Peran Partai-Partai Politik dalam Masyarakat Sipil

119 Masyarakat Sipil terbiasa mengikuti pendekatan dari atas yang dimanipulasi oleh pegawai negeri di tingkat desa, daripada berusaha memobilisasi sumberdaya mereka sendiri untuk mengontrol kebijakan pemerintah. Tetapi, tradisi lama dan lebih demokratis tetap berada di sana dan dapat disegarkan, segera sesudah sisi buruk Orde Baru dihilangkan baik secara de jure maupun de fakto. Tradisi ini akan berbeda di setiap budaya di Indonesia, tetapi hampir setiap budaya mempunyai forum yang setara dengan pertemuan desa untuk mendiskusikan isu-isu saat ini dan masa depan komunitas. Lembaga informal dan tradisional ini berasal dari tingkat rakyat biasa yang perlu diberdayakan sebagai imbangan terhadap wewenang negara. Rekomendasi: Lumbung desa, rembuk desa, musyawarah bangunan dan kelompok- kelompok informal lainnya pada tingkat desa, yang keanggotaannya terdiri atas pemimpin terkemuka dan agama setempat yang bertanggung jawab atas urusan masyarakat, sebaiknya diperkuat dan diberdayakan. Tugas utama mereka adalah mengkomunikasikan harapan-harapan masyarakat kepada pengambil keputusan di luar mereka, terutama pemerintah. Pranata-pranata formal dan resmi seperti LKMD, RT, RW, lurah, dan camat kepala kecamatan perlu dijaga tetapi fungsi-fungsi mereka sebaiknya lebih sebagai saluran suara-suara masyarakat. Kelompok- kelompok informal seperti lumbung desa sebaiknya menjadi badan pengontrol bagi lembaga-lembaga resmi. Partai-partai politik sebaiknya meyakinkan bahwa kader-kader mereka bekerja melalui saluran-saluran seperti itu pada tingkat desa.

