Latar Belakang Dr. Ir. Yuswandi A Temenggung, MSc
teritorial. Tiga kawasan yang menjadi daerah operasi kapal asing illegal, yaitu: 1 Laut Natuna, didominasi oleh kapal-kapal Vietnam, Thailand, Cina dan Malaysia; 2 perairan utara Sulawesi
Utara yang berbatasan dengan Filipina yang didominasi oleh kapal-kapal Filipina “pump boat” dengan menggunakan alat tangkap hand line dan purse seine; dan 3 laut Arafura yang
didominasi oleh kapal-kapal Thailand dan Cina dengan menggunakan alat tangkap pukat ikan dan gillnet.
Kedudukan pulau-pulau kecil P2K perbatasan Kepulauan Sangihe memiliki aspek penting sebagai pita pengamanan nasional national security belt ditinjau dari perspektif
keamanan nasional, dan secara geopolitik ikut menentukan Indonesia sebagai negara kepulauan archipelagic state. Menurut Setiyono 2000, keutuhan wilayah negara Kepulauan Indonesia
terjaga justru peranan P2K terluar yang lokasinya terpencil di perbatasan.
Indonesia menggunakan ujung terluar daratan atau pulau sebagai dasar pengukuran lebar laut wilayah, zona
ekonomi eksklusif ZEE, maupun landas kontinen. Salah satu pulau yang digunakan sebagai
titik dasar base point, TD lenyap, maka konfigurasi wilayah Indonesia akan berubah. Kepulauan Sangihe memiliki 105 pulau, dan sebanyak
26 pulau 24.76 yang berpenduduk sisanya 79 pulau 75.24 tidak berpenduduk, serta memiliki 5 lima pulau
sebagai penentu garis batas terluar dari Indonesia, yaitu: Pulaua Marore, Pulau Kawio, Pulau
Matutuang, Pulau Kawaluso, dan Pulau Lipang. Kepulauan Sangihe pada awalnya merupakan bagian dari Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud atau juga disebut dengan Kepulauan Nusa
Utara dengan luas 35 400.23 km², dan luas laut 33 147.00 km² diukur 4 mil laut Tabel 1. Tabel 1 memperlihatkan akan potensi laut yang cukup luas dihitung dari kewenangan 4
mil laut, dengan demikian potensi perikanan akan sangat menentukan arah pembangunan Kepulauan Nusa Utara termasuk Kepulauan Sangihe.
Nisbah luas laut dengan daratan di Kepulauan Nusa Utara 15 : 1 dan yang terluas adalah Kepulauan Talaud sebesar 13 902 km²
menyusul Kepulauan Sangihe seluas 11 126 km². Kerjasama perikanan antar Kabupaten di
Kepulauan Nusa Utara dengan pasar ekspor negara tetangga Filipina akan memberikan peluang
yang cukup berarti bagi pengembangan ekonomi Nusa Utara. Anggoro 2001 menyatakan sasaran pembangunan perikanan di masa mendatang tidak hanya ditujukan untuk peningkatan
pendapatan masyarakat, perolehan devisa, kesempatan kerja, tetapi juga dituntut untuk tetap mempertahankan daya dukung carrying capacity dan kualitas lingkungan agar tetap lestari bagi
generasi sekarang dan yang akan datang. Tabel 1. Nisbah luas laut dan daratan Kepulauan Nusa Utara
Sumber: Diolah dari Salindeho dan Sombowadile 2008.
Pada tahun 2002, Indonesia memiliki pengalaman pahit, dengan lepasnya Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dari kedaulatan NKRI.
Keputusan Mahkamah Internasional International Court of Justice, ICJ di Den Haag Belanda pada tanggal 17 Desember 2002 yang menetapkan
kepemilikan P. Sipadan dan Ligitan bagian kedaulatan negara Malaysia merupakan “tragedi nasional” yang memiliki pengaruh terhadap luas laut. Keputusan ICJ diambil dengan
memertimbangkan tiga aspek utama, yaitu: 1 penguasaan secara efektif effective occupation termasuk administrasi; 2 keberadaan terus menerus continuous presence; serta 3
perlindungan dan pelestarian ekologis maintenance and ecology preservation Adiwijoyo 2005; Rawis 2004; Retraubun dan Amini 2004; Sondakh 2003.
