Pengelolaan sumber daya perikanan yang optimal

kondisi aktual, jarang sekali terjadi pemanfaatan SDI pada penangkapan maupun effort yang optimal, padahal dengan melakukan pemanfaatan pada tingkat optimal inilah maka perikanan tangkap akan lestari. Menurut Hartwick 1990, pengetahuan mengenai perbedaan antara tingkat tangkapan dan upaya aktual dan optimal sangat diperlukan bagi penentu kebijakan, untuk menyesuaikan kebijakan tangkap agar dapat meminimalisasi opprotunity cost dalam bentuk ekonomi optimal yang lestari, yang hilang karena memanfaatkan SDI pada tingkat saat ini. Pemanfaatan optimal dari SDI sepanjang waktu, pada dasarnya dapat diketahui dengan menggunakan teori kapital ekonomi sumber daya yang dikembangkan oleh Clark dan Munro 1975. Analisis dilakukan menggunakan dua nilai discount rate yang berbeda yaitu market discount rate 15 dan real discount rate 4.94 dengan pemecahannya menggunakan formula 3.36 dan formula 3.37 serta alat bantu analitik melalui program MAPLE. Hasil perhitungan depresiasi untuk penangkapan ikan pelagis kecil disajikan dalam Lampiran 24. Dari data dalam Lampiran 24 tersebut terlihat bahwa apabila SDI pelagis kecil akan dikelola secara optimal pada discount rate 15 maka nilai optimal biomas x harus berada pada 3 426.28 tontahun, dan hasil produksi tangkapan secara optimal h sebesar 3 326.19 tontahun serta input optimal E pada effort 5 342 triptahun. Selanjutnya apabila SDI pelagis kecil akan dikelola secara optimal pada real discount rate 4.94 maka nilai optimal biomas x harus berada pada 3 620.33 tontahun, dan hasil produksi tangkapan secara optimal h sebesar 3 287.57 tontahun serta input optimal E pada effort 4 998 triptahun. Penelitian ini juga menganalisis pengelolaan optimal ikan pelagis besar yang disajikan dalam Lampiran 25. Dari data dalam Lampiran 25 tersebut terlihat bahwa apabila SDI pelagis besar akan dikelola secara optimal pada discount rate 15 maka nilai optimal biomas x harus berada pada 983.34 tontahun, dan hasil produksi tangkapan secara optimal h sebesar 891.90 tontahun serta input optimal E pada effort 1 193 triptahun. Selanjutnya apabila SDI pelagis besar akan dikelola secara optimal pada real discount rate 4.94 maka nilai optimal biomas x harus berada pada 1 010.13 tontahun, dan hasil produksi tangkapan secara optimal h sebesar 870.29 tontahun serta input optimal E pada effort 1 133 triptahun. Hasil penelitian untuk jenis ikan pelagis kecil dan pelagis besar menunjukkan bahwa pada real discount rate dari Kula 4.94 memerlukan input yang le bih rendah untuk menghasilkan optimal yield. Namun sebaliknya pada market discount rate 15 diperlukan input level yang tinggi tetapi menghasilkan optimal biomass yang lebih rendah dari real discount rate. Secara umum dapat dikatakan bahwa pada tingkat discount rate yang lebih rendah konservatif dapat memnghasilkan optimal biomass jauh lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan discount rate yang lebih besar ekstraktif. Pada tingkat effort optimal yang rendah, maka eksploitasi SDI juga akan rendah, dengan demikian