31 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
Tabel 2.11. Kerusakan Hutan di Provinsi Jambi Tahun 2013 dan 2014. No
Penyebab Kerusakan Hutan
Luas Kerusakan Ha Perubahan Luasan
Ha 2013
2014
1. Kebakaran hutan
216,32 2.552,00
+ 2.335,68 2.
Ladang berpindah 4.015,82
64.300,00 + 60.284,18
3. Penebangan Liar
50.300,00 3.896,30
- 46.403,70 4.
Perambahan hutan 4.105,93
19.700,00 + 15.594,07
5. Pertambangan
0,00 800,00
+ 800,00
Jumlah 58.638,07
91.248,30 + 36.610,23
Sumber : Data Olahan Tabel SD-9 Buku Data SLHD Provinsi Jambi Tahun 2014, 2015.
10. Konversi Hutan Menurut Peruntukkannya
Alih fungsi kawasan hutan menjadi peruntukan lainnya awalnya diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi yang pada akhirn ya akan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Namun bila tidak dicermati dan dipertimbangkan secara matang dari aspek lingkungan, ekologi, hukum, sosial, ekonomi dan budaya, maka alih fungsi
tersebut akan menimbulkan dampak negatif baik secara lokal maupun dalam skala luas. Dalam alih fungsi ini hendaknya tetap dijaga adanya keseimbangan antara fungsi
sumber daya hutan sebagai komponen ekologi dan fungsi hutan lainnya sebagai komponen ekonomi.
Sampai dengan tahun 2014, konversi hutan di wilayah Provinsi Jambi seluas 491.505 Ha yang peruntukannya digunakan untuk areal pemukiman berupa areal
transmigrasi seluas 52.880 Ha, areal perkebunan seluas 366.964 Ha dan areal penggunaan lainnya seluas 71.661 Ha. Peruntukan untuk areal penggunaan lain APL
mengacu kepada SK Menteri Kehutanan Nomor : 727Menhut-II2012 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Jambi sebagai pengganti SK Menteri Kehutanan
Nomor: 421Kpts-II1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Jambi, dimana luasan hutan Provinsi Jambi berkurang seluas 71.661,00 Ha dari 2.179.440,00 Ha pada
tahun 1999 menjadi 2.107.779,00 Ha pada tahun 2012. Luas konversi kawasan hutan yang terjadi di wilayah Provinsi Jambi
sebagaimana dapat dilihat pada Buku Data Tabel SD-10. Lebih rincinya luas konversi hutan untuk peruntukan pemukiman transmigrasi dapat dilihat pada Buku Data Tabel
Tambahan SD-10A dan peruntukan untuk areal perkebunan dapat dilihat pada Buku
Data Tabel Tambahan SD-10A
32 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
B. Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati atau sering disebut juga dengan istilah ragam hayati, keanekaan hayati, biodiversitas atau biodiversity merupakan istilah yang digunakan
untuk derajat keanekaragaman sumberdaya alam hayati yang meliputi jumlah maupun frekuensi dari gen, spesies, maupun ekosistem di suatu wilayah. Mengacu kepada
definisi di atas maka keanekaragaman hayati terbagi atas tiga tingkatan yaitu: 1. Keanekaragaman hayati pada tingkat gen atau kromoson, 2. Keanekaragaman hayati
pada tingkat spesies, 3. Keanekaragaman hayati pada tingkat ekosistem. Manfaat keanekaragaman hayati bagi suatu wilayah sangat luar biasa sehingga
perlu dijaga dan dipertahankan. Keanekaragaman hayati dapat berperan dalam pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan, obat-obatan dan sarana rekreasi, di
samping itu juga memiliki peranan penting dalam mitigasi perubahan iklim.