Keputusan ICJ tersebut di atas memberikan pesan bagi Indonesia, antara lain: 1 kepemilikan P2K Perbatasan tidak hanya berdasarkan bukti hukum dan sejarah, tetapi
harus diikuti dengan kebijakan dan implementasi program dan kegiatan serta peningkatan kesejahteraan
masyarakat; 2 hilangnya tiga titik dasar TD yaitu satu TD di Pulau Sipadan dan dua TD di Pulau Ligitan; 3
pembangunan TD baru yang terletak di sekitar wilayah Pulau Sebatik di
Kabupaten Pulau
buah Luas Daratan
km² Luas Laut
km² Total luas
km² Nisbah
Kepulauan Sangihe 105
736.97 11 126.00
11 862.97 15 : 1
Kepulauan Talaud 16
1 240.40 13 902.00
15 142.40 11 : 1
Kepulauan Sitaro 47
275.86 8 119.00
8 394.92 29 : 1
Nusa Utara 168
2 253.23 33 146.00
35 400.23 15 : 1
sebelah timur Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur; dan 4 hilangnya kontribusi ekonomi Pulau Sipadan dan Ligitan karena Malaysia mampu melakukan kreasi potensi ekonomi yang luar
biasa dari kegiatan pariwisata bahari Fokus 2003. Menurut Hersutanto 2009, beberapa masalah krusial yang dihadapi Indonesia sebagai
negara kepulauan, yaitu: 1 saat ini belum memiliki kebijakan nasional tentang pembangunan negara kepulauan archipelagic state yang terpadu. Kebijakan yang ada saat ini hanya bersifat
sektoral, padahal pembangunan di negara kepulauan memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi; 2 lemahnya pemahaman dan kesadaran tentang arti dan makna Indonesia sebagai negara
kepulauan dari segi geografi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya: 3 sampai saat ini belum seluruhnya ditetapkan batas-batas wilayah perairan; 4 permasalahan dalam pertahanan dan
keamanan dari matra laut yang mencakup: a belum optimalnya peran pertahanan dan keamanan laut dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara; b ancaman kekuatan asing yang ingin
memanfaatkan perairan ZEE; c belum lengkapnya perangkat hukum dan implementasi pertahanan dan keamanan laut; d masih terbatasnya fasilitas untuk melakukan pengamanan laut;
e makin meningkatnya kegiatan terorisme, perompakan, dan pencurian ikan di wilayah laut Indonesia; dan f masih lemahnya penegakan hukum kepada pelanggar hukum.
Pengamanan kedaulatan wilayah, kewenangan dan kepentingan nasional, di wilayah perbatasan dari perebutan penguasaan SDA dapat dilakukan melalui kombinasi pendekatan
ekonomi dan pendekatan pertahanan keamanan. Dalam konteks ini, terdapat tiga agenda utama yang perlu diperhatikan, yaitu: 1 penyelesaian batas wilayah laut Indonesia dengan negara
tetangga Filipina; 2 penguatan dan pengembangan kemampuan pertahanan keamanan nasional di laut khususnya di wilayah perbatasan; dan 3 memakmurkan masyarakat wilayah Kepulauan
Sangihe dengan berbagai kegiatan pembangunan ekonomi secara efisien, berkelanjutan sustainable dan berkeadilan atas dasar potensi SDA dan budaya lokal serta aspek pemasaran.
Rapat kerja Menteri Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia PPKT dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR RI tanggal 2 September
2004, merumuskan daftar inventarisasi masalah di perbatasan Indonesia – Filipina, yaitu: 1 belum adanya kepastian garis batas Zone Ekonomi Eksklusif ZEE dan Landas Kontinen
Indonesia – Filipina; 2 berlangsungnya kegiatan-kegiatan illegal di daerah perbatasan, seperti penyelundupan barang, trafficking, dolar palsu, kapal tidak dilengkapi dengan dokumen yang sah,
illegal loging, illegal fishing, dan transit point bagi kelompok teroris internasional. Sebagai satu kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia
dituangkan dalam salah satu doktrin nasional yang disebut Wawasan Nusantara dan politik luar negeri yang bebas aktif, sedangkan geostrategis Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan
Nasional yang bertumbuh pada perwujudan kesatuan idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
Dengan demikian mengacu pada kondisi geografi yang bercirikan maritim, maka diperlukan strategi besar grand strategy maritim sejalan dengan doktrin
pertahanan defensif aktif dan fakta bahwa bagian terluar wilayah yang harus dipertahankan adalah laut. Implementasi strategi dari strategi maritim adalah mewujudkan kekuatan maritim
maritime power yang dapat menjamin kedaulatan dan integritas wilayah dari berbagai ancaman, tantangan, dan gangguan.
Matindas dan Sutisna 2006, mengingatkan bahwa penyelesaian masalah perbatasan tidak dapat dilepaskan dari perkembangan lingkungan strategis secara internasional, regional dan
nasional, yang terus berkembang dalam beberapa dekade belakangan ini dan telah menimbulkan berbagai pergeseran-pergeseran di beberapa sisi hubungan internasional.
