113
Masyarakat Sipil
3.2 Membangun dan Memperbaiki Efektivitas Organisasi-organisasi Masyarakat Sipil
Asosiasi dan ornop merupakan alat untuk membangun dan memperkuat masyarakat sipil, tetapi terdapat sejumlah persoalan dalam cara mereka beroperasi.
Persoalan-persoalan ini mencerminkan faktor-faktor dan kondisi-kondisi sejarah yang dihadapi oleh kelompok-kelompok serupa itu selama Orde Baru. Masalah-
masalah ini juga menunjukkan bahwa asosiasi dan ornop perlu beradaptasi
terhadap keadaan sekarang dan mencari bentuk kerja yang efektif dan dapat berjalan terus.
3.2.1 Dukungan dan akuntabilitas keuangan Kesulitan paling mendasar yang dihadapi oleh banyak ornop, yang lebih dirasakan
dibanding asosiasi, adalah kemampuan mereka untuk membiayai diri sendiri dan menjadi independen. Banyak organisasi besar dari kedua tipe itu sebagian besar
atau keseluruhan bergantung pada dana luar negeri. Hal ini membuat mereka bergantung pada keputusan pelaku-pelaku luar, yang pada gilirannya membuat
pelaksanaan dan perencanaan jangka panjang tidak pasti. Masyarakat setempat sering menuduh organisasi-organisasi seperti itu menjadi lebih dipengaruhi oleh
yang memberikan dana dari luar negeri. Persoalan lain adalah di masa lalu akuntabilitas keuangan organisasi-organisasi
ini sangat lemah. Pada asosiasi-asosiasi, ada anggapan bahwa anggota-anggota mereka akan meminta pertanggungjawaban keuangan kepada pemimpin mereka,
walaupun sering ini tidak terjadi. Pada ornop, satu-satunya pertanggungjawaban keuangan yang diminta ditujukan kepada penyandang dana luar negeri, dan
tidak kepada pihak mana pun di Indonesia. Penting bagi asosiasi dan ornop untuk memperluas dan menganekaragamkan
sumber-sumber pendapatan mereka dan terutama memindahkan ketergantungan pada pendanaan luar negeri ke perjanjian dengan sumber-sumber pendanaan
yang berasal dari masyarakat setempat. Ini akan menuntut pertanggungjawaban kepada masyarakat setempat. Langkah-langkah yang diambil dapat berasal dari
pemerintah maupun ornop sendiri.
Rekomendasi:
Pemerintah sebaiknya mulai melibatkan wakil-wakil dari organisasi- organisasi masyarakat sipil untuk berdialog aktif dan terbuka saat
membuat rancangan setiap undang-undang yang berdampak pada organisasi-organisasi masyarakat sipil di Indonesia.
sambungan Ornop sebaiknya menyusun kriteria yang tepat untuk membangun
114
Penilaian Demokratisasi di Indonesia
organisasi-organisasi masyarakat yang berdaya. Pemerintah, melalui konsultasi dengan organisasi-organisasi masyarakat
sipil, sebaiknya menetapkan beberapa langkah yang mendorong kemandirian keuangan dan tingkat mobilisasi sumberdaya lokal
yang lebih besar. Hal ini akan mencakup pembebasan pajak pada sumbangan-sumbangan perseorangan atau perusahaan yang diberikan
untuk organisasi-organisasi masyarakat sipil dan bantuan yang ditujukan untuk yayasan yang didanai masyarakat setempat, juga bagi upaya
pengumpulan dana oleh masyarakat setempat , dan bagi usaha-usaha
lokal yang dijalankan oleh organisasi-organisasi masyarakat sipil. Pemerintah, melalui konsultasi dengan organisasi-organisasi masyarakat
sipil, sebagai bagian dari pengakuan identitas diri sebagai organisasi pembangunan masyarakat, mesti menetapkan kriteria yang lebih ketat
dan menuntut transparansi yang lebih besar soal pertanggungjawaban keuangan organisasi masyarakat sipil, sebagai imbalan dari pembiayaan
oleh pemerintah dan pemberian fasilitas bebas pajak. Sebuah “nilai sempurna” sebaiknya diberikan kepada seluruh
organisasi masyarakat sipil yang memenuhi kriteria manajemen dan pertanggungjawaban keuangan yang ketat. Skema ini sebaiknya
dibangun dari dalam komunitas organisasi-organisasi masyarakat sipil itu sendiri.
Organisasi-organisasi sipil sebaiknya membangun pusat pelatihan, atau unit-unit di dalam pusat pelatihan yang ada, untuk melatih
personel asosiasi dan ornop dalam memobilisasi sumber daya dan pertanggungjawaban setempat.
