Otonomi Daerah dalam Menghadapi Kompetisi Global
Pembangunan Sosial-Ekonomi
139
meliputi semua bidang pemerintahan, kecuali otoritas atas politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan iskal, agama”, dan “wilayah
otoritas lainnya”. Namun, kata-kata di bagian akhir menandakan bahwa otoritas daerah diberikan
dengan syarat-syarat. Ayat 2 dari pasal yang sama menetapkan “wilayah otoritas lainnya” termasuk kebijakan-kebijakan yang terkait pada rencana nasional
dan pembangunan nasional di tingkat makro, perimbangan anggaran, sistem administrasi negara dan lembaga ekonomi negara, pemberdayaan sumber daya
manusia, sumber daya alam dan teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional.
Dispensasi otonomi setengah hati ini juga bisa dilihat dari esensi UU No. 251999, yang tidak sesuai dengan UU No. 22. Pemberian otoritas yang relatif
luas berdasarkan UU No. 22 tidak diikuti oleh perubahan mendasar untuk memperkuat kemampuan daerah dalam hal keuangan. Ini sebuah prasyarat
mutlak bagi otonomi daerah yang efektif di mana dua undang-undang ini memiliki bidang-bidang masing-masing dan saling mendukung satu sama lain. Sebelum
diajukan kepada parlemen, partai-partai yang terlibat dalam penyusunan undang- undang ini mestinya sudah mendiskusikannya untuk menjamin sebuah visi yang
sama, dan meletakkan kedua undang-undang ini agar harmonis sejak awal untuk mendukung tujuan yang sama dari pemberdayaan daerah.
Kerumitan masalah lebih nyata pada tahap penerapan. Otonomi dilimpahkan kepada kabupaten dan kota seperti yang tercantum dalam Pasal 11 Ayat 11:
“otoritas kabupaten dan kota meliputi semua otoritas di samping otoritas pengecualian dalam Pasal 7, dan diuraikan dalam Pasal 9”. Kerangka kerja
desentralisasi yang dibangun berdasarkan UU No. 22 dan 25 tidak memenuhi tuntutan otonomi yang lebih luas pada tingkat propinsi.