118
Penilaian Demokratisasi di Indonesia
kabupaten. sambungan
Pemerintah sebaiknya mengajak badan-badan serupa itu berdiskusi tentang kebijakan dan perencanaan seperti mereka lakukan dengan
perwakilan komunitas bisnis.
3.3 Pemberdayaan Masyarakat Sipil pada Tingkat Desa
Datangnya otonomi daerah dan perubahan politik lainnya sejak berakhirnya Orde Baru telah menggantikan UU No. 51974 yang meliputi pemerintahan desa, tetapi
pengaruhnya masih dirasakan di dalam masyarakat Indonesia. Undang-undang ini merusak karena menghancurkan adat lokal kebiasaan berdasarkan pada adat
lokal, seringkali agama dan menggantikannya dengan struktur pengambilan keputusan dan pelaksanaan yang secara seragam diterapkan di seluruh Indonesia,
walaupun ada perbedaan-perbedaan lokal yang penting. Sebagai contoh, struktur lurah kepala desa atau daerah kota kecil dipaksakan di mana-mana, tidak hanya di
daerah tempat ia cocok dengan struktur pengambilan keputusan lokal. Segera sesudah pengalaman negatif seperti itu selama Orde Baru, perlu untuk
menentukan lembaga dan saluran mana yang dapat digunakan secara efektif oleh masyarakat untuk mencapai pembuat keputusan. Saluran-saluran seperti
itu penting karena mereka berhubungan dengan kepentingan masyarakat pada tingkat yang lebih rendah seperti petani, pengusaha kecil, ibu rumah tangga,
buruh, buruh industri tingkat rendah, dan guru. Orang-orang serupa itu merupakan mayoritas di dalam masyarakat, tetapi kurang
terwakili dalam proses politik. Jadi muncul semacam perasaan terasing di antara mereka dan proses politik, karena lembaga-lembaga independen dan informal
yang mewakili kepentingan khas mereka digantikan oleh lembaga-lembaga formal dan resmi seperti Rukun Tetangga RT dan Rukun Warga RW, unit
adminstrasi terendah dan kedua terendah bagi daerah pemukiman secara berturut-turut, serta Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa LKMD. Walaupun
semua ini telah diganti di atas kertas, banyak yang tidak yakin apa yang sebaiknya terjadi di lapangan.
Pada saat yang sama, partai-partai politik dan DPRD pada tingkat kabupaten tidak siap dan secara strutural tidak sesuai untuk melayani kepentingan masyarakat.
Organisasi-organisasi masyarakat sipil seperti serikat-serikat buruh, organisasi pemuda dan serikat guru yang bekerja begitu lama di bawah dominasi Orde Baru
belum mampu mengambil alih peran ini secara efektif. Pengalaman dikooptasi secara politik oleh Orde Baru membuat masyarakat
119
Masyarakat Sipil
terbiasa mengikuti pendekatan dari atas yang dimanipulasi oleh pegawai negeri di tingkat desa, daripada berusaha memobilisasi sumberdaya mereka sendiri untuk
mengontrol kebijakan pemerintah. Tetapi, tradisi lama dan lebih demokratis tetap berada di sana dan dapat disegarkan,
segera sesudah sisi buruk Orde Baru dihilangkan baik secara de jure maupun de fakto. Tradisi ini akan berbeda di setiap budaya di Indonesia, tetapi hampir
setiap budaya mempunyai forum yang setara dengan pertemuan desa untuk mendiskusikan isu-isu saat ini dan masa depan komunitas. Lembaga informal dan
tradisional ini berasal dari tingkat rakyat biasa yang perlu diberdayakan sebagai imbangan terhadap wewenang negara.
Rekomendasi:
Lumbung desa, rembuk desa, musyawarah bangunan dan kelompok- kelompok informal lainnya pada tingkat desa, yang keanggotaannya
terdiri atas pemimpin terkemuka dan agama setempat yang bertanggung jawab atas urusan masyarakat, sebaiknya diperkuat dan diberdayakan.
Tugas utama mereka adalah mengkomunikasikan harapan-harapan masyarakat kepada pengambil keputusan di luar mereka, terutama
pemerintah. Pranata-pranata formal dan resmi seperti LKMD, RT, RW, lurah, dan
camat kepala kecamatan perlu dijaga tetapi fungsi-fungsi mereka sebaiknya lebih sebagai saluran suara-suara masyarakat. Kelompok-
kelompok informal seperti lumbung desa sebaiknya menjadi badan pengontrol bagi lembaga-lembaga resmi.
Partai-partai politik sebaiknya meyakinkan bahwa kader-kader mereka bekerja melalui saluran-saluran seperti itu pada tingkat desa.
3.4. Peran Partai-Partai Politik dalam Masyarakat Sipil