107
Masyarakat Sipil
Masyarakat Sipil
1. Latar Belakang
Masyarakat sipil adalah salah satu dari tiga sektor penting dalam masyarakat, bersama-sama dengan pemerintah dan bisnis. Sebagai salah satu unsur terpenting
proses demokratisasi di Indonesia, kekuatan dan kelemahannya menentukan baik kecepatan maupun kedalaman transisi dan kelak, pada waktunya, akan membantu
menopang sistem demokrasi itu sendiri. Istilah “masyarakat sipil” saat ini sering digunakan di Indonesia tetapi yang
mengherankan, tidak ada kesepakatan mengenai bagaimana istilah ini sebaiknya diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dan unsur-unsur yang terkandung di
dalamnya pun dipahami secara berbeda-beda oleh banyak orang. Masyarakat sipil adalah suatu arena, forum tempat masyarakat bergabung dengan tujuan yang
berbeda-beda, ada yang positif dan digapai dengan damai, dan ada beberapa yang dipandang negatif dan digapai dengan kekerasan. Masyarakat sipil di Indonesia
diartikan sebagai organisasi-organisasi tempat masyarakat bersatu mendorong terjadinya demokrasi yang lebih maju dalam negara.
1.1. Pranata dan Organisasi
Masyarakat sipil dalam pengertian ini disusun dari dua komponen: pranata masyarakat sipil dan organisasi masyarakat sipil. Yang pertama merupakan
pranata-pranata masyarakat yang bertujuan memajukan demokrasi, aturan hukum, transparansi, dan pertanggungjawaban. Ini bisa meliputi pula media
dan universitas-universitas, dan menjadi tugas masyarakat yang memikirkan kepentingan umum untuk menjaga agar pranata-pranata ini tidak melupakan atau
menyimpang dari tujuan tersebut. Organisasi-organisasi masyarakat sipil, yang dibedakan menjadi asosiasi dan
yayasan, merupakan kelompok-kelompok tempat masyarakat berkumpul untuk memajukan kepentingan-kepentingan mereka. Diharapkan kelompok-kelompok
seperti ini akan mendukung demokrasi dan pemerintahan yang baik, seperti yang telah dilakukan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia YLBHI.
Tetapi ada celah, di mana suatu kelompok dapat menjadi ekstremis dan antidemokrasi, seperti gerakan-gerakan keagamaan tertentu.
1.2. Asosiasi dan Yayasan
Pada dasarnya, terdapat dua jenis organisasi masyarakat sipil di Indonesia yang diakui dalam undang-undang tetapi berjalan dalam cara yang sangat berbeda:
asosiasi dan yayasan.
108
Penilaian Demokratisasi di Indonesia
Asosiasi, yang dikenal sebagai perkumpulan atau perserikatan, dibentuk secara demokratis oleh masyarakat yang ingin berkumpul bersama untuk mengejar
kepentingan pribadi atau kelompok mereka. Mereka memiliki anggota, dan anggota ini dapat meminta pertanggungjawaban para pemimpin. Hal ini berjalan pada tingkat
lokal seperti pranata pembangunan desa, pada tingkat regional seperti hukum adat, atau pada tingkat nasional seperti Koalisi Perempuan.
Yayasan merupakan kelompok-kelompok masyarakat yang berkumpul bersama membantu individu-individu atau kelompok-kelompok lain. Mereka menentukan
sendiri tujuan mereka dan bertanggung jawab hanya kepada para pendiri mereka. Terutama untuk alasan-alasan formal dan administratif, beberapa organisasi
nonpemerintah menggunakan struktur yayasan sebagai dasar hukum organisasi mereka. Istilah ornop sering digunakan untuk organisasi nonpemerintah yang
bekerja untuk pemberdayaan masyarakat. 1.3.Perubahan sejak Runtuhnya Orde Baru
Selama 32 tahun, pemerintahan otoriter Orde Baru Soeharto menghambat pembangunan masyarakat sipil, melemahkan kekuatan independen dan suara
pemegang kewenangan , dengan dasar pemikiran bahwa proses pembuatan
keputusan yang terbuka dan partisipatoris akan membahayakan stabilitas nasional. Dengan kata lain, Orde Baru mencoba membangun negara yang kuat dengan
melemahkan masyarakat sipil. Selama Orde Baru, sangat banyak asosiasi berada di bawah kontrol negara dan tidak
tepat menganggap mereka sebagai bagian dari masyarakat sipil. Contoh-contoh asosiasi yang sangat dikekang kontrol negara termasuk Dharma Wanita organisasi
para isteri pegawai negeri dan Yayasan PKK Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Yayasan-yayasan tidak secara langsung dikontrol dengan cara yang sama, tetapi
ruang gerak mereka sangat dibatasi dan cakupan kegiatan mereka didikte dan diawasi oleh pemerintah.
