Mekanisme Institusional untuk Mengedepankan Perempuan

183 G e n d e r desa adalah perempuan. Menambah jumlah perempuan yang ada di dalam badan-badan keputusan dan pembuatan kebijakan bisa membantu banyak dalam memperbaiki partisipasi politik perempuan. Strategi-strategi yang dapat menghasilkan dengan segera perbaikan perwakilan politik perempuan adalah sistem kuota dan program- program tindakan airmatif lainnya. Kelompok kerja ini telah mengemukakan bahwa jika sistem pemilu Indonesia adalah salah satu bentuk pemilu dengan sistem distrik, kesempatan bagi perempuan akan menjadi lebih besar. Namun hal tersebut sama sekali tidak mengurangi kekuatan dari sistem paternalistik. Di tingkat kementerian, kelompok kerja ini juga menunjukkan adanya kementerian yang “tipikal milik perempuan” seperti Departemen Pendidikan dan Departemen Kesehatan. Feminisasi jabatan-jabatan dalam kabinet telah diperluas sampai pada posisi seperti Menteri Sosial dan Menteri Urusan Peranan Perempuan, yang baru-baru ini telah diganti menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Hal ini mengukuhkan persepsi tentang peran dan tanggung jawab tertentu perempuan. Rekomendasi: Partai-partai politik mengambil kepemimpinan dalam memperkenalkan sistem kuota untuk meningkatkan jumlah perempuan dalam pemilu mendatang. Menyesuaikan peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur dalam pranata yang menciptakan suasana yang lebih netral gender. Menyediakan pelatihan bagi anggota parlemen yang ada saat ini untuk menjadikan mereka lebih efektif dan sekaligus menjadi contoh penyambung aspirasi yang baik. Pelatihan haruslah ditujukan pada aspek-aspek khusus seperti presentasi, dampak bahasa, jaringan dengan media, dan dalam mengawasi anggota baru dalam parlemen. Menyediakan pelatihan peka gender bagi anggota parlemen laki-laki. Memastikan keberadaan perwakilan perempuan dan perspektif gender dalam seluruh proses pembuatan kebijakan.

3.3 Mekanisme Institusional untuk Mengedepankan Perempuan

Mekanisme negara yang utama untuk memajukan perempuan adalah Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Namun cara ini pun telah dikeluhkan kemampuannya karena kementerian negara tidak memiliki alokasi anggaran 184 Penilaian Demokratisasi di Indonesia ataupun kekuasaan riil pembuatan kebijakan. Saat ini, kurang dari setengah persen anggaran nasional yang dialokasikan khusus untuk perempuan. Gender mainstreaming arus utama gender di semua departemen telah dimulai tetapi masih di tingkat yang sangat dini. Ini perlu dipercepat dan didukung oleh masyarakat meski dampaknya perlu juga diawasi. Untuk itu dibutuhkan pelatihan dan ahli-ahli untuk menilai kemajuan program-program itu. Kelompok kerja juga menunjukkan bahwa kewajiban gender mainstreaming telah tertulis sebagai mandat dari masing-masing menteri, tetapi kesadaran yang ada masih sangat sedikit dan juga tidak digunakan untuk mendorong kesetaraan gender. Mekanisme kepranataan untuk memastikan kesetaraan gender juga perlu dimasukkan dalam peraturan otonomi daerah. Rekomendasi : Meningkatkan kekuasaan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan termasuk kekuasaan dalam pembuatan kebijakan. Menunjuk penasihat khusus gender bagi presiden, yang mungkin saja adalah Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, untuk memastikan akses dan tanggung jawab yang konsisten pada lembaga tertinggi pembuat kebijakan di negara ini terhadap isu gender. Meningkatkan alokasi anggaran untuk kementerian negara untuk memastikan kementeritaan tersebut dapat dimanfaatkan secara efektif dengan melaksanakan program-program gendernya. Mempercepat gender mainstreaming dalam departemen-departemen, khususnya di daerah-daerah. Gender-mainstreaming di semua cetak biru pemerintah Rencana Induk Pembangunan Nasional RIPNAS dan Program Pembangunan Nasional PROPENAS untuk memastikan adanya kepekaan gender pada rekomendasi-rekomendasi kebijakan dan implementasinya. Menciptakan dan memperkuat mekanisme nasional dengan lembaga pemerintah lainnya dan lembaga nonpermerintah untuk memastikan pengawasan terhadap gender mainstreaming, misalnya dengan menciptakan komisi nasional untuk kesetaraan gender yang memiliki kewenangan untuk mengkritisi dan merekomendasikan alternatif-alternatif kebijakan.

3.4 Perempuan, Kemiskinan dan Ekonomi