penambahan biomass akan terjadi dan mendorong terjadinya penangkapan yang lebih produktif serta mendorong meningkatkan optimal yield dalam suatu proses penangkapan. Artinya semakin tinggi discount rate akan mendorong tingkat eksploitasi sumber daya lebih ekstraktif sehingga akan mempertinggi tekanan terhadap sumber daya pada gilirannya akan mempercepat laju degradasi yang berdampak kepada kepunahan. Hasil ini sejalan dengan pernyataan beberapa peneliti terdahulu yaitu nilai discount rate yang lebih tinggi akan menyebabkan peningkatan laju optimal dan eksploitasi sumber daya terbarukan, dengan demikian kemungkinan akan terjadi kepunahan semakin besar Clark 1971 dikutip oleh Hanesson 1987; Anna 2003. SDI memiliki fungsi pertumbuhan berbentuk cembung concave, discount rate yang lebih tinggi akan menyebabkan stock biomass menjadi lebih sedikit Efrizal 2005. Selain itu, discount rate juga mengekspresikan opportunity cost dari kapital untuk diinvestasikan pada peralatan produksi. Semakin tinggi discount rate akan menyebabkan biaya produksi production cost menjadi lebih tinggi Anna 2003; Efrizal 2005. Implikasinya akan mendorong terjadinya cara-cara pemanfaatan SDI yang tidak ramah lingkungan. Kondisi ini dapat diperparah dengan keterbatasan pasar bagi nelayan di Kepulauan Sangihe, sehingga pilihan untuk melakukan upaya ke arah fishing ground lebih jauh dari wilayah pesisir semakin dipertimbangkan oleh mereka. Dengan mengetahui nilai optimal ketiga variabel tersebut, maka akan dapat dibandingkan kondisi pengelolaan SDI yang dianalisis dalam penelitian pada kondisi aktual, lestari maupun optimal. Perbandingan dari sisi produksi aktual, lestari, dan produksi optimal pada tingkat discount rate 15 dan discount rate 4.94 untuk ikan pelagis kecil dan ikan pelagis besar disajikan dalam Gambar 16 dan Gambar 17. Gambar 16 Perbandingan produksi aktual, lestari dan produksi optimal ikan pelagis kecil pada market discount rate 15 persen dan real discount rate 4.94 persen Gambar 17 Perbandingan produksi aktual, lestari dan produksi optimal ikan pelagis besar pada market discount rate 15 dan real discount rate 4.94. Jika SDI pelagis kecil dikelola secara optimal maka produksi harus mengikuti trajektori optimal dengan input level yang sesuai dengan perhitungan pada market discount rate 15 maupun pada real discount rate 4.94, akan diperoleh nilai keuntungan optimal yang dapat diukur dengan harga saat ini present value sebagaimana disajikan dalam Tabel 36. Dari Tabel 36 terlihat bahwa keuntungan secara optimal optimal rent dalam pengelolaan SDI pelagis kecil selama 20 tahun 1988-2007 periode pengamatan rata-rata sebesar Rp. 11.78 miliartahun pada market discount rate 15 dan Rp. 11.82 miliartahun pada real discount rate 4.94. Nilai keuntungan ini apabila diukur dengan present value diperoleh masing-masing Rp. 78.53 miliartahun dan Rp. 78.79 miliartahun. Tabel 36 Optimal rent dan present value pengelolaan ikan pelagis kecil Tahun Optmal rent Present value δ = 15 Juta Rp δ = 4.94 Juta Rp δ = 15 Juta Rp δ = 4.94 Juta Rp 1988 6 512.40 