3.2.2. Kecakapan manajemen dan organisasi Organisasi-organisasi masyarakat sipil, baik asosiasi dan ornop, seringi dipandang
sebagai organisasi yang dijalankan berdasarkan pribadi daripada misi dan kepentingan, dan ini berpengaruh pada keanggotaan dan rekrutmen dan
program-program yang mereka jalankan. Hal ini juga berdampak pada reputasi organisasi-organisasi serupa itu dalam hubungannya dengan masyarakat dan
pemerintah, dan pada kesiapan masyarakat atau organisasi-organisasi setempat untuk mendukung pekerjaan mereka.
Ada dua bagian dalam masalah ini. Pertama berkaitan dengan pengelolaan governance dalam organisasi: siapa yang menjalankan, siapa yang memiliki, dan
tanggung jawab siapa. Bagian kedua adalah manajemen organisasi: apakah eisien dan efektif dan apakah mempunyai dampak atau tidak.
Secara umum disepakati di banyak negara, dan ditetapkan dalam hukum
115
Masyarakat Sipil
Indonesia, bahwa organisasi-organisasi yang dibangun oleh masyarakat sebaiknya memiliki dewan pengurus yang tidak secara pribadi memperoleh manfaat
dari organisasi dan yang menuntun kerja para manajer dan stafnya. Dewan Pengurus juga orang-orang yang bertanggung jawab atas organisasi. Prinsip
ini berlaku hanya sekadar tempelan saja di Indonesia dan banyak organisasi dijalankan oleh staf mereka.
Pada banyak organisasi masyarakat sipil yang berdasarkan misi sering terjadi pengabaian terhadap kecakapan manajemen profesional,
akibat buruk dari
budaya bisnis atau pemerintah yang sering dicemooh. Hasilnya sering berupa organisasi-organisasi yang berkomitmen dan punya antusiasme besar tapi
tidak bisa diperlihatkan benar-benar telah berprestasi banyak dalam usaha mewujudkan tujuan mereka.
Rekomendasi:
Semua organisasi masyarakat sipil sebaiknya diwajibkan menyatakan di depan umum tujuan mereka dan anggota-anggota Dewan Pengurus
mereka dan menghasilkan laporan kegiatan tahunan yang menerangkan apa yang telah mereka capai dan berapa banyak biaya yang mereka
keluarkan untuk melakukan hal itu. Semua organisasi masyarakat sipil yang pendapatannya di atas tingkat
tertentu sebaiknya diaudit tahunan oleh auditor independen dan mempublikasikan audit ini.
Organisasi-organisasi masyarakat sipil harus membentuk di antara mereka agen sertifikasi sendiri untuk mengembangkan kriteria
pengakuan kecakapan. Organisasi-organisasi sipil harus menetapkan sendiri standar dan tanda
penghargaan dan persetujuan bagi lembaga pelatihan yang kompeten untuk membangun kecakapan kepemimpinan dan manajemen untuk
masyarakat sipil. 3.2.3 Memperbaiki kecakapan advokasi
Sejak awal era transisi yang mengikuti jatuhnya Soeharto, baik asosiasi dan ornop telah melibatkan diri mereka sendiri secara luas dalam apa yang disebut advokasi.
Hal ini mencerminkan keinginan mereka untuk mendobrak hambatan-hambatan yang dibangun oleh Orde Baru dan desakan bagi terwujudnya pranata masyarakat
sipil dan pemerintahan yang lebih baik. Di satu sisi pendirian energik ini berarti demonstrasi tiada henti, sementara
pada sisi yang lain ini menimbulkan perkembangbiakan kertas-kertas kerja akademik. Seperti dinyatakan di awal makalah ini, peran yang paling berguna
bagi organisasi-organisasi masyarakat sipil adalah mendukung dan memperkuat
116
Penilaian Demokratisasi di Indonesia
pemerintahan yang memperkuat pranata-pranata masyarakat sipil, dan untuk selalu waspada supaya pranata-pranata masyarakat sipil tidak menyimpang dari
tujuan pro-demokratis mereka. Hal ini menghendaki organisasi-organisasi sipil membangun keahlian yang luas
di luar pelayanan jasa sederhana di satu sisi, dan berteriak asal-asalan di sisi lain. Organisasi-organisasi perlu mengetahui bagaimana mendidik diri mereka sendiri
mengenai isu-isu pemerintahan dan pembangunan dan mereka harus sanggup menganalisis kebijakan dan memikirkannya dari persepektif kaum miskin dan
tidak berdaya. Mereka harus dapat mengucapkan secara jelas tujuan mereka, untuk membangun koalisi masyarakat dan organisasi masyarakat yang kuat
dan untuk memahami bagaimana membuat argumentasi mereka baik kepada masyarakat dan tempat-tempat keputusan dibuat.