Dengan jatuhnya Soeharto dan mulainya masa yang kini tengah berlangsung, yang kadang-kadang disebut sebagai masa “Indonesia Baru”, organisasi-organisasi
masyarakat di berbagai bidang bermunculan, bebas dari paksaan-paksaan yang ada sebelumnya. Yang terpenting di antara mereka adalah kelompok-kelompok
aktivis mahasiswa, tapi juga terjadi kebangkitan organisasi-organisasi adat, struktur pemerintahan desa yang baru, dan serikat-serikat buruh independen
yang baru, dan juga kebangkitan ornop yang sebelumnya bersabar hidup di bawah tekanan pemerintah.
Semua organisasi masyarakat ini mempunyai peranan penting, termasuk mengimbangi kekuasaan negara dan pemerintah dalam menjalankan kebijakan. Ini
suatu bidang yang, sampai baru-baru ini, masih didominasi negara. Sampai jatuhnya Orde Baru, pemerintah sukses melumpuhkan masyarakat
109
Masyarakat Sipil
sipil Indonesia di setiap tingkatan dengan menghancurkan jaringan-jaringan di dalamnya, contohnya jaringan di antara kelompok-kelompok kepentingan,
organisasi-organisasi pemuda, dan kelompok-kelompok perempuan. Bahkan pranata-pranata informal, seperti mekanisme pengambilan keputusan tradisional
di tingkat lokal, kehilangan sebagian besar pengaruh dan fungsinya karena dikooptasi oleh negara.
Akibat dari pengebirian masyarakat sipil yang sistematis ini adalah melemahnya kemampuan masyarakat dalam mempengaruhi pemerintah dan meminta
pertanggungjawabannya. Sebagai hasilnya, organisasi rakyat dan politik yang berkembang tidak berasal dari akar rumput tetapi dari kalangan mahasiswa,
akademisi, intelektual, dan lain-lain yang berkomitmen pada aktivitas sosial dan politik. Anggota-anggota kelompok ini mencoba memahami kelemahan
masyarakat Indonesia, kemudian mencoba berbicara atas nama mereka sementara pada saat yang sama berusaha membangkitkan kembali minat dan tekad
mereka sendiri. Kondisi ini kritis, karena mempunyai implikasi bagi peranan ornop, mahasiswa,
dan kelompok-kelompok “intelektual” lainnya sekarang ini. Persyaratan teknis membangun rezim baru begitu kompleks dan banyak, dan terdapat kekurangan
sumber daya manusia karena banyak anggota kalangan intelektual tua yang berkolaborasi dengan Orde Baru Soeharto, kini mempunyai reputasi tercemar.
Para pimpinan ornop mengalami banyak tekanan untuk bergabung dengan pemerintah atau dengan kelas masyarakat Indonesia yang sedang berkembang
pesat, yang dibutuhkan oleh membanjirnya proyek-proyek berdana luar negeri,
yang banyak dari proyek-proyek itu bermaksud membantu “masyarakat sipil” yang belum jelas deinisinya ini.
Kondisi sekarang di Indonesia lebih kondusif untuk pembangunan masyarakat sipil. Masyarakat Indonesia menyambut datangnya kesempatan yang muncul
dari kehidupan politik demokratis yang baru dan kesempatan memperbaiki fungsi pranata-pranata masyarakat sipil, yang sebelumnya sering hidup hanya
dalam nama saja. Satu syarat bagi terciptanya demokrasi, pemilihan umum yang adil dan jujur,
telah diwujudkan. Setelah pemilihan umum Juni 1999, Dewan Perwakilan Rakyat DPRMajelis Permusyawaratan Rakyat MPR yang baru telah berfungsi
dan memilih presiden baru. Tetapi transisi ke arah demokrasi masih jauh dari sempurna. Pemilihan umum itu bukanlah perdebatan kebijakan-kebijakan, bukan
pula antara wakil-wakil rakyat dari wilayah yang berbeda-beda. Melainkan lebih merupakan kontes antara partai politik yang menarik dukungan tradisional yang
lebih tergantung tokoh pemimpin yang karismatik.
110
Penilaian Demokratisasi di Indonesia
1.4. Peranan Ornop