Pergeseran geopolitik ke penguasaan secara ekonomi saat ini jauh lebih besar pengaruhnya karena bergerak melewati
batas-batas kedaulatan sebuah negara. Pengelolaan wilayah perbatasan Kepulauan Sangihe masih merupakan masalah utama
dan mendesak serta memerlukan perhatian bersama, serta harus dikelola secara terpadu, berkelanjutan dan terintegrasi antar berbagai sektor demi keutuhan kedaulatan soveregnity dan
kesejahteraan prosperity masyarakat. Secara garis besar terdapat dua hal penting yang harus
dilakukan yaitu pembangunan daerah perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan prosperity
approach untuk mengangkat taraf hidup masyarakat setempat dan pendekatan keamanan security approach yang diperlukan guna terciptanya stabilitas politik, ekonomi, sosial budaya
dan hankam Dahuri 2005; Poetranto 2005. Dalam konteks pertahanan secara ekstrinsik, nelayan dan masyarakat pesisir memiliki
peran “pengawas” laut yang selalu dapat berkoordinasi dengan aparat. Dengan demikian penting mendidik mereka untuk memperkuat nasionalisme, memahami isu-isu pertahanan serta secara
teknis mampu menggunakan alat-alat komunikasi di laut. Untuk itulah dibutuhkan proses
pelatihan nelayan untuk memperlancar proses ini. Namun reposisi nelayan dan masyarakat
pesisir ke arah peran geopolitik tetap sangat tergantung pada posisi sosial ekonominya. Dalam perspektif geopolitik, wilayah perbatasan tidak hanya harus diisi dengan pertahanan militer yang
tangguh, tetapi juga harus didukung oleh aktivitas ekonomi yang tangguh pula. Pulau Sipadan
dan Pulau Ligitan lepas dari NKRI karena salah satu alasannya adalah lemahnya kita memanfaatkan pulau itu untuk aktivitas ekonomi.
Terdapat beberapa komponen yang seyogyanya ditempuh untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara kepulauan, yaitu: 1 meningkatkan pemahaman pentingnya laut dari aspek
geopolitik dan geostrategis. Indonesia selayaknya memiliki armada pengamanan laut yang andal dan kuat guna menjaga keutuhan NKRI dan SDA; 2 mengubah orientasi pembangunan dari
land based oriented menjadi archipelagic based oriented. Konsep archipelagic based oriented, mencakup darat, laut dan udara; dan 3
menentukan batas-batas wilayah perairan dengan mempercepat penetapan garis batas antara Indonesia dengan negara-negara tetangganya di
kawasan laut. Turmudzi 2005 menyatakan bahwa Indonesia telah melupakan visi dan orientasi
kepulauan dan lebih berorientasi tanah daratan land based oriented yang bersifat inward looking. Tanpa orientasi kepulauan, Indonesia tidak akan memiliki national security belt yakni
titik-titik kawasan strategis bagi pengamanan kewilayahan dan kedaulatan Negara. Setiap titik
bukan saja menjadi pos pertahanan tetapi juga harus dikembangkan potensi ekonomi dan sarana
prasarana pendidikan sehingga kawasan-kawasan tersebut akan terbangun sistem peringatan dini early warning system.
Orientasi kepulauan akan membangun dengan pandangan integratif antara darat, laut dan udara yang akan membuat lebih bersifat outward looking.
Untuk mampu menjaga integritas wilayah, terutama wilayah-wilayah perbatasan di Kepulauan Sangihe, ke depan harus lebih mempertinggi dorongan untuk segera menetapkan
kepastian batas-batas laut dengan Filipina. Pada saat bersamaan, memberikan perhatian
membangun daerah perbatasan sesuai dengan kebutuhan masyarakat perbatasan. Keterbatasan
wilayah sesuai dengan karakteristik wilayah Kepulauan Sangihe meniscayakan perlunya dirumuskan strategi pembangunan yang khas kepulauan perbatasan tersebut.
Pelibatan masyarakat dalam berbagai program pemerintah serta memperhitungkan dampak secara seksama
bagi perbaikan mutu kehidupan masyarakat adalah program yang penting untuk dikembangkan. Pemerintah harus mendorong tumbuhnya prakarsa masyarakat perbatasan untuk berkembang
sesuai dengan tantangan dan peluang yang ada.
Masyarakat Kepulauan Sangihe memperoleh kesempatan untuk memanfaatkan SDI sebagai potensi utama kawasan ini, seharusnya juga diberikan peranan yang luas dalam
perdagangan wilayah perbatasan. Harapan ini terbentur dengan kebijakan di daerah perbatasan justru bercirikan pembatasan. Peraturan tentang produk ikan yang harus dipasarkan ke Bitung,
yang letaknya jauh dari kawasan perbatasan serta harga yang relatif rendah sangat tidak ekonomis. Sebaliknya peluang pemasaran hasil tangkapan ikan ke pusat perikanan di negara
tetangga Filipina yaitu di General Santos Minandao justru sangat dibatasi mesti faktanya di wilayah tersebut memiliki pabrik pengolahan ikan yang terbesar di Asia Tenggara dan lokasinya
tidak terlalu jauh dari kawasan perbatasan dengan patokan harga yang relatif baik. Oleh karena itu, berbagai pembatasan yang dikenakan kepada masyarakat perbatasan harus ditinjau kembali
terkait dengan upaya memajukan ekonomi masyarakat perbatasan di Kepulauan Sangihe. Berdasarkan uraian pemikiran tersebut di atas, diharapkan pengelolaan P2K perbatasan
Kepulauan Sangihe akan memberikan keuntungan,
antara lain: 1 terpelihara dan
berkembangnya keanekaragaman
hayati biodiversity
ekosistem; 2
terpelihara dan
berkembangnya kekhasan dan keaslian nilai budaya; 3 meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal; 4 meningkatnya kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi dan pengembangan wilayah;
dan 5 dapat berfungsi sebagai pita pengaman ekonomi economic safety belt dan pita pengamanan nasional national security belt.