Karena satu dari langkah-langkah paling progresif yang dijalankan dalam masa transisi adalah desentralisasi kekuasaan pemerintahan dan sumber daya kepada
daerah-daerah, organisasi-organisasi masyarakat sipil perlu memahami bagaimana bekerja di bawah struktur baru ini sekaligus di tingkat nasional – yaitu, dengan
DPRD I pada tingkat propinsi dan DPRD II pada tingkat kabupaten atau kota, dan juga dengan DPR.
Rekomendasi:
DPR dan DPRD perlu memberitahukan dengan jelas kepada organisasi- organisasi masyarakat sipil tentang struktur mereka dan cara organisasi-
organisasi itu dapat berbicara dengan mereka. Organisasi masyarakat sipil perlu menghasilkan panduan bagi mereka
sendiri tentang bagaimana mengakses pengetahuan dan pengambilan keputusan yang mereka butuhkan untuk membuat masukan bagi
perdebatan lokal dan nasional. Organisasi masyarakat sipil perlu menjalani pelatihan advokasi untuk
memperbaiki kecakapan dan kemampuan mereka membangun koalisi untuk advokasi.
Organisasi masyarakat sipil juga perlu mengakui dan menyetujui kursus pelatihan untuk pelatihan advokasi.
3.2.4. Cakupan dan gambaran geograis Perkumpulan masyarakat yang ingin mendirikan badan berkeanggotaan sangat
besar tergantung antusiasme mereka yang punya visi awal untuk mewujudkan organisasi. Asosiasi sering dibentuk di sekitar isu-isu yang muncul dan atas
dasar inisiatif yang dinamis dan kepemimpinan yang kuat. Kreasi mereka
117
Masyarakat Sipil
sering kontekstual. Sama halnya, ornop tergantung individu atau sekelompok individu dengan
visi yang mampu meyakinkan pihak lain untuk bergabung. Karena organisasi- organisasi masyarakat sipil bermula dari mereka sendiri dan independen dari
kontrol luar, mereka hanya bisa hidup bila ada antusiasme yang cukup. Ini berarti mungkin saja daerah-daerah tertentu memiliki jumlah organisasi masyarakat sipil
yang lebih banyak daripada daerah yang lainnya. Tidak ada tekanan, atau tentu saja paksaan, bagi setiap organisasi tertentu
untuk memiliki landasan atau agenda nasional, atau untuk memiliki posisi yang kuat di tingkat lokal. Hal ini secara tak langsung berakibat kuat terhadap klaim
organisasi-organisasi masyarakat sipil untuk mewakili kepentingan masyarakat Indonesia. Bila asosiasi atau ornop tertentu hanya aktif di tempat tertentu, tentu
terlalu sombong mengklaim legitimasi nasional. Sepanjang dua tahun terakhir organisasi-organisasi masyarakat yang baru
bermunculan di seluruh negeri, sementara organisasi-organisasi yang hidup dalam bayang-bayang selama Orde Baru mengalami penyegaran kembali.
Tetapi pendanaan luar negeri, suatu aspek penting dari pertumbuhan organisasi masyarakat sipil, condong ke arah ornop besar dan yang berlokasi di kota-kota
utama. Para penyandang dana asing tampaknya lebih daripada yang lain dimotivasi oleh kenyamanan birokrasi.
Pengalaman lain dua tahun terakhir adalah pertumbuhan jaringan organisasi- organisasi masyarakat sipil, sering dihubungkan dengan perkembangan pesat
kemampuan e-mail. Namun kemampuan e-mail jelas mencerminkan tingkat
pendapatan yang relatif tinggi, yang seringkali dibiayai oleh pemasukan dana luar negeri.
Di Indonesia tidak ada wakil sektoral yang memadai dan suara bebas yang dapat mewakili sektor tertentu dari masyarakat sipil. Terdapat lembaga koordinasi
sektoral, dan ada lembaga yang disusun untuk menyalurkan dana, tetapi tidak ada satu pun organisasi yang berkomitmen untuk mewakili suatu sektor
dan bagaimana sektor tersebut dapat memperbaiki pengaruh dan akibatnya dalam negara.
Rekomendasi:
Organisasi masyarakat sipil sebaiknya menjelaskan siapa mereka kepada masyarakat dan pemerintah di tingkat nasional, propinsi,
dan kabupaten. Organisasi masyarakat sipil sebaiknya mendirikan badan koordinasi
bagi mereka sendiri pada tingkat nasional dan propinsi dan tingkat
118
Penilaian Demokratisasi di Indonesia
kabupaten. sambungan
Pemerintah sebaiknya mengajak badan-badan serupa itu berdiskusi tentang kebijakan dan perencanaan seperti mereka lakukan dengan
perwakilan komunitas bisnis.
3.3 Pemberdayaan Masyarakat Sipil pada Tingkat Desa