6 533.83 43 416.02 43 558.84 1989 6 543.45 6 564.97 43 622.97 43 766.47 1990 7 059.73 7 082.96 47 064.88 47 219.70 1991 7 770.44 7 796.00 51 802.95 51 973.37 1992 8 370.05 8 397.59 55 800.36 55 983.93 1993 9 327.47 9 358.16 62 183.15 62 387.71 1994 9 670.57 9 702.39 64 470.50 64 682.58 1995 10 451.54 10 485.92 69 676.93 69 906.14 1996 10 958.02 10 994.07 73 053.49 73 293.81 1997 13 859.69 13 905.28 92 397.91 92 701.86 1998 13 923.41 13 969.21 92 822.70 93 128.05 1999 14 364.54 14 411.79 95 763.58 96 078.60 2000 14 735.41 14 783.89 98 236.09 98 559.25 2001 15 310.52 15 360.88 102 070.12 102 405.89 2002 16 075.14 16 128.03 107 167.63 107 520.17 2003 16 223.82 16 277.19 108 158.82 108 514.62 2004 16 316.95 16 370.63 108 779.67 109 137.51 2005 16 325.12 16 378.82 108 834.13 109 192.15 2006 16 338.19 16 391.94 108 921.27 109 279.58 2007 18 437.65 18 498.30 122 917.65 123 322.00 GEOMN 11 779.44 11 818.19 78 529.61 78 787.95 Selain perikanan pelagis kecil, keuntungan optimal juga diukur dalam pengelolaan ikan pelagis besar sebagaimana disajikan dalam Tabel 37. Dari Tabel 37 menunjukkan nilai keuntungan optimal yang diperoleh lebih rendah dalam pengelolaan pelagis besar cakalang, tuna, dan cucut yang diperoleh oleh nelayan yaitu Rp 5.71 miliartahun pada market discount rate 15 dan Rp. 5.64 miliartahun pada real discount rate 4.94 . Nilai keuntungan ini apabila diukur dengan present value diperoleh masing masing Rp. 38.09 miliartahun dan Rp. 37.59 miliartahun. Tabel 37 Optimal rent dan present value pengelolaan ikan pelagis besar Sejalan dengan pengelolaan optimal, maka penataan input level untuk pengelolaan ikan pelagis kecil dan pelagis besar perlu dilakukan. Oleh karena itu diperlukan pengkajian effort Tahun Optimal rent Present value δ = 15 Juta Rp δ = 4.94 Juta Rp δ = 15 Juta Rp δ = 4.94 Juta Rp 1988 3 158.57 3 117.88 21 057.16 20 785.89 1989 3 173.63 3 132.75 21 157.53 20 884.97 1990 3 424.03 3 379.92 22 826.89 22 532.83 1991 3 768.73 3 720.19 25 124.90 24 801.23 1992 4 059.55 4 007.26 27 063.68 26 715.04 1993 4 523.91 4 465.63 30 159.39 29 770.87 1994 4 690.32 4 629.89 31 268.77 30 865.96 1995 5 069.09 5 003.79 33 793.94 33 358.60 1996 5 314.74 5 246.27 35 431.60 34 975.16 1997 6 722.07 6 635.48 44 813.81 44 236.51 1998 6 752.98 6 665.98 45 019.84 44 439.89 1999 6 966.93 6 877.18 46 446.19 45 847.86 2000 7 146.81 7 054.74 47 645.38 47 031.61 2001 7 425.74 7 330.08 49 504.92 48 867.19 2002 7 796.59 7 696.15 51 977.26 51 307.68 2003 7 868.70 7 767.33 52 458.00 51 782.22 2004 7 913.87 7 811.92 52 759.11 52 079.46 2005 7 917.83 7 815.83 52 785.53 52 105.53 2006 7 924.17 7 822.09 52 827.79 52 147.25 2007 8 942.42 8 827.23 59 616.16 58 848.17 GEOMN 5 713.13 5 639.54 38 087.57 37 596.92 aktual dan optimal serta sustainable rent dan optimal rent. Data perbandingan effort aktual dan optimal ikan pelagis kecil disajikan pada Tabel 38. Tabel 38 menunjukkan bahwa pengelolaan ikan pelagis kecil memerlukan penurunan input level dari setiap effort sebesar 46 dari effort yang ada saat ini. Penurunan effort dimaksud akan menaikan