1. Keanekaragaman Gen
Gen merupakan faktor pembawa sifat keturunan yang terdapat dalam kromosom. Setiap susunan gen akan memberikan penampakan fenotipe, baik anatomi
maupun fisiologi pada setiap organisme. Perbedaan susunan gen akan menyebabkan perbedaan penampakan baik satu sifat atau secara keseluruhan. Perbedaan tersebut
akan menghasilkan variasi pada suatu spesies. Hal ini disebabkan adanya keanekaragaman gen atau struktur gen pada setiap organisme. Keanekaragaman
tingkat ini dapat ditunjukkan dengan adanya variasi dalam satu jenis spesies. Provinsi Jambi saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan budidaya
tanaman anggrek. Tanaman langka ini memiliki varietas jenis yang dapat dibudidayakan. Semua anggrek digolongkan kedalam famili Orchidaceae yang diperkirakan di dunia
terdapat ± 800 genus baik termasuk kategori anggrek alam maupun anggrek hibrida persilangan. Saat ini ada sekitar 1.200 jenis species anggrek di Pulau Sumatera, yang
400 jenis spesies diantaranya terdapat di Provinsi Jambi. Kawasan hutan di wilayah Provinsi Jambi merupakan tempat tumbuhnya anggrek alam, salah satunya di Kawasan
Taman Nasional Bukit Dua Belas TNBD. 2. Keanekaragaman Ekosistem
Di dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu melakukan hubungan timbal balik, baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup
dengan lingkungannya atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik ini
33 Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi 2014
II-
menimbulkan keserasian hidup di dalam suatu ekosistem. Perbedaan letak geografis antara lain merupakan faktor yang menimbulkan berbagai bentuk ekosistem.
Keanekaragaman jenis flora dan fauna yang menempati suatu daerah akan membentuk ekosistem yang berbeda. Totalitas variasi gen, jenis dan ekosistem menunjukkan
terdapat berbagai variasi bentuk, penampakan, frekuensi, ukuran dan sifat lainnya pada tingkat yang berbeda merupakan keanekaragaman hayati.
Wilayah Provinsi Jambi memiliki beberapa tipe ekosistem yang berbeda antara lain ekosistem hutan, ekosistem lahan basah, dan ekosistem pesisir dan laut.
Keanekaragaman tipe ekosistem ini menyimpan keanekaragaman hayati yang sangat beragam sebagai akibat dari perbedaan dalam hal curah hujan, kesuburan tanah,
topografi dan faktor-faktor pembeda lainnya.
a. Ekosistem Hutan
Sumberdaya hutan yang bersifat renewable mempunyai peranan penting bagi pendapatan masyarakat. Hutan menyediakan berbagai produk seperti kayu, rotan dan
hasil hutan non kayu lainnya seperti damar, tanaman obat dan kehidupan liar. Menurut data Ditjen Planologi Kehutanan Kementerian Kehutanan, pada tahun
2014 luas penutupan lahan pada kawasan hutan di wilayah Provinsi Jambi mencapai 60,60 atau 1.276.674,01 hektar dari luasan kawasan hutan seluruhnya yang
mencapai 2.107.779,00 hektar Buku Data Tabel SD-1. Kondisi lahan berhutan yang rendah pada kawasan hutan ini disebabkan oleh beberapa kegiatan antara lain konversi
kawasan hutan untuk tujuan pembangunan perkebunan, penebangan liar illegal logging,
perambahan dan okupasi lahan, serta kebakaran hutan.
b. Ekosistem Lahan Basah
Menurut Konvensi Ramsar lahan basah adalah daerah berawa, payau, gambut atau perairan alami atau buatan yang tertutup air tergenang atau mengalir secara tetap
atau sementara oleh air tawar, payau atau asin, termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada saat air surut. Lahan basah juga
mencakup pinggiran aliran sungai atau zona-zona pesisir yang berdekatan dengan lahan basah, dan dengan pulau-pulau atau bagian-bagian perairan laut yang kedalamannya
lebih dari enam meter pada saat air surut dan berada di lahan basah Keppres Nomor 48 Tahun 1991.
Lahan basah mempunyai fungsi sebagai penyangga kehidupan karena mengatur siklus air menyediakan air tanah, mencegah kekeringan dan banjir, mengatur