3.4. Peran Partai-Partai Politik dalam Masyarakat Sipil

Dalam literatur tradisional pada masyarakat sipil, partai-partai politik tidak dipikirkan menjadi bagian dari masyarakat sipil. Mereka adalah rezim atau mereka adalah “pemerintah yang menunggu”, berharap untuk dipilih. Dikesankan bahwa partai-partai politik didorong oleh keinginan untuk memerintah daripada keinginan untuk bergabung demi tujuan umum seperti yang dikerjakan organisasi- organisasi masyarakat sipil. Tetapi partai-partai politik juga merupakan alat untuk menyalurkan aspirasi masyarakat dan jika mereka tidak dapat menunjukkan fungsi ini, masyarakat sipil juga yang kalah. Di Indonesia, partai-partai politik pada saat ini sangat tidak mengakomodasi 120 Penilaian Demokratisasi di Indonesia aspirasi masyarakat dan memberikan kontribusi bagi masyarakat dalam sikap yang independen dan kritis. Kerap dipahami mereka mirip oligarki dalam struktur dan kepemimpinan, putus hubungan dari pemilihnya, dan tidak dapat menyuarakan aspirasi sejati para pendukungnya dari “akar rumput”. Penting untuk membicarakan apa yang perlu dilakukan untuk membuat partai-partai politik lebih memikirkan keinginan organisasi-organisasi masyarakat tersebut yang memberi sumbangan bagi masyarakat sipil. Masalah sistem partai pada saat ini dapat dimaklumi jika dilihat dari sejarah politik Indonesia. Sistem itu diselewengkan oleh Orde Baru dan Demokrasi Terpimpin Soekarno sebelum itu. Partai-partai seperti Masyumi dan kemudian Partai Komunis Indonesia dilarang, sementara yang diizinkan hidup dipaksa ke dalam koalisi yang tidak wajar. Pemerintah ikut campur dengan bebas dalam urusan-urusan partai dan mengadopsi teori “massa mengambang” yang melarang organisasi-organisasi partai dan kegiatan-kegiatan pada tingkat terendah sekalipun, yang sebenarnya menjauhkan partai-partai dari basis massanya. Melihat sejarah ini, semua yang telah dicapai oleh partai-partai politik sejak jatuhnya Soeharto memang mengesankan. Pada saat yang sama, sekalipun dimaklumi, persoalan-persoalan yang begitu besar. Perkembangan partai-partai harus dihadapi. Unsur-unsur lain dalam sistem pemilihan umum, terutama aturan tentang pembiayaan dan tata cara kampanye, akan menjadi penting bagi pembangunan partai-partai di tahun-tahun mendatang. Desain unsur-unsur lain dalam sistem politik, termasuk bentuk pemerintahan dan hubungan antara pemerintah daerah dan pusat, akan menjadi penentu pembentukan partai politik. Kelompok-kelompok masyarakat sipil dan individu-individu telah memilih jalan yang berbeda yang berhubungan dengan partai-partai politik pasca-Soeharto. Sementara mayoritas besar kelompok masyarakat sipil dan individu-individu memilih untuk tetap mempertahankan otonomi mereka dan tetap independen terhadap partai-partai, banyak individu yang keluar dari ornop-ornop dan gerakan sosial, terutama gerakan mahasiswa, ikut ambil bagian aktif mendirikan partai-partai baru. Hubungan antara organisasi masyarakat sipil dan partai politik berbeda dari satu negara ke negara lain. Ketika wacana masyarakat sipil di Eropa dan Amerika Utara condong menentang ornop dan kelompok gerakan sosial yang berpartisipasi dalam partai, kelompok-kelompok yang sama memainkan peran kunci dalam membangun partai-partai politik baru di Amerika Latin dan tempat-tempat lain. Di Filipina, sebagai contoh, gerakan sosial dan ornop aktif di dalam partai. Di Indonesia, kelemahan gerakan sosial mengharuskan ornop berkonsentrasi saat ini untuk membantu membangun organisasi-organisasi rakyat yang kuat. 121 Masyarakat Sipil Rekomendasi: Partai-partai politik dan DPR sebaiknya bekerja dengan masyarakat sipil untuk menyusun kembali sistem partai dengan mengurangi jumlah partai politik. Partai-partai politik dan DPR sebaiknya bekerja dengan masyarakat sipil untuk mendorong partai-partai politik menjadi lebih bertanggung jawab dalam mengungkapkan identitas dan kebijakan mereka, merekrut kandidat-kandidat, dan berkomunikasi dengan rakyat biasa. Partai-partai politik dan DPR sebaiknya membuat struktur yang akan mengontrol mekanisme pendanaan partai-partai politik. Para pemimpin partai-partai politik sebaiknya mengubah orientasi mereka dari hanya mencari kekuasaan ke keterlibatan dengan isu-isu. Hal ini perlu dilakukan, khususnya, dengan cara berkomunikasi dengan para pemilih mereka. 3.5 Peran Media dalam Pemberdayaan Masyarakat Sipil Media merupakan salah satu lembaga demokrasi dan masyarakat sipil yang terpenting. Namun, media dikontrol secara ketat selama Orde Baru. Karena itu, kebebasan pers sekarang yang berdasarkan UU Pers 1998 adalah pengalaman baru yang kadang-kadang membawa persoalan-persoalan baru. Di waktu lalu, pemerintah mengontrol pers dengan menekankan “tanggung jawab” pers kepada masyarakat. Sekarang, pers itu sendiri harus mendefinisikan tanggung jawab ini. Dalam kebebasan pers yang baru ditemukan ini, adalah tugas setiap wartawan Indonesia untuk menghadirkan kebenaran selama memungkinkan dan obyektif. Tidak semua wartawan berkerja sesuai dengan standar yang tinggi ini. Beberapa siap menuliskan apa pun yang diinginkan oleh mereka yang mampu membayar, sementara tidak semua wartawan mempunyai akses bebas terhadap informasi dan saluran-saluran ke sumber-sumber informasi seperti itu. Kebebasan media tidak dapat hidup tanpa akses yang bebas terhadap informasi. Walaupun ada undang-undang yang menetapkan kebebasan informasi, terdapat beberapa pembatasan juga, terutama tentang akses ke badan-badan pemerintah. Persoalan-persoalannya ada pada pegawai-pegawai pemerintah yang mendua mengenai penyediaan informasi. Mereka enggan memberitahukan dan menerapkan undang-undang itu karena mereka telah lama diajarkan untuk menjauhkan informasi dari masyarakat dan sekarang mereka tiba-tiba diperintahkan untuk memberikan akses terbuka terhadap informasi. Tetapi dari perspektif pegawai pemerintah, membagi 122 Penilaian Demokratisasi di Indonesia informasi berarti membagi kekuasaan. Karena itu penting sekali seluruh pihak yang terlibat mengakui hak-hak masyarakat terhadap pengetahuan dan informasi lebih penting daripada hak-hak pemerintah untuk menahan informasi. Masyarakat mempunyai hak untuk mengetahui apa yang pemerintah sedang lakukan dan rencanakan. Salah satu syarat yang paling penting dari media dalam demokrasi adalah kerangka peraturan yang menjamin kebebasan pers dan akses terhadap informasi dan mengatur hubungan antara wartawan dan pemilik media. Terdapat dua pilihan: undang-undang pers yang baru dapat diajukan yang memperkuat kebebasan pers, atau menjamin kebebasan pers yang dapat dimasukkan ke dalam konstitusi. Rekomendasi: Mengajukan Undang-undang Pers baru melalui proses yang terbuka dan transparan. Masyarakat perlu mengetahui siapa yang terlibat di dalam proses pembuatan undang-undang dan peraturan apa yang sedang diusulkan. Kebebasan pers sebaiknya dilindungi dari setiap tindakan sepihak yang dilakukan oleh pemerintah dan pemilik media. Undang-undang Pers penting untuk melindungi wartawan dari setiap bentuk intimidasi akibat amarah anggota-anggota masyarakat. Agar media yang kuat dan independen berkembang, undang-undang pers perlu berjalan bersama dengan undang-undang yang menjamin akses yang bebas terhadap informasi.

3.6 Peran Pendidikan dalam Pemberdayaan Masyarakat Sipil