Jalur perdagangan dan pertukaran komoditas
Davao dan General Santos sudah jauh menurun sejak rupiah menguat dan stabil, walaupun masih ada muatan barang ke Davao dan General Santos dari Bitung.
Secara geografis Filipina di bagian Selatan dengan Kepulauan Sangihe dan Kepulauam Talaud adalah satu, sebelumnya terpisah karena adanya penjajahan Belanda di Indonesia dan
Spanyol di Filipina bagian selatan, dan kemudian bersatu kembali dalam satu wadah kerjasama BIMP EAGA pada tahun 1994. Oleh karena itu keputusan bersama para pimpinan BIMP EAGA
untuk lebih meningkatkan hubungan kerjasama air linkage, sea linkage, transportasi dan mempercepat serta mendorong kerjasama pariwisata perlu memperoleh perhatian.
Berdasarkan persetujuan yang diambil dalam BIMP EAGA perusahaan angkutan laut negara yaitu PT. PELNI melakukan kegiatan pelayaran dari wilayah barat Jakarta, Surabaya, dan
beberapa pelabuhan di Sumatera seperti Teluk Bayur, Padang ke wilayah timur diantaranya Makasar, Bitung, Maluku, Papua bisa ke Davao atau General Santos mengikuti rute kapal
PELNI, demikian pula terkait dengan komitmen BIMP EAGA dibuka penerbangan dengan rute Manado – Davao – Manado. Namun beberapa penerbangan menutup pelayanan rute tersebut
karena merugi, dan saat ini dilayani oleh Philippines Air. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa untuk dapat melakukan perdagangan ke Filipina terutama ke Santa Ana dan General
Santos dapat dilakukan melalui Manado. Rute ini dapat gunakan sepanjang perdagangan tersebut adalah pedagang besar bukan pedagangan rakyat antar pulau.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terjadinya pelintas batas illegal adalah untuk menghindari birokrasi BCA, imigrasi dan kepabeanan.
Hal ini dimungkinkan karena para pelintas batas illegal mengerti dan memahami rute serta jadwal patroli laut. Pelintas batas illegal
menggunakan P2K Perbatasan sebagai lintasan dan pelabuhan Petta Tabukan Utara sebagai titik pemberangkatan.
Pada dasarnya untuk pelintas batas illegal maupun legal tujuannya adalah berdagang, wisata, dan kunjungan keluarga.
Khusus untuk perdagangan di Filipina bagian selatan telah ada “agen” dari pedagang besar Filipina yang memasok barang-barang seperti
rokok, tripleks, dan lain-lain, oleh karena itu mereka pedagang dari Sangihe tidak mengalami
kesulitan dalam memperoleh barang dagangan. Pada tahun 2005, produk rokok Filipina
bermerek “Mas” dan “Durian” diperdagangkan dengan harga setengah dari harga rokok dalam negeri, demikian terdapat beberapa barang dagangan yang harganya relatif lebih murah yang
berasal dari Filipina. Pedagang dari Sangihe berupaya untuk perdagangan rokok dilegalkan
dengan membayar cukai rokok serta bea impor, tetapi sampai dengan saat penelitian dilaksanakan belum dapat direalisikan, bahwa kedua jenis rokok ini tidak ada lagi dipasaran Kabupaten
Kepulauan Sangihe. Perdagangan lintas batas dilakukan dengan menjual hasil bumi dan barang produk
industri dalam negeri atau ex-ipmor Indonesia ke Filipina bagian selatan. Perdagangan yang
melibatkan ekspor hasil bumi dilakukan tergantung dari harga pasar yang berlaku. Menurut
Pemerintah Daerah Kepulauan Sangihe Talaud 2008, keadaan perdagangan sudah jauh berbeda. Jika dalam tahun sebelumnya barang Indonesia yang mendominasi pasar di Filipina bagian
selatan, namun saat ini tinggal 10 jenis saja. Selanjutnya barang Filipina meningkat menjadi 34 jenis, dan bahkan saat penelitian semakin meningkat lebih dari 50 jenis. Barang yang “diimpor”
dari Filipina meliputi: plywood, cocacola, minyak cat tiner, cat, minuman keras tanduay,
kulafu, clube, dry gin, tikar plastik, lem kayu epory, periuk nasi banickaldero, periuk goreng calahai, spons, jaring nilon, paku antikarat, dan lain-lain.
Sedangkan dari Indonesia adalah sabun cuci, bumbu masak, piring kedaung, sandal lyly, kain batik, sepeda motor, dan lain-lain.
Produk-produk yang “diimpor” tersebut apabila ditelaah kegunaannya justru sangat membantu para nelayan dan perajin pembuat perahu pump boat baik mesin kecil, mesin Fuso,
dan Pamo. Pump boat tersebut digunakan untuk nelayan dalam penangkapan ikan, artinya
kehadiran barang-barang seperti polywood atau tripleks, paku anti karat, minyak cat dan cat sangat bermanfaat untuk perjain perahu karena selain harga barang itu murah juga tersedia untuk
pembuat perahu, dan pembuatan jaring nilon oleh nelayan untuk penangkapan ikan. Fuso adalah pump boat dengan ukuran dan kapasitas 10 ton yang menggunakan mesin diesel truk Fuso,
sedangkan pamo adalah pump boat lebih besar lagi dengan kapasitas 20 – 80 ton.
Barang yang “diimpor” dari Filipina sebagian besar adalah illegal, namun apabila dikategorisasi maka dapat dilakukan pengkategorian sesuai fungsi seperti untuk 1 pembuat
pamboat digunakan paku anti karat, tripleks, cat dan minyak cat; 2 untuk pembuatan pancing dan jaring digunakan jaring nilon dan alat pancing snart; dan 3 barang dagangan untuk hiasan
rumah adalah kap lampu dari kerang dan kulit mutiara, hiasan berbentuk hewan dari kerang, pot dan vas bunga, lampun hias, dan lain-lain; dan 4 barang konsumsi seperti minuman minuman
keras bagi yang menggunakan, minuman cocacola, rokok, beras, gula, dan lain-lain; 5 barang lainnya seperti lotion housty, gitar, blancket, dan lain-lain. Artinya, kecuali minuman keras dan
rokok, produk-produk yang “diimpor” dari Filipina sangat bermanfaat bagi para nelayan khususnya dan masyarakat pada umumnya, karena kepentingan persediaan perahu angkutan laut
dan alat untuk perikanan tangkap . Selain peningkatan jumlah penyelundupan barang-barang keperluan hidup akibat desakan
ekonomi, kawasan P2K Perbatasan saat ini digunakan sebagai area kejahatan lintas negara transnational crime, antara lain: penyelundupan senjata, perdagangan obat-obatan terlarang,
pemasukan dolar palsu, penyelundupan orang untuk bekerja di dunia prostitusi trafficking in person, people trade, terorisme, dan lain-lain.
Oleh karena itu penataan pengelolaan P2K Perbatasan Kepulauan Sangihe secara terintegrasi merupakan suatu tuntutan.