64
Penilaian Demokratisasi di Indonesia
Rekomendasi:
Amandemen terhadap Konstitusi harus memenuhi mayoritas 23 dari seluruh komposisi anggota parlemen dan jika ada dua parlemen, oleh
23 dari masing-masing parlemen. Piagam tentang “Hak-Hak dan Kewajiban Mendasar” tidak dapat
diamandemen atau dipersingkat tanpa suara mayoritas dari 23 seluruh komposisi parlemen dan jika ada dua parlemen, oleh 23 dari
masing-masing parlemen.
8. Kesimpulan
Konstitusi merupakan dokumen hidup dan mendapatkan roh dan maknanya dari konteksnya. Rekomendasi-rekomendasi dari laporan ini berusaha menimbang
ciri-ciri khas sistem politik Indonesia yang telah menghambat demokrasi di masa lampau dan akan terus begitu jika tidak diatasi. Tetapi konstitusi tidak hanya
harus dibangun dari masa lalu. Jika ia harus memberi arah nasib bangsa, ia juga harus mencerminkan masa depan.
Sidang MPR pada bulan Agustus 2000 memperkenalkan beberapa perubahan pada konstitusi namun menunda banyak keputusan reformasi konstitusional
sebelumnya. Perubahan itu meliputi: Pengakuan konstitusional tentang otonomi daerah dengan suatu keputusan
bahwa otonomi daerah akan diterapkan pada 1 Januari 2001. Melanjutkan perwakilan militer dalam MPR hingga tahun 2009, meskipun
militer tak lagi menikmati hak suara. Ada catatan penting tentang tak adanya dukungan parlemen bagi suatu inisiatif
untuk memperkenalkan syari’ah atau sistem hukum Islam di Indonesia. Patut
dicatat bahwa gagasan pemilihan presiden secara langsung didukung oleh anggota parlemen, tetapi dibatalkan dari agenda karena kurangnya dukungan dari faksi
parlemen yang paling besar. Kerangka waktu dan persyaratan bagi reformasi konstitusional masih berlaku.
Sementara hanya sedikit partai yang setuju perdebatan dan pemilihan tentang amandemen konstitusional, mayoritas kelihatan lebih suka mengamandemen
beberapa artikel kunci yang akan diamandemen tetapi menunda perdebatan
65
Konstitutionalisme dan Aturan Hukum
tentang topik-topik yang sensitif, dan pada isu-isu konstitusional yang lebih luas, di kemudian hari. Ada usulan bahwa reformasi mestinya diberlakukan bagi
Sidang MPR lima tahunan pada 2004, dan suatu rancangan hukum reformasi dipresentasikan oleh Komisi Nasional, yang ditunjuk oleh MPR, dalam suatu
periode antara satu-tiga tahun. Rekomendasi-rekomendasi mengenai persyaratan agar reformasi muncul baik
dari partai politik maupun dari media dan masyarakat sipil. Hal ini meliputi rekomendasi untuk mengembangkan suatu rancangan konstitusi melalui:
Suatu komisi nasional yang dipilih oleh MPR. Suatu kelompok kerja MPR yang dibimbing para ahli.
Suatu dewan konstituen yang terdiri atas anggota MPR, anggota masyarakat nonpartisan, dan pakar konstitusi.
Suatu mahkamah konstitusional yang akan memimpin proses perancan- gan.
Pihak-pihak pain yang lebih luas, di luar komisi parlementer, akan dilibatkan dalam proses pembuatan rancangan. Perkembangan terkiri memperkuat pandangan
bahwa isu-isu yang didiskusikan lewat proses konsultatif yang dituangkan dalam bab ini tetap valid dan menuntut kajian ulang dan konsultasi nasional yang
lebih mendalam. Sementara beberapa perubahan sesuai dengan reformasi yang direkomendasikan dalam laporan ini, yang lain tidak, seperti perwakilan militer
dalam legislatif yang masih dilanjutkan, meskipun sebagai anggota yang tak memiliki hak suara. Soal yang disebut terakhir ini mungkin memerlukan diskusi
dan konsultasi lebih lanjut. Laporan ini terus menggarisbawahi isu-isu penting yang harus diperhatikan oleh
Indonesia di luar struktur konstitusionalnya, lewat reformasi legislatif dan inisiatif kebijakan publik lain agar transisinya aman dan demokrasinya terkonsolidasi.
Memastikan otonomi daerah berjalan adalah kewajiban. Begitu pula halnya, mendeinisikan ulang hubungan sipil-militer, memperkuat peran masyarakat
sipil dan peran perempuan. Mengingat krisis ekonomi yang dihadapi Indonesia, demokrasi tidak akan
berarti bagi masyarakat Indonesia kecuali isu-isu kemiskinan, ketidakadilan, dan perkembangan ekonomi ditempatkan bersamaan dengan reformasi politik. Lebih
lanjut lagi, jaringan sosial Indonesia terus-menerus ditantang, lewat pertikaian agama yang berlanjut dan konfrontasi etno-religius dan hal ini harus diselesaikan
untuk menjamin perdamaian dan stabilitas. Laporan ini mencakupi diskusi-diskusi tentang isu-isu ini sebagai bagian
66
Penilaian Demokratisasi di Indonesia
dari perdebatan yang terus-menerus tentang pengelolaan aspek kritis dan integral terhadap agenda reformasi. Para peserta yang datang bersama-sama
untuk menjelaskan analisis dan rekomendasi-rekomendasi ini bagi sebuah agenda reformasi mengakui bahwa membangun demokrasi adalah upaya yang
lambat, seumur hidup, dan bahwa reformasi demokratis tak dapat secara cepat terkonsolidasi. Meski demikian, beberapa tujuan strategis bisa dipenuhi untuk
mendukung reformasi demokratis. Di antara tujuan-tujuan strategis ini termasuk reformasi hukum dan konstitusional.
Para peserta yang datang bersama-sama pada Forum untuk Reformasi Demokratis ini mendukung langkah-langkah untuk membuat proses perencanaan, revisi, dan
perdebatan Konstitusi sebagai suatu proyek nasional. Hal ini akan mengharuskan seluruh orang Indonesia fokus pada agenda jangka panjang pembangunan dan
politik yang disandarkan pada prinsip-prinsip demokratis. Dengan momentum yang kini ada, terbuka suatu kesempatan yang unik dan untuk mengajak semua
orang mendiskusikan isu-isu penting dan menyumbang proses demokratisasi di Indonesia.
Bab ini dihimpun oleh anggota-anggota Forum untuk Reformasi Demokratis dan disampaikan kepada Panitia
Ad Hoc Amandemen UUD PAH I MPR selama sidang pertama di bulan Agustus 2000. Jelas, Indonesia berada pada
pintu masuk perdebatan tentang reformasi konstitusional. Diharapkan, bab ini akan memberikan sumbangan bagi dialog publik yang lebih luas mengenai
reformasi politik dan konstitusional.
67
Otonomi Daerah
Otonomi Daerah
68
Penilaian Demokratisasi di Indonesia
69
Otonomi Daerah
Otonomi Daerah
1. Latar Belakang