar dan danau. TNKS umumnya masih memiliki hutan primer dengan tipe vegetasi utama didominir oleh formasi:
1. Vegetasi dataran rendah 200 - 600 m dpl. 2. Vegetasi pegununganbukit 600 - 1.500 m dpl.
3. Vegetasi montana 1.500 - 2.500 m dpl. 4. Vegetasi belukar gleicheniapaku-pakuan 2.500 - 2.800 m dpl.
5. Vegetasi sub alpine 2.300 - 3.200 m dpl. Hutan  TNKS  memiliki  4.000  jenis  tumbuhan  yaitu  famili  Dipterocarpaceae,
dengan flora yang langka dan endemik yaitu pinus kerinci Pinus merkusii strain Kerinci, kayu  pacat  Harpulia  alborera,  bunga  Rafflesia  Rafflesia  arnoldi  dan  bunga  bangkai
Amorphophallus titanium dan A. decussilvae.
Fauna  yang  tedapat  dalam  TNKS  tercatat  42  jenis  mammalia  19  famili, diantaranya  :  Badak  Sumatera  Dicerorhinus  sumatrensis,  Gajah  Sumatera  Elephas
maximus sumatrensis, Macan dahan Neopholis nebulosa, Harimau Loreng Sumatera
Panthera  tigris  sumatrensis, Kucing  Emas  Felis  termminnckii,  Tapir  Tapirus  indica,
Kambing Hutan Capricornis sumatrensis; 10 jenis reptilia; 6 jenis amphibia, antara lain: Katak  Bertanduk  Mesophyrs  nasuta,  6  jenis  primata  yaitu  :  Siamang  Sympalagus
syndactylus ,dan Ungko Hylobates agilis. Di samping itu juga tercatat 306 jenis burung
49  famili.Contoh-contoh  flora  dan  fauna  yang  terdapat  di  TNKS  dapat  dilihat  pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18. Flora dan Fauna yang Dilindungi di Taman Nasional Kerinci Sebelat.
Bunga Bangkai Amorphophallus titanium Kambing Hutan Capricornis
sumatrensis