pendapatan sekitar 17 dari pendapatan yang diterima saat ini. Tabel 38 Persentase perbedaan effort dan rent dari optimal dan lestari ikan pelagis kecil Selanjutnya hal yang sama juga digunakan dalam perhitungan penangkapan ikan pelagis besar sebagaimana disajikan dalam Tabel 39. Tabel 39 menunjukkan bahwa penurunan level input dari 2 284 triptahun menjadi 1 193 triptahun atau diturunkan sekitar 91 diyakini akan meningkatkan penerimaan dari Rp. 4.03 miliartahun meningkat menjadi Rp. 5.71 miliartahun Tahun Std Effort trp Opt Effort trip Sust Rent Rp.Juta Opt rent Rp Juta Perbedaan Effort Rent 1988 6 335 5 343 6 272.61 6 512.40 -18.56 3.68 1989 8 050 5 343 5 426.27 6 543.45 -50.66 17.07 1990 8 231 5 343 5 728.34 7 059.73 -54.05 18.86 1991 7 747 5 343 6 665.75 7 770.44 -44.98 14.22 1992 7 273 5 343 7 522.57 8 370.05 -36.11 10.13 1993 7 949 5 343 7 824.87 9 327.47 -48.78 16.11 1994 10 576 5 343 5 251.96 9 670.57 -97.94 45.69 1995 9 187 5 343 7 409.17 10 451.54 -71.95 29.11 1996 8 310 5 343 8 803.60 10 958.02 -55.54 19.66 1997 7 367 5 343 12 349.29 13 859.69 -37.87 10.90 1998 7 870 5 343 11 784.59 13 923.41 -47.30 15.36 1999 8 048 5 343 11 913.67 14 364.54 -50.64 17.06 2000 9 772 5 343 9 444.62 14 735.41 -82.90 35.91 2001 12 031 5 343 5 487.15 15 310.52 -125.18 64.16 2002 5 705 5 343 15 929.47 16 075.14 -6.77 0.91 2003 7 022 5 343 14 898.72 16 223.82 -31.42 8.17 2004 6 647 5 343 15 410.48 16 316.95 -24.41 5.56 2005 6 724 5 343 15 335.80 16 325.12 -25.85 6.06 2006 5 523 5 343 16 275.71 16 338.19 -3.37 0.38 2007 5 571 5 343 18 343.79 18 437.65 -4.28 0.51 RATA2 7 797 5 343 10 403.92 12 428.71 -45.93 16.97 atau meningkat sekitar 30. Artinya dari dua fenomena ini terlihat bahwa penurunan level effort dalam pengelolaan yang optimal merupakan suatu solusi yang terbaik dalam pengelolaan perikanan di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Tabel 39 Persentase perbedaan effort dan rent dari optimal dan lestari ikan pelagis besar Penurunan effort ini perlu disertai dengan kehati-hatian sebab dalam penangkapan ikan pelagis besar terutama ikan tuna dan ikan cakalang, setiap tahun terjadi peningkatan jumlah “pemain” akibat dari terjadinya musim ikan sehingga laporan jumlah nelayan setiap tahun meningkat dengan pesat. Hal lain yang perlu dipertimbangkan bahwa wilayah musim ikan pelagis besar sering tidak menetap pada suatu fishing ground, oleh karena itu sifat “medaseng” Tahun Std Effort trp Opt Effort trip Sust Rent Rp.Juta Opt rent Rp Juta Perbedaan Effort Rent 1988 1 903 1 193 3 049.76 3 158.57 -59.55 3.45 1989 1 265 1 193 3 224.10 3 173.63 -6.04 -1.59 1990 1 452 1 193 3 517.16 3 424.03 -21.68 -2.72 1991 1 618 1 193 3 835.59 3 768.73 -35.67 -1.77 1992 3 983 1 193 509.69 4 059.55 -133.83 87.44 1993 1 838 1 193 4 438.57 4 523.91 -54.07 1.89 1994 2 696 1 193 3 048.72 4 690.32 -125.94 35.00 1995 3 342 1 193 1 431.88 5 069.09 -180.12 71.75 1996 4 504 1 193 2 490.22 5 314.74 -177.51 53.15 1997 2 587 1 193 4 734.46 6 722.07 -116.83 29.57 1998 2 696 1 193 4 387.54 6 752.98 -125.99 35.03 1999 2 542 1 193 5 055.60 6 966.93 -113.12 27.43 2000 2 034 1 193 6 637.72 7 146.81 -70.48 7.12 2001 2 185 1 193 6 515.60 7 425.74 -83.16 12.26 2002 1 607 1 193 7 944.50 7 796.59 -34.67 -1.90 2003 2 271 1 193 6 644.43 7 868.70 -90.40 15.56 2004 2 040 1 193 7 335.73 7 913.87 -70.97 7.31 2005 2 779 1 193 4 803.93 7 917.83 -132.91 39.33 2006 2 111 1 193 7 159.77 7 924.17 -76.98 9.65 2007 2 593 1 193 6 273.45 8 942.42 -117.31 29.85 RATA2 2 284 1 193 4 023.79 5 713.13 -91.45 29.57 atau tinggal di suatu tempat selama berhari-hari untuk sebagian nelayan merupakan hal diakukannya akibatnya terjadi bias perhitungan karena data effort dihitung one day fishing. Kebijakan penataan jumlah effort dalam penangkapan ikan harus pula dibarengi dengan pengawasan terhadap pencurian ikan atau penataan pengawasan terhadap illegal, unreported, and unregulated IUU fishing agar pem berian kesempatan kepada ikan untuk melakukan perkembangan secara alamiah oleh nelayan lokal tidak dimanfaatkan sebagai peluang oleh nelayan asing terutama nelayan Filipina. Selanjutnya program pengembangan penciptaan lapangan kerja baru terhadap nelayan yang tidak lagi melaut harus disiapkan oleh pemerintah daerah agar tidak terjadi kerawanan sosial.

5.5 Rezim Pengelolaan Sumber Daya Perikanan

Rezim pengelolaan SDI yang berbeda akan menghasilkan produksi, effort, biomass, dan rente ekonomi yang berbeda pula. Hal ini dapat dilihat dari hasil perbandingan rezim pengelolaan pada kondisi maximum economic yield MEY, maximum sustainable yield MSY, dan open access OA dengan menggunakan fungsi Gompertz. Perhitungan rezim pengelolaan SDI dilakukan dengan Maple sebagaimana disajikan dalam Lampiran 26. Hasil perbandingan dari tiga rezim ini untuk biomass, produksi, effort dan rente SDI pelagis kecil dapat dilihat dalam Gambar 18 dan Gambar 19. Gambar 18 Rezim pengelolaan biomass perikanan pelagis kecil Gambar 19 Rezim pengelolaan hasil tangkapan, effort dan rente ekonomi ikan pelagis kecil Dari Gambar tersebut di atas terlihat bahwa hasil biomas tertinggi terdapat pada kondisi MSY yaitu 6 264.16 ton menyusul kondisi MEY sebesar 4 968.54 ton dan terendah pada kondisi OA yaitu sebesar 752.32 ton. Untuk produksi tertinggi terdapat pada kondisi MSY sebesar 3 366.35 ton, kemudian MEY sebesar 3 283.60 ton dan yang terendah pada kondisi OA sebesar 821.41 ton, sedangkan untuk effort tertinggi terjadi pada OA sebanyak 25 114 trip, menyusul pada kondisi MSY sebesar 6 264 trip dan terendah pada kondisi MEY sebanyak 5969 trip. Untuk rente ekonomi ikan pelagis kecil dari ketiga rezim tersebut yang tertinggi adalah MEY senilai Rp. 11.56 miliar menyusul MSY senilai Rp. 11.39 miliar dan pada kondisi OA tidak diperoleh rente ekonomi 0. Bila dibandingkan dengan kondisi aktual, untuk hasil tangkapan, effort, dan rente ekonomi yang diterima jauh lebih besar melebihi MEY dan MSY, sepanjang periode pengamatan, namun perlu diwaspadai karena kecenderungan terkurasnya SDI pelagis kecil akan terjadi. Untuk lebih jelasnya perbandingan ke tiga rezim pengelolaan dengan nilai rata-rata ikan pelagis kecil dapat dilihat pada Tabel 40.